PART 01

384 111 118
                                    

"Jadi, lo belum ngerjain tugas apa Ra?" Aku sedikit terkejut, Rio tiba-tiba datang sambil menepuk bahuku, bahkan buku novelku hampir saja terjatuh dari pegangan.

"Perasaan gw, lo gak pernah lupa ngerjain tugas deh Ra." Sambungnya lagi.

Dari mimik wajahnya, dapatku simpulkan bahwa Rio tengah mencurigaiku, sahabat paling ngeh emang.

"Lo pikir manusia gak pernah buat kesalahan gitu? Sepintar dan serajin apapun pasti mereka pernah khilafkan?" Jawabku seadanya.

"Bener juga sih, tapi kenapa lo malah baca novel, bukannya ngerjain tugas?"

SKAKMAT!

"Em---in--anu cerita-nya, ya ceritanya! Ceritanya lagi seru, sayang di skip entar feel-nya gw lupa." Padahal aku sudah lupa feel-nya sejak Raffa dan Sinta keluar kelas tadi.

Rio mengganggukkan kepalanya kemudian duduk di kursi depan lalu memutar tubuhnya agar menghadapku.

"Jujur deh sama gw, lo suka kan sama Raffa?"

Lantas mataku melotot, kenapa dia tanya kaya gitu?

Rio menaikkan satu alisnya menanti jawabanku, bahkan aku bisa membaca ekspresinya yang sangat tidak sabaran itu.

Sebelum menjawab, mataku menelusuri sudut kelas barangkali masih ada siswa siswi yang mojok atau bahkan menguping pertanyaan Rio tadi.

"Atas dasar apa lo bisa nyimpulin perasaan gw kaya gitu?" Tanyaku balik menyelidik, kali aja dia ada indera membaca pikiran orang lain, yang tidak ku ketahui selama ini.

"Cuman nebak aja sih." Jawabnya santai.
"Dua belas tahun sahabatan dan gak ngerasain apa-apa itu kaya mustahil aja menurut gw." Sambungnya lagi.

"Emang mustahil." Jawabku sambil mengangguk.

"Hah?" Rio menatapku bingung.

"Karena dari persahabatan tumbuh rasa kasih sayang, kepedulian dan kepercayaan."

Wajah Rio melesu "elah ngeles aja lu kek bajaj."

"Terus gimana sama lo? Udah 6 tahun sahabatan sama gw, emang lo gak ngerasain apa-apa gitu?" Aku tersenyum geli melihat ekspresinya yang tiba-tiba menjadi gugup.

Dengan gugup Rio mengangkat tangannya untuk menggaruk kepalanya yang kutebak sama sekali tidak gatal itu.

Aku mendekatkan wajahku padanya agar aku bisa lebih leluasa melihat wajahnya yang lucu itu tiba-tiba memerah. Aku baru tahu ternyata laki laki bisa malu-malu ditanyai perempuan.

"Apaan sih Ra." Rio mendorong kening kepalaku pelan dengan ujung jari telunjuknya.

"Jadi lo suka ya sama gw?" Tanyaku jahil.

Rio mengangguk.

"Tuhkan lo suk---Haaah?" Aku mengerjapkan mataku lalu mengucek uceknya untuk memastikan tidak salah lihatkah aku tadi?

Rio mengangguk kembali, ketika aku menatapnya lagi.

TEEEETTTT TEEEET!!!

Setelah suara bell berhenti tiba-tiba Rio bangkit dari kursinya lalu satu persatu siswa-siswi mulai berdatangan menduduki kursinya masing-masing.

***

Aku membenarkan ucapan Rio sebelumnya "Dua belas tahun sahabatan dan gak ngerasain apa-apa itu kaya mustahil aja menurut gw."

Dan aku memang merasakannya.

Tidak ada persahabatan antara cowok dan cewek yang tidak memiliki perasaan lebih.

MUTIARA (COMPLETE!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang