[3/5]

1.1K 368 14
                                    

|03 : Between Black and White|






Hari ini tidak ada tanda-tanda jika Guanlin akan datang. Seonho telah menunggu selama tiga jam. Untuk yang kesekian kalinya, Guanlin melewati pukul sebelas lewat sebelas.

"Dia memang pantas untuk dibenci." Seonho bergumam dengan kedua tangan yang terkulai lemah di atas sofa yang tengah dia duduki. Matanya terpejam sebentar dan tidak sampai dua detik, matanya kembali terbuka.

Hanya untuk berjaga-jaga, siapa tahu Guanlin tetap datang walaupun terus-menerus mengingkari janjinya. Memang Seonho memiliki banyak alasan untuk mencintai dan membenci suatu hal.

Cinta diibaratkan warna putih. Satu warna yang rapuh dan mudah goyah walaupun awalnya, warna itu terbentuk dari refleksi tujuh warna pelangi. Itulah yang disebut emosi. Tentang mengapa cinta mudah sekali goyah hanya karena setitik warna lain.

Sedangkan hitam, diibaratkan sebagai kebencian. Hitam adalah warna yang kuat dan tidak akan pernah rapuh ketika ditimpa warna apapun. Kelemahannya adalah warna putih, karena hanya warna itulah yang akan membuatnya goyah sehingga menciptakan warna baru.

Dan Seonho terus berpikir jika hitam dan putih yang berputar tiada henti dalam kehidupannya saling memiliki keterkaitan satu sama lain.

"Guanlin benar-benar tidak akan datang, ya?" Seonho bertanya pada dirinya sendiri dengan bibir yang dimajukan.

Diam-diam, kedua tangannya mengepal dengan erat. Menahan air matanya yang siap turun entah untuk yang keberapa kalinya pada waktu dirinya sedang menunggu Guanlin. Bibirnya digigit kuat, sangat kuat sehingga lidahnya mencecap rasa besi karena bibir itu mengeluarkan darah.

Pada saat-saat seperti ini, Seonho berharap Guanlin akan menghentikan perbuatan bodohnya, menangkup pipinya, dan mengecup bibirnya dengan lembut sekadar untuk menghentikan darah keluar.

Tetapi, itu hanyalah harapan Seonho semata. Hari ini Guanlin tidak datang dan hal ini tentu saja membuat Seonho merasa khawatir. Seonho takut jika Guanlin tidak akan pernah datang lagi untuk memberinya pelukan hangat, ciuman lembut, atau bisikan yang membuatnya tenang.

"Aku memang bodoh."

Tangis Seonho pecah. Kepalanya tenggelam diantara bantal sofa yang sebelumnya sengaja dia susun bertumpuk. Mungkin, mata Seonho akan bengkak jika dia terus-terusan menangis seperti ini.

Terlihat payah, namun Guanlin juga bersalah karena tidak pernah menepati janjinya. Seonho mencintai pukul sebelas lewat sebelas, tetapi membencinya disaat yang bersamaan. Ada banyak alasan mengapa Seonho menyandingkan warna hitam dan putih pada saat yang bersamaan.

Seonho menghela nafasnya panjang, berusaha untuk menghentikan tangisannya sendiri. "Aku tidak akan menyerah. Aku tetap akan menunggu Guanlin walaupun dia mengingkari janjinya."

Kebencian Seonho pada hal yang bernama menunggu adalah karena pikirannya terasa dibebani oleh berbagai macam presepsi yang kurang menyenangkan dan kecintaan Seonho pada hal yang sama adalah karena dirinya sendiri yakin jika suatu saat nanti, Guanlin akan menepati janjinya tepat pada pukul sebelas lewat sebelas.






|To Be Continued|

11:11 ㅡguanho✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang