00 ˙․

431 59 1
                                    

Di sebuah stasiun kereta yang sedang ramai akan manusia berbalut kemeja rapih, terdapat dua anak kecil sedang memeluk satu sama lain. Diduga salah satu mereka sedang menunggu keberangkatan keretanya

Kedua anak bocah itu ternyata sedang menangis, perang ingus, meper di baju masing-masing. Kemeja yang dikenakan merekapun sudah penuh dengan ingus campur air mata.

Mereka itu nangis kayak habis ditolak skripsi aja, padahal umur mereka masih jauh dari bau kuliah.

Seorang ibu terbirit-birit menghampiri mereka setelah mendengar tangisan kenceng dari arah situ. Ia mengusap kedua rambut mereka, mencoba menenangkan.

"Walah, udah kelas 4 SD kok masih nangis, sih?"

Bukannya tenang, tangisan sepintil cowok pendek itu semakin menjadi-jadi. Si ibu sampai elus-elus dada saking bingung cara nenangin mereka.

Sejurus kemudian, kepala sang ibu menoleh sinis ke arah belakangnya, di mana ada beberapa ibu-ibu 30 tahunan sedang menggibah tentang dirinya, dengan volume kencang.

"Iri mah, tinggal bilang aja, bu. Saya santuy kok orangnya." ㅡ Ibu dari anak bernama Ahn Hyungseob.

Akhirnya sambil mengelus kedua kepala anak itu, si ibu bertanya, "Woojinie sama seobie beneran gak mau pisah, ya?"

Yang ditanya malah diem. Masih meluk erat-erat satu sama lain sambil sesunggukan.

Kira-kira setelah 5 menitan si ibu nenangin, kedua anak itu melepas pelukan masing-masing dan mulai menatap sang ibu.

Wajah mereka sudah tidak karuan lagi bentukannya. Iler, ingus, air mata, semuanya campur aduk. Tapi mereka masih keliatan ganteng di mata ibunya.

Dari tiga orang di situ, seorang bocah yang kulitnya paling putih tiba-tiba menarik lengan baju milik ibunya.

"Nanti kalau aku pergi ke Daegu, Aku sama Woojin gimana mainnya, ma?"

Cowok di sebelahnya mengangguk dengan semangat, terus ngegandeng tangannya Seobie seperti seorang kakak.

Hari-hari mereka biasanya dipenuhi dengan bermain. Hampir setiap harinya, Woojin dan Hyungseob pergi ke taman dekat rumah mereka dan menghabiskan waktu di sana. Main jungkat-jungkit lah, ayunan lah, bola lah, pokoknya maen sampai ibu mereka nyuruh pulang.

Dari jaman mereka masih ngomong R jadi L sampai sekarang mereka kelas 4 SD.

Terus kenapa mereka nangis kejer banget?

Ya iyalah namanya juga anak kecil. Mau ditinggal temen satu-satu nya selama bertahun-tahun tuh tidak mudah :'

Lanjut ke tkp.

Si ibu diem aja ngga nanggepin pertanyaan anaknya. Dia juga bingung harus jawab apa kalau anaknya tau kalau mereka gabakal pulang kalau Hyungseob belum sma.

Pusink kepala si ibuk.

Mau ga mau, si ibu harus mengalihkan pikiran mereka dari perpisahan ini. Kebetulan ada stan es krim menangkring tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Mereka akhirnya diajak oleh sang ibu untuk jajan es krim. Anak kecil pasti demen es krim. Begitu mereka mengiyakan ajakan ibu itu, mereka langsung lari larian ke tempat yang jualan es krim.

Habis jajan, mereka duduk di salah satu kursi ditemani oleh 2 orang ibu. Satu ibu Hyungseob, satu lagi ibunya Woojin.

Saking seneng dan serunya makan es krim, Hyungseob dan Woojin jadi lupa apa yang mereka tangisi beberapa menit yang lalu.

Kedua ibu itu lega. Mungkin anaknya itu bisa dibohongi dikit biar nggak nangis lagi.

Nggak terasa waktu keberangkatan kereta Hyungseob tiba. Ibu Hyungseob membanguni anaknya yang tertidur bareng Woojin. Anaknya yang masih sadar itu langsung nanya kenapa.

"Kita udah mau berangkat, nak. Kamu goodbye-an dulu tuh, sama Woojin." Jawab si ibu sambil senyum.

Hyungseob tadinya mau nangis lagi, tapi, sebelum nangis, ibunya bilang bahwa Daegu itu tidak jauh dari Seoul. Ia bilang kalau perjalanan ini cuma sebentar, sehingga Hyungseob dan Woojin dapat bertemu secepat mungkin.

Mendengar hal itu, Hyungseob dan Woojin langsung berseru kegirangan. Mereka pelukan sekali lagi. Erat banget kayak permen karet nempel di meja sekolah.

Ibu mereka berdua pergi meninggalkan mereka sebentar untuk mengurus koper dan segala macem. Tinggalah 2 sejoli yang sebentar lagi akan berpisah di kurai tersebut.

Woojin nepok-nepok bahu Hyungseob, membuat sang empu menengok, "Kenapa Jin?"

"Kita janji ya, seob."

"Janji apa, Jin?"

Woojin senyum gingsul, lalu mendekatkan mulutnya ke kuping Hyungseob, "Janji kalau kita harus temenan selamanya. Kita gaboleh berantem. Pokonya kita harus temenan terus." Bisik Woojin.

Hyungseob langsung mengangguk setuju. Dia memang sayang Woojin. Sayang sebagai teman. Dia juga gamau kalau mereka berantem terus saling diem-diemman. Dia gamau.

Woojin menyodorkan kelingking tangan kanannya ke depan Hyungseob, "Janji?"

Hyungseob menautkan kelingking Woojin dengan miliknya, sambil ngomong, "Janji!"

Ngga jauh dari tempat kejadian perkara, dua orang pria muda tengah memperhatikan tingkah lucu anak mereka selagi tersenyum. Mereka mengabadikan momen ini dengan sebuah kamera ponsel, lantas bergerak kembali untuk menjemput anak mereka.

 Mereka mengabadikan momen ini dengan sebuah kamera ponsel, lantas bergerak kembali untuk menjemput anak mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pocky ➸ jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang