XI. ALL I ASK

641 77 4
                                    

Look, don't get me wrong

I know there is no tomorrow

All I ask is...  

Koeun terbangun dengan Mark yang menggengam tangannya hangat. Gadis itu memperhatikan posisi tidur Mark yang terlihat tak nyaman. Pasti akan sakit jika terbangun nanti. Akhirnya, Koeun membangunkan Mark dan memintanya untuk berpindah tidur diatas sofa.

"Mark, hei. Bangunlah." Koeun mengguncangkan bahu Mark perlahan. Membuat anak laki-laki itu mengerang kemudian mulai membuka matanya satu persatu.

"Oh, Koeun? Kau sudah sadar?"

"Apa aku pingsan lagi?" Koeun menatap kearah Mark dengan pandangan bingung. Seingatnya kemarin dia sedang bersama Herin dan Lami. Mereka juga menyusun rencana kabur bersama-sama agar Koeun bisa dibebaskan dari rumah sakit yang begitu membosankan ini. "Dimana Herin dan Lami?"

"Kau bertemu dengan mereka lagi?" Mark terkejut ketika mendengar 2 nama yang diucapkan oleh Koeun. Setaunya, Herin dan Lami itu hanyalah sebatas ilusi milik Koeun. Mereka tak nyata dan hanya teman bayangan. Apa Koeun membayangkan mereka lagi kemarin? Apa ini juga menjadi salah satu penyebab kumatnya Koeun?

"Hm, mereka datang kemari mengunjungiku. Mereka bahkan membawakanku sebatang bunga mawar. Lihatlah bunga mawar itu, kuletakan diatas nakas." Koeun menunjuk kearah nakas yang dalam penglihatannya menyimpan setangkai mawar pemberian Herin dan Lami. Namun sayangnya, Mark tak bisa melihatnya. Di nakas itu hanya ada sekotak tisu. Tak ada setangkai mawar merah. Apa Koeun benar-benar sudah tak bisa ditolong lagi? "Eh, tapi apa kau mengenal mereka? Sepertinya aku tak pernah menceritakan tentang mereka padamu, kan?"

"Oh... eum... itu... ah sepertinya kau lupa jika pernah menceritakan tentang mereka padaku. Kau pernah menceritakan tentang mereka. Walaupun tidak banyak." Benarkah? Tapi mengapa Koeun tak bisa mengingatnya sama sekali? Apa iya dia pernah menceritakan tentang Lami dan Herin pada Mark? "Sudah. Jangan kau pikirkan dari mana aku mengetahui mereka. Sekarang, apa kau menginginkan sesuatu?"

"Aku ingin pulang." Koeun kembali merengek pada Mark. Sudah beberapa hari ini, Koeunnya selalu merengek ingin pulang. Dia bilang di rumah sakit sangat membosankan. Tayangan televisi tidak ada yang menarik dan tak ada bacaan yang bisa dia baca untuk menghabiskan waktu-waktu membosankannya ketika ditinggal oleh Mark dan ibu. "Aku bosan disini."

"Maaf Koeun, tapi berapa kalipun kau meminta kami tak mungkin memulangkanmu." Mark tahu ini rasanya tak adil untuk Koeun. Gadis itu selalu merasa jika dirinya sudah sehat. Benar. Dia memang sehat secara fisik. Tetapi Koeunnya masih sakit secara mental. Sakitnya bahkan bisa dikategorikan sebagai penyakit yang cukup parah. Dan Koeun tidak mengetahui fakta itu.

Koeun tidak tahu jika dia menderita schizophrenia dan gadis itu juga tak menyadari jika Herin dan Lami adalah ilusi semata.

Kebenaran ini membuat Mark merasa tertekan. Hatinya sudah terlanjur sakit melihat bagaimana Koeun melawan sakitnya. Tak masalah bagi Mark jika gadis itu selalu menyakitinya. Mark siap menerima amukan Koeun. Cakaran, jambakan, bahkan pukulan. Mark selalu siap. Tapi dia tak sanggup bila melihat Koeunnya mulai menyakiti dirinya sendiri. Itu sama saja dengan menaburkan garam diatas luka menganga. Begitu perih.

"Kenapa kalian tak bisa? Apa aku masih sakit? Aku selalu merasa bahwa diriku baik-baik saja Mark." Mark hanya bisa menghela nafasnya setiap Koeun mengatakan hal itu. Sayang sekali Koeun tak mengetahui penyakitnya. Dan untuk saat ini, mereka sepakat menyembunyikan fakta ini dari Koeun. Mark sendiripun juga sebenarnya sangsi. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh Koeun jika dia mengetahui kebenaran tentang penyakitnya? Tidak. Bukan hanya penyakitnya. Tapi semuanya. Termasuk siapa sebenarnya dirinya dan bagaimana masa lalu yang berusah dia enyahkan secara permanen dari pikirannya.

FIX YOU  ;; mark + koeun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang