1: Kelompok

2.9K 223 120
                                    

Masa sekolah apalagi SMA itu rasanya memang paling asik dan membahagiakan. Nah, tapi bagaimana kalau ternyata ini kisah anak SMK jurusan Akuntansi pula. Yaelah, itu sih kata orang-orang aja asik, memang sih asik dan membahagiakan, tapi lo enggak mungkin lupa sama tugas menggunung nan menyiksa, kan? Nih buktinya.

"Ayo berhitung, kita akan buat kelompok selama satu tahun, ya. Jadi temen kelompok kamu itu aja, biar gak ribet."

Wali kelas selaku guru kewirausahaan maju ke depan, meminta muridnya berhitung satu sampai delapan. Semua muridnya langsung pasang muka jelek, ya jelas dong, mana baru kelas satu, gak ada yang kenal, belum punya squad kalau bahasa kerennya sekarang mah. Apalagi ini buat satu tahun coy, enek, enek deh.

"Yakin Bu buat setahun? Namanya aja belum tentu inget semua." Nanda, cowok yang duduk di pojokan itu langsung nyeletuk.

"Justru biar kenal sama yang lain." Ketua kelas yang baru aja selesai dipilih kemarin langsung keluarin suara. Sungguh bijak sekali, jangan sampai dia yang ngeluh tentang anggota kelompoknya sendiri.

"Nah, Dimitra bener, ayo itung."

Jeng jeng, akhirnya tuh pembagian kelompok selasai. Sumpah serapah langsung keluar dari bibir gue, hell-o, kelompok gue lima orang. Terus gue cewek satu-satunya, harus bagaimana gue?

"Nah, sekarang duduk sama kelompok masing-masing."

Gue membereskan buku, mau enggak mau, ya bagaimana lagi. Cowok semua, takut enggak sih, terus kalau kerja kelompoknya di rumah bagaimana. Perumpamaan yang cocok buat gue adalah seekor kelinci masuk ke kandang singa.

"Sekarang kenalan sama yang lainnya."

Wali kelasnya sih sans aja, sekaligus pengen anak-anaknya kenal lebih dekat. Gue sekarang duduk di depan empat cowok—yang gue akui—tampan. Mereka saling lempar pandangan, tatap-tatapan, dan berujung fokus ke gue yang satu-satunya cewe.

"Kayanya kenalan dulu ya? Udah pada tau nama gue, kan?"

Dimi, selaku ketua kelas berusaha mencairkan suasana. Gue cuma angguk-angguk aja, cari aman. Btw nama ketua kelas itu panjang banget, sampe tiga kata, Dimitra Elvan Dirgantara.

"Nandana Alteria, panggil aja Nanda." Cowo kacamata itu memperkenalkan dirinya dengan logat bahasa Indonesia yang cukup aneh, tapi untungnya masih bisa dimengerti.

"Gue Pradipta Naharu, panggil aja Dipta." Yang satu ini wajahnya judes, tapi kalau lama-lama diperhatikan mukanya malah lucu abis. Cuma nih, jangan coba gebet dia deh, soalnya sudah punya cewek. Satu lagi, gue kenal sama ceweknya.

"Lo Derra, kan? Sepupunya Erin?" Gue langsung angguk kepala sambil senyum, enggak sangka juga akan sekelas sama cowoknya Erin di sini.

"Mada." Singkat, padat, dan jelas. Irit banget, tidak basa-basi saat menyebutkan nama panjangnya.

Gue yang dari tadi asik sendiri mendengarkan mereka sampai lupa mengenalkan nama gue. "Handerra Benzani, panggil aja Derra."

Semua sudah masuk ke kelompok masing-masing dan perkenalan diri. Wali kelas kita sudah langsung kasih tugas aja, luar biasa. Di mana-mana satu minggu ya santai dulu kali, ya, ini sudah ada tugas.

"Kalian akan buat karya tulis tentang seorang entrepreneur. Produk apa yang ia bawa dan bisa gak sih kita jadi mereka."

Metong deh, susah sih enggak tugasnya. Cuma masalahnya gue sekelompok sama cowok semua. Pertama ya biasanya cowok agak susah diajak kompromi, tapi lihat muka mereka kayanya enggak deh. Terus, ini kalau mau kerja kelompok seram gak sih cewek sendiri.

"Karena gak terlalu susah, Ibu tunggu hasilnya minggu depan."

Satu kelas langsung sorak enggak jelas, masa cuma satu minggu aja waktunya. Cuma gue ya terima aja selama bisa dikerjakan.

OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang