Bel baru saja bordering. Beby dan tiga sahabatnya melenggang melewati gerbang sekolah. Mereka berjalan di trotoar sambil bersenda gurau.“Pst, Beb. Liat deh di depan!” Findy menyenggol lengan Beby.
Jantung Beby berdetak kencang melihat Aska menghadang di depan dan memasang wajah paling horor. Meski hati Beby gentar, namun Beby memberanikan diri. Ia tidak mau terlihat lemah di mata Aska. Di dunia sekolah, hanya satu prinsip yang membuat seseorang akan ditakuti, tidak boleh kalah gertak. Itu saja.
Beby berusaha tetap berdiri tenang di posisinya meski ketiga sahabatnya melangkah mundur dan berhenti di jarak semeter dari tubuhnya. Yona, Findy dan Arsy mengerutkan dahi dengan jantung berdegup kencang melihat Beby tenang-tenang saja saat Aska berjalan mendekatinya.
“Aduuh… tu cowok mau ngapain, sih?” Arsy yang paling cengeng mencengkeram erat lengan Findy. “Ganteng-ganteng horor banget.”
“Mau marah-marah kali. Gara-gara yang tadi. Beby sih pake ngejawab pertanyaan Pak Toha segala. Runyam deh urusannya,” balas Findy berbisik.
“Yona, lo bantuin Beby, gih. Gue takut Beby pingsan kena tonjokan Aska,” bisik Arsy sembari mengelap keringat yang mengalir di pelipis saat mengingat kepalan tangan Aska yang pernah menjotos muka lawannya ketika berkelahi di belakang sekolah. Ia pun ngeri.
“Kita liat aja, apa yang bakal dia lakuin.” Yona memperhatikan wajah Aska, lebih sadis dibanding perampok bersenjata.
“Mau ngapain lo?” tantang Beby dengan kedua tangan menyilang di dada.
Aska berjalan mendekati Beby hingga mereka berdiri berhadapan di jarak yang sangat dekat. Andai saja tangan Beby tidak menyilang di dada, badan Aska pasti sudah menyentuh bagian paling menonjol milik Beby. Lelaki itu mengunyah permen karet, menatap bola mata Beby dengan sorot membunuh.
“Hukuman tadi adalah hukuman paling memalukan dan ngejatuhin reputasi gue,” kata Aska datar. “Gue mesti bergoyang tanpa jeda. Gue capek.”
“Kalo elo nggak suka, elo nggak perlu nurutin perintah Pak Toha. Selesai, kan?”
“Gue masih butuh sekolah.”
“Trus?” Beby tidak perduli.
“Trus gue mesti mandi keringet. Gue paling benci sama yang namanya keringetan.”
“Apa kaitannya sama gue?” balas Beby lantang.
“Elo mesti ngerasain hal yang sama.”
“Kalo elo punya cara untuk ngebuat gue ngerasain hal yang sama, lakukanlah!” Beby melewati Aska dan berjalan meninggalkan cowok itu. Namun langkahnya terhenti ketika pergelangan tangannya terasa hangat oleh sentuhan tangan.
Beby menoleh dan mendapati Aska yang masih dalam posisi memunggunginya. Sementara tangan Aska mencengkeram erat tangan Beby.
“Lepasin!” Beby memberontak berusaha melepaskan tangannya dari pegangan Aska. Kekuatan Aska dua kali lipat jika dibanding tenaga Beby hingga membuat Beby tidak berkutik. “Akhh.. Sakit!” Beby merintih merasakan tangannya digenggam terlalu kuat.
“Waa… bakalan seru, nih,” Yona mengambil ponsel dan merekam adegan itu.
“Kampret lo ya, temen lagi menderita malah bilang seru.” Arsy menyenggol lengan Yona membuat rekaman jadi kabur akibat tergoyang.
“Iiiiih… Lo diem aja kek. Liatin aja napa.” Yona kesal sambil memperbaiki arah kameranya supaya tepat sasaran.
Aska diam saja dan membiarkan Beby berkutat meronta memutar-mutar tangan agar lepas dari genggamannya. Tapi percuma, tenaga Aska benar-benar dahsyat. Dan kini Beby lebih mirip tikus kepencet drum. Saat itulah Aska memutar badan hingga kini berhadapan dengan Beby.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Beby!
Fiksi RemajaBeby hamil? Bahkan Beby yang mengetahui perubahan kondisi tubuhnya pun tidak menyangka jika ternyata ada janin dalam tubuhnya. Ia hampir saja putus asa, di tengah posisinya yang masih duduk di bangku SMA, bagaimana bisa ia menanggung kemungkinan bur...