10: Libur Panjang

610 113 27
                                    

Setelah perjalanan selama satu jam lebih sedikit disertai sembilan puluh menit perjalanan laut, akhirnya semua sampai di sebuah home stay dengan pantai yang membentang luas di depannya. Kita semua bersepuluh, please, udah kaya mau tawuran gak sih. Akhirnya kita bisa hilangin setres dari jutaan angka di sekolah. Kita perginya pake tour, tapi yang gue tahu di sini tetep ada waktu bebasnya.

"Di sini siapa yang namanya Nandana?"

"Saya, Kak." Tour guide-nya langsung sapa Nanda dengan senyum yang super manis.

Semua booking dan lainnya Nanda yang urus, walaupun receh-receh gitu kenalan Nanda banyak. Gara-gara Nanda juga kita dapet potongan 15%.

"Gak usah formal-formal ya sama gue, umurnya 11 : 12 kok sama kalian. Nama gue Juano Dahara, akan sama kalian selama tiga hari. Kalau ada perlu apa tinggal kontak gue, okay?"

Gue rasa nih cowok tour guide paling asik yang pernah gue temukan. Santai banget dia, kaya beneran pergi bareng teman seumuran. Apalagi dia emang masih muda, kayanya umurnya gak beda jauh sama umur kakak gue.

Kita semua ikutin instruksi Juan yang minta kita taruh barang bawaan di home stay habis itu ikut dia. Dengan bermodalkan kameranya Gavin dan juga pinjaman kamera dari kakak gue, kita foto-foto. Dari foto bermutu dengan view bagus sampai foto receh derp-nya Nanda juga.

"Oke guys, sambil nunggu sunset lo semua bisa keliling. Di sini banyak yang jualan mulai dari makanan sampai sovenir."

Sambil tunggu sunset, kita semua jalan ke tepian pantai. Membasahi kaki dengan air laut yang menyapu bibir pantai. Semuanya tertawa lepas, hilangin setress tentang sekolah. Apalagi Erin tuh yang bentar lagi UN.

"Ciyee ada yang lain marahan," celetuk Xevi.

Pas itu juga semua langsung lihat ke arah gue yang lagi cipratin air ke Sasha dan juga Nanda. Gue terdiam, sambil lihatin mereka dan bilang kenapa pada lihat gue semua.

"Lah, emangnya siapa lagi yang berantem kalau bukan elo?" celetuk Sasha sambil ketawa.

Gue cuma diam aja, habis itu jalan ke arah Gavin yang lagi duduk di atas pasir jagain kamera. Kasihan banget dia, ke pantai bukan main air malah jaga kamera. Jadi gue berniat menawarkan diri untuk gantian jaga kamera.

"Gavin."

Yang dipanggil cuma diam aja, matanya lurus ke depan. Ke arah pantai yang sebentar lagi akan disambut sunset. Ett, tunggu, bukan ke matahari, tapi ke seseorang yang lagi main air di sana.

"Ciyeee Gavin, serius banget, ciyeee." Gue duduk di samping dia yang akhirnya mengalihkan pandangan ke arah gue.

"Ciye apaan, Derr?"

"Lo liat ... ehh nanti jatuh, Vin."

Gue syok pas dia langsung lempar kamera punya dia sendiri ke gue. Ampun deh, ini anak kebanyakan duit atau gimana, mending buat gue aja kameranya.

"Tapi iya, kan? Dia memang cantik kok, luar dalem lho, Vin."

"Tapi lo gak paham gue, Derr."

"Lho, apanya yang gak paham?" tanya gue seraya mendekatkan kamera ke mata, memfoto teman gue yang lagi main air satu per satu di tengah sunset yang hampir aja tiba.

"Dia gak segampang gitu."

"Wesss, lo udah nyoba, dong? Coba gaya dikit, Vin." Pas setelah itu bunyi 'klik' terdengar.

Foto Gavin candid di pantai sambil tunggu sunset. Ahaii, ini gue cetak bisa jadi barang komersial di sekolah nih. Yang fans ama Gavin banyak banget tahu, kesempatan nambah uang jajan gue nih, mayan.

OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang