Kami sudah sampai di Caffe pertigaan jalan pulang. Irina sudah menghabiskan setengah pasta yang tadi iya pesan. Aku masih terdiam melihat makananku. Tak ingin kalah kerutan dikeningku bertengger manis menghiasi pelipisku. Irina menatapku bingung, karna aku menjadi pendiam. Irina tahu banyak tentangku. Dia sudah terbiasa melihat perubahan mood yang terjadi padaku.
"Kau tidak akan memakannya??" Tanya Irina. "Apa yang terjadi. Kupikir kau dalam keadaan baik baik saja tadi!".
Ingatanku kembali pada apa yang kulihat di toko roti. Yah disana aku melihat Aland dengan seorang perempuan. Aku tidak tahu siapa dia dan aku tidak ingin tau. Yang kupikirkan saat ini. Apa Aland memiliki seorang kekasih? Dan banyak perkiraan perkiraan yang datang bertubi tubi menghujam kepalaku. Aku tidak bisa menerima pikiran pikiran itu. Tapi jika kupikir kembali, mengapa aku harus memikirkannya memang siapa dia. Lagipula Aland tidak melihatku sebagai seorang wanita. Umurku akan menginjak 15 tahun dan aku tau perasaan apa yang kusembunyikan selama ini.
Perasaan yang kurasakan saat bersamanya.
Perasaan saat aku melihat kedalam matanya.
Perasaan saat dia memakaikan sarung tangannya padaku.
Ini tidak seperti perasaan sayangku pada Vitto. Terlihat lebih menarik dan menggebu gebu. Membuat diriku menjadi egois , menginginkan seluruh kehangatan yang dia miliki. Tidak ingin menunjukannya pada siapapun. Apalagi perempuan di toko roti tadi. Bukan hanya dia bahkan seluruh perempuan yang ada didunia aku tidak ingin dia menunjukan kehangatannya didepan semua perempuan. Kehangatan musim dingin yang hanya boleh aku miliki. aku sangat tidak rela melihat dia tertawa bersama orang lain. Dan mereka terlihat begitu bahagia. Bukannya aku tidak tau dengan tatapan perempuan itu pada Aland. Jika dia hanya seorang teman mungkin dia tidak akan memberikan tatapan yang berbinar saat melihatnya. Aku sangat membenci pikiran pikiran ini.
Aku menghembuskan nafas mengambil makanan yang kuabaikan hampir setengah jam ini. "Memangnya aku kenapa?" Jawabku.
"Kau pikir aku orang yang baru mengenalmu. Kau bisa bersembunyi didepan teman teman kelas kita Carla. Tapi dihadapanku kau sangat mudah dibaca. Seperti buku yang tebuka". Irina menatapku tajam. "Apa yang terjadi??".
Irina tau jika aku menyukai Aland. Katanya mudah menyadari sikapku. Aku ingat saat Irina mengatakannya padaku. " Carla.. kau tau? Sepertinya kau menyukai Aland!". Dia bilang aku selalu mengoceh tentang Aland padanya. Katanya aku berbeda saat membicarakan Aland. Walaupun aku kesal mataku akan selalu berbinar saat berbicara. Kadang aku akan tersipu malu, kadang senyumku tak hilang dari wajahku, kadang aku kesal saat menceritakan Aland memilik teman perempuan baru. Irina orang yang menyadarkanku. Bahwa aku menyayanginya lebih dari teman, dari sahabat , dari saudara. Perasaan yang spesial yang berbeda saat kau memperlakukannya. Itu yang irina katakan padaku.
Aku menceritakan apa yang kulihat tadi. Perempuan toko roti dan perkiraan perkiraan yang mungkin terjadi yang kupikirkan dalam 2 jam belakangan ini. Aku menceritakan semuanya pada irina apa yang kurasakan, membuat kami menghabiskan sore jumat di caffe ini. sudah pukul 8 malam dan kami menghabiskan watu selama 3 jam mengobrol disini bahkan kami memesan kembali minuman yang telah habis. Kami memutuskan pulang, setelah meluapkan seluruh perasaanku pada irina. Jika Vitto tidak menelpon mungkin kami akan menghabiskan sepanjang malam dengan membicarakan hal hal yang tida berguna. Asal kalian tau pembicaraan kami melenceng pada kucing irina yang melahirkan. Begitulah berbicara dengan irina selalu ada topik yang dapat dibicarakan. Walaupun hal hal yang tidak begitu penting tapi kami selalu memiliki pembicaraan yang menarik satu sama lainnya.
Irina pulang dijemput oleh ibunya. Rumahnya sedikit jauh dari sekolah sehingga dia tidak mungkin berjalan kaki sepertiku. Aku memang menyukai berjalan, karna dapat melihat keindahan keindahan kota ini. Bukan hanya keindahan tapi kenangan yang tersimpan disetiap jalannya.
Di toko bunga milik Mrs.Letis, aku ingat Aland membeli bunga tulip untukku.
Aku ingat di persimpangan jalan kedua sebelum rumahku, Aland mengendongku karna terjatuh.
Aku ingat kami bersepeda disepanjang jalan pulang rumah kami.
Aku ingat gang sempit yang menyembunyikan kami dari kejaran anjing liar.
Aku ingat ayunan ditaman sebelum rumah, dimana aku selalu menunggunya pulang.
Dan kini seseorang telah duduk disana. Aku berhenti melangkahkan kakiku. Dia sedang berayun memainkannya. Saat matanya melihatku dia berhenti dan tersenyum polos menghampiriku. Bagaimana dia bisa tersenyum saat hatiku sakit melihatnya tadi. Aku ingin berbicara, siapa perempuan ditoko roti tadi. Temanmu? Saudaramu? atau kekasihmu?. Mengapa kau sangat bahagia bertemu dengannya, sampai kini kau masih memasang senyum yang sama untuk perempuan toko roti tadi. Mengapa kau berikan senyum itu juga padaku! Aku ingin berkata seperti itu. Tapi lidahku kelu. Aku hanya menatapnya datar. Dan dengan polosnya dia menarik kedua tanganku. melepaskan sebelah sarung tangannya dan memasangkanya padaku. Menggengam tangan kiriku memasukannya pada saku jaket tebalnya. Aku merasakan telapak tangan hangatnya yang besar membungkus jari jariku. Dia tidak mengomeliku! Karna mungkin dia sudah lelah dengan egoku pada sarung tangan. Dia menarikku berjalan pulang.
Kami tidak mengatakan apapun. Seolah suasana mengerti keadaanku, hanya keheningan dijalan pulang. Hingga kami melangkah dengan sangat perlahan. Takut seseorang akan terbangun dari tidurnya yang nyaman di malam musim dingin. Aku mencoba menatapnya. Dia terlihat begitu bahagia.
"Harimu berjalan menyenangkan?" Tanyaku.
"Yaaa .. tentu saja" dia melirikku. " sangat menyenangkan!". Senyumnya terus menempel diwajahnya. Menampilkan gigi kelinci yang tersembunyi dibalik bibirnya.
Dia terlihat begitu bahagia. Apa perempuan itu yang membuatnya seperti ini? Membuat Aland tersenyum bahagia disepanjang jalan gang kota Verona.
Dan saat itu Verona memiliki Badai musim dingin yang tak terlihat.
Musim Dingin 2018
"Kau ingin mati kedinginan?". Dia melepaskan sebelah sarung tangannya dan seperti biasa memasangkannya pada tangaan kananku. Mengenggam telapak tanganku yang tak terbungkus sarung tangan, menyelipkan jari jari besarnya di celah jari jari kecilku. Dan memasukkannya kedalam saku jaketnya.
Aku hanya diam menunduk. Menangisi perasaanku yang membuncah, perasaan Rindu di musim dingin yang selalu kunanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Winter (Snowflake)
RomanceDalam kepingan Salju yang Turun. Dalam Badai Musim Dingin.