Back home

947 97 7
                                        

“Apa yang kamu lakukan di sini?”
Arga melengos, tangannya sibuk mengutak-atik ponselnya mengabaikan pemuda di sampingnya.

“Arga, kenapa di sini?” tanya pemuda itu lagi dengan suara yang lembut.

“Mau pergi,” jawab Arga ketus.

Pemuda itu menghembuskan napasnya, “Pergi ke mana?”

Pemuda itu sudah lelah karena mencari keberadaan Arga yang kabur dari rumah saat petang tadi -setelah dua jam menangis dan mengumpati dirinya-, yang akhirnya ia temukan di halte. Jarak halte dengan rumah mereka cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, membuat pemuda itu cukup kelimpungan. Pemuda itu bahkan mengagumi Arga yang biasanya cengeng mampu berjalan sejauh ini untuk kabur.

“Kemanapun, asal tidak bertemu lagi dengan Demian.” Arga masih sibuk mengutak-atik ponselnya, sesekali ia akan berdecak kesal dan mengerutkan keningnya.

Pemuda itu tersentak saat Arga mengatakan bahwa ia tidak ingin bertemu dengan dirinya, “Kenapa?” tanyanya penasaran.

“Karena dia telah membunuh Momo. Aku tidak ingin tinggal dengan seorang pembunuh,” ucap Arga panjang lebar.

Demian menatap pemuda pendek di samping kanannya, sama sekali tidak menatapnya, bahkan ketika menjawab semua pertanyaannya. Arga disibukkan dengan ponselnya. Penasaran, Demian melirik ke kanan, berniat mencari tahu apa yang sedang dilakukan kekasihnya itu, dan ia sekuat mungkin menahan tawa saat tahu apa yang sedang dilakukan Arga.

Tempat nyaman untuk menjauh dari seorang pembunuh? batin Demian terkekeh. Tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Arga.

“Ya ampun, mesin pencarian payah!” sungut Arga, tetapi tangannya masih asyik men-scroll layar ponsel.

“Arga,” panggil Demian pelan.

“Diam, pembunuh,” desis Arga.

“Aku minta maaf, benar-benar minta maaf. Lagipula, itu hanya seekor tikus.”

Arga melotot tidak terima, ia menatap langsung ke wajah Demian, “Bodoh! Dia bukan tikus, sudah kubilang itu hamster! Aku hanya pulang ke rumah orang tuaku selama tiga hari, dan kamu sudah jadi seorang pembunuh! Aku sudah menitipkan padamu, tapi kamu tidak bertanggung jawab. Apa kamu tahu bagaimana rasanya ketika kesayanganmu meninggal?” teriak Arga murka.

“Apa bagusnya hamster lemah itu, hanya karena aku lupa tidak memberinya makan selama tiga hari saja, dia sudah mati,” jawab Demian tidak terima karena Arga mengatakan bahwa hamster itu adalah kesayangannya. Hei, di sini Demian lah yang berstatus sebagai kekasih Arga. Demian tidak peduli, bahkan jika ia dicibir karena cemburu dengan seekor hamster.

“Dia adalah satu-satunya temanku ketika aku bosan karena kamu lebih tertarik pada pekerjaanmu itu dan mengabaikanku. Kalau saja bisa, sudah lama aku akan lebih memilih berpacaran dengan Momo,” ucap Arga sengit.

Demian kesal dengan ucapan Arga, tetapi ia tidak bisa mengelak bahwa ia memang yang bersalah di sini. Pekerjaannya sebagai seorang arsitek memang menguras banyak waktunya, bahkan untuk sekadar menyapa kekasih mungilnya setiap pagi, apalagi harus mengingat hamster kecil yang baginya tak kasat mata di saat banyak deadline yang harus ia kerjakan.

Angin malam yang berhembus membuat bulu kuduk Demian meremang, ia melirik Arga yang sekarang menggosok kedua tangannya untuk menghalau dingin.

“Ayo pulang, ini sudah hampir jam sembilan,” ujar Demian sesaat setelah ia melihat jam di pergelangan tangan.

“Pulang sendiri saja sana. Aku sudah bilang, ingin pergi.”

Demian menggigit bibirnya, kesal sekaligus gemas dengan tingkah Arga ketika sedang merajuk.

Ridiculove (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang