•05• ARES ITU BAIK-KALAU ADA MAUNYA

12 5 0
                                    

Sudah pernah kubilang, aku tidak memiliki teman kecuali teman sebangkuku-saat aku sedang sudi memanggilnya teman. Buruknya, dia sekarang sudah benar-benar tidak ingin menjadi temanku.

Rentetan peristiwa sial terjadi padaku hari ini. Atau peristiwa sial yang direncanakan lebih tepatnya. Aku sudah terbiasa mendapat hinaan, gunjingan. Tapi kalau hari ini, penindasan lebih dari itu.

Seorang siswa memberitahuku, aku harus pergi ke gudang sepulang sekolah. Katanya ada beberapa barang yang harus kuambil. Aku sama sekali tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada siswa itu. Hanya saja, logikanya, tidak seharusnya siswa-atau guru-itu memanggilku hanya untuk mengambil barang di dalam gudang. Sebagian besar guru menyuruh siswa secara spontan saat siswa itu sudah berada di TKP. Contohnya seperti, "tolong kamu ambilkan blablabla lalu nanti blablabla."

Dan aku menyesal, karena tidak menaruh kecurigaan padanya.

🕛🕛🕛

Aku melangkah pergi menuju gudang. Apa lagi kalau bukan karena guru yang menyuruhku. Kalau boleh pulang, aku sudah pulang dari tadi.

Tanpa aba-aba aku langsung masuk begitu saja ke dalam gudang. Aku tidak melihat satu guru pun di dalamnya. Melainkan Ratu bersama antek-anteknya. Ohh, ini bencana.

Aku nyaris saja kabur, kalau saja salah satu anteknya tidak mencengkram lenganku kuat-kuat hingga aku tak bisa berkutik. Mereka menyeretku secara paksa, hingga punggungku membentur dinding gudang dengan sangat kencang.

Ratu menarik rambutku secara kasar seraya berucap,

"Gue tahu, elo emang nggak penting-penting amat. Tapi, berhubung keadaan lo di sini mengancam keselamatan gue, gue nggak akan biarin itu terjadi."

Aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakannya. Hanya saja, rasanya sakit ketika Ratu menyentakkan rambutku dengan kasar. Seakan helaian-helaian rambutku mau terlepas dari kulit kepala. Nyeri. Aku hanya ingin tenang, apa tidak boleh?

"LO BISU?!! LO TULI?!!! HAH?! JAWAB!!!!"

Rahangku juga mau copot ketika Ratu mencengkramnya kuat-kuat. Sebenarnya apa sih salahku?

Waktu, kumohon, kemarilah.

"Lo udah mengancam kedudukan gue sebagai murid paling kaya di sekolah ini. Apa lo pikir gue nggak tahu? Diam-diam lo ini anak orang kaya kan?"

Lagi-lagi, aku hanya bisa diam. Seperti orang yang bisu dan tuli sungguhan. Menjawab atau tidak, Ratu tetap akan mengundungku.

Dan kali ini aku menangis. Menyesali keputusanku setahun yang lalu untuk sekolah di sini. Sekolah para penyamun, penindas, kegelapan berkumpul menjadi satu di sekolahku, aku menyesal.

"Udah guys, palingan juga dia mati bunuh diri. Mending kita pulang aja, berurusan sama dia cuma nguras energi." salah satu antek Ratu berbicara.

Kurasa, sarannya tidak begitu buruk.

🕛🕛🕛

Sekarang aku berdiri. Di tepi sebuah jembatan. Dan dibawahku, adalah sungai yang mengalir deras dan beberapa bebatuan besar. Jika aku melompat ke situ, kemungkinan besar aku akan langsung mati. Dan kemungkinan besarnya lagi, mayatku akan mudah ditemukan karena batuan-batuan besar itu membuat sesuatu tersangku tengan mudah. Yah, agar banyak yang cepat tahu, sungai ini satu-satunya pilihanku.

The Magic Of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang