Present time

86 9 9
                                    


11 tahun berlalu. Tanpa terasa. Waktu bergulir begitu cepat. Hari demi hari telah berganti, tahun demi tahun telah terlewati. Tinggal. menyisakan kenangan yang bersemayam di hati para pemilik nya.

Kini semuanya telah berbeda Amel sekarang sudah dewasa, gadis bermata abu-abu itu sekarang telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang penyendiri.

Amelie Robert Hemmings. Adalah nama pemberian ayah dan ibunya. Hidung mancung, bola mata abu-abu, dan berambut hitam panjang adalah ciri-ciri nya. Ia lebih senang membiarkan rambutnya terurai sehingga berkibar saat terhempas angin, dia sangat suka dengan kucing dan kadang-kadang ia bersikap chilidish. Ayahnya berkewarganegaaraan Irlandia dan ibunya asli orang Indonesia. Jadi tak heran jika Amel memiliki paras yang sedikit ke barat- baratan.

Malam itu sekitar pukul 10 p.m masih disekitar area Temple Bar. Temple Bar adalah sebuah Pub yang terletak di jantung kota Dublin dan menjadi daya tarik bagi turis-turis mancanegara karena disana lah tempat bir Guinnes yang mendunia itu berasal, menjadi landmark negara Irlandia. Bangunan itu khusus dibuat oleh pemerintah Irlandia sebagai salahsatu objek wisata untuk melestarikan bangunan bersejarah.

*) Pub adalah tempat semacam bar

Sreek.. Sreek.. Sreek. Bunyi sepatu yang bergesekan dengan batu alam di jalanan malam City Center tak terhiraukan oleh hiruk pikuk kota bir itu yang semakin malam udaranya semakin menusuk hingga ke tulang. Orang-orang masih sibuk berlalu lalang mencari kesenangan mereka masing-masing.

Ibarat dikata, tiada tempat tanpa Pub di kota Dublin. Di semua sudut kota kita dapat dengan mudah menjumpai tempat-tempat seperti itu.

Skinny jeans warna hitam dipadu dengan baju yang berwarna senada ditambah mantel berwarna hitam panjang menjadikannya invisible diantara keramaian malam.

Malam itu Melie sedang menyusuri kota dengan tatapan kosong. Ia tak tahu entah kemana kakinya akan membawanya pergi. Prestasinya di sekolah, harta berlimpah, rumah mewah dan barang barang mewah yang dimilikinya sekarang bukanlah menjadi obatnya. Dia sendirian.

Lagu bergenre pop-rock berdentum di kedua telinganya. Ia senang memasang earphone di telinganya dan meyetel musik dengan volume tinggi.

Kriing... Kriiiing...
Ponsel Melie berdering.
Tak tersentuh.

Kriiing.. Kriiing...
Masih tak tersentuh.

Mungkin sang empunya sangat tidak tertarik dengan pembicaraan di telepon.

Kriiiing...Kriiiing..
Dering telepon yang ketiga benar-benar membuatnya kesal, terpaksa ia mengangkat teleponnya karena muak dengan suara deringan handphone nya.

"Halo, ma.. Kenapa kok tumben nelpon aku jam segini?" tanyanya dengan sedikit hilang kesabaran.
"Loh memang apa salahnya Melie jika mama menelpon kamu, mama khawatir denganmu nak." jawab seseorang di seberang sana.

Huuft.. Ia mengembuskan napas nya dalam dalam untuk mengumpulkan tenaga lalu melanjutkan kata- kata nya.

"Bukannya mama lagi sibuk ya ngurusin sekolah nya Arzae? Kalau mama kangen sama Arzae mama tinggal telepon langsung aja ke dia. Palingan dia dirumah lagi nonton netflix." jawabnya kecewa. Lalu buru buru dimatikannya sambungan teleponnya.

Saat ini ia hanya ingin sendiri, menikmati keheningan di dalam keramaian.

Sebenarnya bukan ini yang ingin dikatakannya. Namun rasa sesaknya di dada sudah tak dapat dibendung lagi dan akhirnya diungkapkannya dengan kata kata itu.

Sebenarnya Melie sangat menyayangi kedua orang tuanya melebihi apapun di dunia ini. Namun semenjak Arzae datang dalam hidupnya, perlakuan kedua orang tuanya berubah drastis. Ditambah pula seseorang yang berarti dalam hidupnya tiba- tiba menghilang meninggalkannya sendiri dalam kesunyian.

Melie adalah nama panggilan Amel di Irlandia. Baik orang tuanya, guru, maupun kawan-kawan sekolahnya di Irlandia memanggilnya dengan sebutan itu.

Inilah awal peristiwa yang mengubah semuanya dan menjadi penyebab semua kekacauan ini terjadi.

Bertemu DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang