Chapter 6: Back to Zero

4K 459 48
                                    

Ming sedang berjalan di trotoar, baru saja menyelesaikan shiftnya di bar, ketika dia melihat Kongpob sedang duduk di salah kursi di depan Coffee Bean sendirian. "Apa yang sedang kau lakukan disini tengah malam? Kau tidak ke bar bersama teman-temanmu?" Ming berhenti tepat di hadapan pemuda itu.

"Lembur. Lagi tidak mood kesana." Kongpob merespon, melanjutkan menatap jalan dengan tatapan kosong.

"Baiklah." Ming menjawab pendek. "dan ini tidak ada hubungannya dengan Arthit, kan?"

Kongpob mendengus keras. "Sebentar lagi tim lari ada pertandingan." Ming mengerutkan dahi, tidak mengerti arah pembicaraan Kongpob. "Aku tidak—Pikirkan ku tidak bisa berkonsentrasi. Aku hilang fokus. Aku—"

"Kau kangen sama dia." Ming menyimpulkan. Kongpob membungkukkan bahunya membiarkan hening mengisi suasana. "Kenapa tidak ngomong dengannya. Katakan yang kau rasakan."

"Dia yang ingin putus, remember?"

"Lucu saja kau bilang seperti itu, seolah-olah kalian benar pacaran. Kecuali...kalian berdua memang tidak bersandiwara.."

"Aku tidak tahu perasaannya, tapi aku tahu perasaanku, aku punya rasa dengannya."

Ming tertawa kecil, menggelengkan kepalanya, "Aku tidak terkejut. Sudah aku duga dari awal, Kongpob. Cinta bisa ada karena biasa. Kalian sudah terbiasa satu sama lain."

"Kau ada di pihakku bukan? Harusnya kau membuatku merasa lebih baik?" Kongpob menatapnya tajam. "Dan kau salah. Aku bersama dengannya karena terpa—"

"Bullshit. Kau tidak harus bersama-sama Arthit kemanapun kalian pergi. Kau hanya butuh alasan untuk sering-sering bersamanya, dan terbiasa dengan keberadaannnya."

Kongpob memerah seperti buah tomat. Rupanya kesuka—ketertarikannya ke Arthit terlalu transparan untuk dilihat orang lain.

"Percaya padaku, semakin sering cowok itu menghabiskan waktu denganmu, semakin tipis batas antara sandiwara dan sungguh-sungguh, dan juga semakin nyaman dengan keberadaan satu sama lain. Rasa nyaman bisa berujung jadi rasa yang lebih dalam."

Kongpob tenggelam dalam pikirannya untuk beberapa saat. Ming hanya memandangnya, yakin bahwa pemuda di depannya masih bergulat dengan pikirannya dan menyangkal apa yang Ming katakan. Dia harus memikirkan cara lain untuk meruntuhkan dinding keras kepala Kongpob.

"Dia ada di club kemarin, asal kau tahu. Diusir setelah berantem dengan seseorang."

"Dia baik-baik saja?" tanya Kongpob cepat, terlihat khawatir.

Ming mendengus, "Dia baik-baik saja. Lawannya lebih parah." Ming melihat Kongpob terkejut. "Inti dari yang ingin kusampaikan adalah... Dia bersikap cute—jadi Arthit yang malu-malu kucing—hanya saat denganmu. Kau mengerti kan maksudku?"

"Ini menyedihkan. Kau menyedihkan." Bright berdiri depan pintu kamar Arthit. "Setidaknya makan sianglah denganku."

"Aku tidak lapar," Arthit bergumam, meluruskan punggungnya yang sedang duduk di depan laptop mengerjakan tugasnya. Atau hanya menatap layar kosong, Bright tidak ingin tahu. "Mungkin nanti saja."

Bright memutar bola matanya, lelah dengan 'nanti-saja' yang dilontarkan Arthit. Kata-kata itu tidak akan menghentikan perutnya yang keroncongan. Dia tidak tahu apa yang sedang dialami roommate-nya itu, tapi Arthit jadi orang yang penyendiri beberapa hari belakangan ini, hanya keluar untuk menghadiri kelas.

Dan dua malam yang lalu, dia pikir membawa Arthit keluar akan membantu melepas penat pemuda itu, tapi yang terjadi malah memperburuk keadaan karena pemuda itu berkelahi dengan Prem—yang badannya lebih besar darinya— hanya karena sesuatu yang dikatakan Prem memicu emosinya.

Stranger Lover (SOTUS Fanfiction) (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang