Expired Love

2K 137 50
                                    

Ia Haza Perta. Nama yang aneh, tetapi sang pemilik tidak akan peduli. Baginya, nama yang ia punya adalah berkah karena merupakan hasil pemberian orang tuanya yang sangat mencintainya.

Haza Perta, seorang pemuda berusia 20 tahun yang wajahnya terlalu cantik untuk ukuran seorang pria. Kulitnya putih susu dan sangat halus kalau kalian pernah menyentuhnya. Nyatanya, ia sama sekali tidak pernah menyiksa kulitnya agar putih berkilau dan lembut seperti yang dilakukan gadis-gadis di kampusnya. Ini kulit alami, turunan dari ibunya yang masih saja cantik di usianya yang sudah hampir setengah abad.

Selain wajahnya yang cantik serta kulitnya yang indah, Haza juga sangat ... pendek. 160 sentimeter. Dibandingkan dengan teman-teman lelaki lainnya, ia yang paling pendek. Bahkan, dibandingkan dengan Nuni, seorang gadis yang merupakan sahabat kentalnya sejak bayi, Haza masih kalah tinggi. Kadang kala, Haza meratapi tinggi tubuhnya yang tidak pernah bertambah sejak SMP. Ia bahkan rela menyisihkan uang untuk membeli produk peninggi badan. Hasilnya? Justru Haza harus masuk rumah sakit karena pencernaaannya terganggu, dan saat itu orang tuanya memarahinya habis-habisan. Mengatakan bahwa Haza tidak bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan olehnya. Akhirnya Haza menyerah, ia mencoba menerima fisiknya yang sering disangka seorang gadis tomboy.

Haza sedang duduk di perpustakaan di bagian pojok yang tidak terlihat. Jangan berpikir bahwa ia mahasiswa rajin. Yang ia lakukan adalah menutup mata sambil menyandarkan kepalanya di pundak seseorang di sebelah kanannya. Seorang pemuda dengan penampakan yang sangat berbeda dari Haza. Pemuda itu tinggi, badannya bagus karena kau bisa melihat otot-otot bisepnya yang mencoba menampakkan diri dari lengan baju. Wajahnya tampan, tanyakan pada gadis-gadis di kampus siapa lelaki yang tampan di kampus mereka. Nama pemuda -Erin- itu pasti akan disebut sebagai salah satu jajaran pria tertampan di kampus.

"Kau tidur?" tanya si pemuda tinggi pada pemuda di sampingnya.

"Hmm," gumam Haza.

"Masih ada kelas hari ini?"

Haza menggeleng. Ia sedang tidak ingin berbicara sekarang. Ia masih sedikit kesal pada pemuda yang ia pinjam pundaknya itu.

"Marah?" tanya Erin dengan nada bercanda.

"Apa pedulimu?" gerutu Haza dengan memajukan bibirnya.

"Oke, ayo pergi. Jalan-jalan? Belanja?"

"Belanja? Kau pikir aku gadis?"

"Apa laki-laki tidak belanja? Kau tidak pernah membeli sepatu? Baju?"

"Kau kan masih ada kelas," ujar Haza mengalihkan topik. Ia sudah menegakkan badannya dan kepalanya menoleh menghadap Erin.

"Jadi, kau tidak ingin pergi?"

"Apa aku bilang tidak ingin pergi?"

"Kau benar-benar akan menjadi penyebab gagalnya ujianku," ujar Erin sambil terkekeh.

"Itu! Itu! Aku tidak ingin pergi!" teriak Haza. Matanya berkaca-kaca.

"Hei, cengeng. Kau pikir otak jeniusku bisa dibandingkan dengan kelakukanmu? Aku lebih jenius daripada semua tingkah paling konyolmu, oke?" Erin menepuk-nepuk kepala Haza pelan.

"Sana pergi ke kelas!"
Haza masih kesal. Ia mendorong-dorong Erin menjauh.

"Oke."
Erin berdiri. Ia mengambil tas yang berada di samping Haza.

Tiba-tiba setetes air mata mengalir di pipi Haza.
"Kau menyebalkan! Ini anniversary kita yang kedua. Tapi selama kita bersama kau bahkan semakin menyebalkan saja."
Lalu tetes-tetes air mata yang lain menyusul, berlomba membasahi pipi Haza yang mulus.

Erin menggigit bibirnya gemas. Ia menunduk, mencubit pipi Haza dengan keras dan membuat si empunya pipi semakin terisak.

"Cengeng."

Ridiculove (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang