Hati-hati Hayoung menyapukan kuasnya ke kanvas putih. Menutupi sebuah sketsa gambar taman bunga yang tergores tipis menggunakan pensil. Tak terlalu buruk. Ia hanya perlu menggunakan komposisi warna yang tepat agar karyanya menjadi indah. Usai membubuhkan warna hijau di beberapa bagian, Hayoung menjauhkan kuasnya dari kanvas. Seperti kehabisan ide, ia diam memandangi sketsanya, mempertimbangkan warna lain yang akan ia torehkan. Hayoung tak terlalu buruk dalam menggambar sketsa atau arsiran. Tapi memadukan warna bukan keahliannya.
Kelas lukis siang itu membahas tentang lukisan panorama. Lebih tepatnya mereka mendapat tugas melukis panorama. Guru seni meninggalkan mereka setelah memberikan instruksi dan sedikit mengulang teori yang mereka pelajari di pertemuan sebelumnya. Supaya siswa lebih leluasa berkarya katanya. Setiap siswa duduk di bangku tunggal. Di hadapan mereka sebuah easel kayu yang menopang sebuah kanvas kosong 30x40 cm. Setelah memahami tugas dari gurunya, mereka sibuk mencorat-coret kanvas sesuai idenya.
Hayoung mencoba mencari ide dari temannya. Ia menoleh, menatap Minhyun yang duduk di bangku sampingnya. Pria itu sedang berkonsentrasi menggoreskan kuas di kanvasnya. Hayoung mencondongkan tubuhnya ke arah Minhyun, melihat lukisan karya temannya itu. Lukisan sebuah kota saat senja tampak hampir selesai. Didominasi warna gelap pada siluet gedung bertingkat dan warna jingga yang mendominasi bagian langit. Tak ketinggalan titik-titik putih yang menunjukkan pendar lampu malam.
Merasa diperhatikan, Minhyun menengokkan kepala. Didapatinya Hayoung yang sedang melihat lukisannya. Hayoung membalas tatapannya dengan tersenyum sambil mamerkan jempol kirinya. Sadar sedang dipuji, seketika wajah Minhyun bersemu merah. Dia menanggapi pujian itu dengan senyuman.
Minhyun merasa harus membalas pujian dari Hayoung. Dia berusaha melihat hasil kerja Hayoung. Namun pemiliknya berusaha menutupi menggunakan kedua tangannya. Minhyun berdiri, mendekat pada kanvas Hayoung. Tangannya menyingkirkan tangan Hayoung yang menghadang penglihatannya.
"Gambar ku biasa saja. Aku..masih bingung warna yang sesuai,"jelas Hayoung.
Minhyun melihat lukisan Hayoung dengan seksama. "Menurutku warna-warna cerah sesuai dengan lukisanmu,"usul Minhyun.
"Apa tidak terlalu ramai dan norak?"
"Menurutku lukisanmu akan terkesan hidup dan ceria seperti.. pembuatnya,"ucap Minhyun pelan di akhir kalimat sambil melangkah kembali ke tempat duduknya.
Hayoung memandangi lukisannya yang masih didominasi warna putih kanvas. Sepertinya tak buruk mengikuti usul Minhyun. Daripada lukisannya tak kunjung selesai. Hayoung sudah akan mengoleskan warna merah pada gambar sekumpulan bunga ketika fokusnya terganggu.
"Aaahhh..!!" sebuah teriakan keras berhasil menyedot perhatian seisi kelas. Derap langkah kaki berlomba menghampiri sumber suara. Meninggalkan lukisan satengah jadi mereka. Seorang wanita berdiri tegang dengan pakaian yang kotor. Kemeja putih sebelah kirinya berlumur cat lukis. Beberapa bercak sipratan cat mengenai pipi, rambut, dan keningnya. Tak jauh dari kakinya sebuah palet tergelak pasrah dengan isi yang hampir habis.
Pertanyaan bertubi-tubi terlontar untuknya. Menanyakan keadaannya atau kronologi kejadian. Hayoung merengkuh pundaknya yang bersih untuk menenangkan,"Seulji,kau baik-baik saja?". Hayoung dan seorang teman perempuan membantunya membersihkan cat dari tubuh dan pakaiannya menggunakan tisu.
"Hayoung...aku..", wanita itu tergagap."Kau membawa baju cadangan?" tanya Minhyun yang prihatin dengan pakaian temannya. Seulji hanya menggeleng.
"Kau pakai saja seragam olah ragaku,"Hayoung mengambil seragam olah raga dari tas ranselnya. Seulji hendak menolak tawaran Hayoung. Namun tubuhnya terburu dijauhkan dari keramaian dan dituntun keluar kelas tanpa sempat mengatakan sepatah katapun.
Seperginya kedua gadis itu, sang ketua kelas membuyarkan kerumunan. Semua siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing, melanjutkan lukisan yang belum selesai. Beberapa masih kusak-kusuk membicarakan kejadian tadi. Entah bagaimana Seulji yang berdiri dari tempat duduknya sambil membawa palet penuh cat kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Mungkin terjerat tali sepatunya.
Tak lama kemudian Hayoung kembali ke kelas dengan membawa kain pel. Seorang teman perempuan menghampirinya. Mereka berdua membersihkan lantai yang terkena cat. Minhyun dan sang ketua kelas yang melihatnya langsung ikut membantu kedua gadis itu. "Bagaimana Seulji?", tanya ketua kelas pada Hayoung.
"Sekarang dia sedang membersihkan diri dan mengganti pakaiannya," jawab Hayoung sambil mengelap lantai.
"Baguslah,"sahut teman wanita mereka. Tiba-tiba Seulji yang sudah menggunakan baju olah raga Hayoung ikut bergabung membersihkan lantai dari cat. Mulutnya berkali-kali mengucapkan maaf dan terimakasih pada teman-teman yang telah membantunya.Setelah memastikan tidak ada sisa cat di lantai, mereka kembali melanjutkan tugasnya. Hayoung akan mengembalikan kain pel ke gudang terlebih dahulu. "Biar aku,"tawar Minhyun yang sudah memegangi gagang pel.
"Tak apa, aku juga perlu cuci tangan,"tolak Hayoung sambil memamerkan tangannya yang dipenuhi noda cat. Minhyun pasrah menyetujui keinginan Hayoung. Ia menyusul temannya yang lain melanjutkan lukisannya.
Minhyun menambahkan cat warna merah di paletnya ketika Hayoung kembali ke tempat duduk di sebelahnya. Minhyun otomatis menoleh saat menyadari seseorang hadir di sampingnya. Hayoung yang baru kembali dari pantri tersenyum singkat membalas tatapan Minhyun. Lalu meraih palet dan kuasnya dan kembali menekuri lukisannya.
Sebaliknya, Minhyun tak bisa mengalihkan pandangannya dari Hayoung. Gadis itu tampak agak berantakan. Peluh memenuhi wajahnya. Ikatan rambutnya tak bisa dibilang rapi. Ada sisa cat di keningnya. Mungkin dari tumpahan cat Seulji yang tadi mereka bersihkan. Sekilas Minhyun teringat kejadian saat Hayoung menenangkan Seulji yang panik. Lalu tanpa banyak pertimbangan meminjamkan bajunya dan tanpa rasa enggan mau berkotor-kotor membersihkan lantai.
"Cantik"
Minhyun terkejut. Tak percaya apa yang baru meluncur dari bibirnya. Itu sungguh diluar kendali. Seperti udara yang otomatis berhembus setelah memenuhi paru-parunya. Susah payah ia menelan ludah. Dalam hati ia mengomeli dirinya sendiri. Sejak kapan ia menjadi orang yang sembarangan bicara. Dan Hayoung, entah bagaimana ia akan menilai Minhyun.
Hayoung sepertinya mendengar ucapan Minhyun. Ah tentu saja, tak perlu usaha keras untuk mendengar celetuk Minhyun yang cukup keras tadi. Sekarang, di hadapannya gadis itu memandang ke arahnya dengan tatapan menuntut penjelasan. Atau mungkin meminta kepastian tentang apa yang ditangkap indra pendengarnya.
Minhyun mengerjap pelan. Otaknya berfikir cepat. Mencari alibi untuk mulutnya yang tak tahu malu itu.
-fin-

KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapamu
Fiksi PenggemarHwang Minhyun yang pemalu, Oh Hayoung yang easy going dan cerita-cerita kecil mereka Just short stories