Chapter 7: The Real One

4.8K 460 55
                                    

Ciuman Kongpob adalah sebuah pengalaman baru. Sentuhan lembut yang tidak menuntut—tapi membuatmu terhanyut. Tersesat dalam sensasinya, Arthit seperti terkena amnesia sesaat. Pikirannya sekosong kertas putih, pengalaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya dan Arthit ingin— bukan, ia membutuhkan lebih dari itu. Dia kini terbawa suasana, ketika seseorang berdehem menginterupsi mereka.

Kedua pemuda itu menoleh dan melihat May berdiri disana dengan senyum miringnya, terlihat puas dengan usahanya sendiri mempersatukan mereka 'kembali'—Arthit mengerti ekspresi di wajah gadis itu. Dia tersenyum lembut pada Arthit, lalu memberi Kongpob sebuah pelukan hangat.

"Congratulations! Kita harus merayakan ini." Sebelum Kongpob dapat merespon, beberapa orang temannya menyusul, memberi selamat padanya.

Arthit pikir hal tersebut tidak perlu, tapi menahan diri untuk tidak mengatakannya. Dia hanya berdiri disana tanpa menginterupsi; mereka berbondong-bondong menghampiri Kongpob dan merasa seseorang menyikut pinggangnya lumayan keras, yang ternyata adalah Wad, dan Arthit yakin pemuda itu sengaja melakukannya. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi kenyataan bahwa orang itu membencinya karena mengencani sahabatnya, namun ia membiarkannya karena tidak ingin jadi pusat perhatian.

Arthit merasa kurang senang dengan ajakan untuk merayakan ini di club biasa. Ia sudah menduga ujung-ujungnya mereka akan kesana. Bahkan sebelum ia menyuarakan keberatan, Kongpob sudah lebih dulu keluar dari kepungan teman-temannya, berdiri tepat di depannya.

"Jangan malam ini, guys." Katanya ditujukan ke teman-temannya, namun dengan tatapan terkunci ke Arthit, yang tidak sempat berkedip hingga Kongpob menggenggam tangannya, menuntunnya menjauh, dan pergi dari sana.

"Kau dan teman-temanmu tahu tempat merayakan lain selain ke club itu gak sih?" Arthit bertanya selagi di perjalanan ke Coffee Bean setelah Kongpob berganti pakaian. Kongpob memutar bola matanya, dan Arthit kira perkataannya disalahartikan. "Bukan, maksudku... kan ada club lain selain Moonlight, The Groovy misalnya . Knott, Bright dan teman-temanku pernah kesana."

"Yeah tempat itu sudah tutup."

"Waitwhat?"

Kongpob mengacak rambut pemuda itu, "Kau tahu tidak kalau kau itu adorable banget?" Arthit menepis tangan itu dari kepalanya.

"Kapan?"

"Mungkin beberapa bulan lalu? Kau jarang keluar kamar ya?"

Arthit mengedikkan bahu, "Aku punya banyak kelas. Aku tidak mau menghadiri kelas sambil hangover dan alkohol tidak membantuku mencerna pelajaran."

"Kau benar."

"Tentu saja!" Arthit mengelus kepala Kongpob, seperti seorang majikan yang memberikan penghargaan ke peliharaannya karena sudah mengerti dengan baik.

"Shut up! Aku atlit tapi tetap berprestasi di kelas. Aku juga dapat beasiswa loh."

"Oh. Wow. Bagaimana kau bisa mengatur antara lapangan dan kelas—juga dengan kerja paruh waktumu?"

"Karena aku genius." Kongpob tersenyum bangga. Arthit memasang wajah mengejek. "Tentu saja aku juga beberapa kali gagal dan kerepotan sendiri."

"Kau tidak pernah berpikir melepas salah satunya?" Arthit memasukkan tangannya ke saku celana sambil menikmati perjalan ke tempat kerja Kongpob. Mereka harus membicarakan status hubungan mereka sebenarnya, tapi mengetahui hal-hal kecil tentang Kongpob sepertinya lebih menarik. Lebih ringan. Bukan tidak mau memperjelas hubungan ini, tapi dia tidak tahu bagaimana memulai topik itu.

"Pernah. Tapi aku tidak mau menyerah begitu saja." Mereka berjalan perlahan, sampai Arthit mengarahkan pandangan ke mata Kongpob alih-alih menatap jalanan.

Stranger Lover (SOTUS Fanfiction) (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang