Satu

10K 922 214
                                    

Lee Jihoon menggeliat pelan ketika merasakan tubuhnya sedikit berat seperti ditindih sesuatu.

Sepasang mata semi sipitnya membuka perlahan untuk terkejut saat melihat lengan-lengan putih mulus nan kekar melilit posesif tubuh mungilnya.

Begitu seluruh kesadarannya kembali utuh, pemuda mungil berambut cokelat terang itu spontan mendelik dan langsung bangkit dari posisi tidur menjadi duduk.

Menatap takjub pemuda tampan berambut sepekat malam, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh bagian atas dengan choker sewarna rambut melilit bagian leher, masih terlelap di sebelahnya.

Sekali lagi, Jihoon menatap takjub pemuda tampan berambut sepekat malam, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh bagian atas dengan choker sewarna rambut melilit bagian leher, masih terlelap di sebelahnya.

Hening sebentar.

Hanya sebentar saja. Sejurus kemudian, suara debam khas benda berat terjatuh menghantam lantai papan nyaring memenuhi kamar Jihoon disusul erangan menyayat hati siapa pun yang mendengarnya!

"Ya! Woozi-ya! Kenapa kau menendangku, huh?!" seru sebuah suara.

Berasal dari pemuda pemuda tampan berambut sepekat malam, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh bagian atas dengan choker sewarna rambut melilit bagian leher yang kini tengah terduduk sambil meringis di lantai samping tempat tidur Jihoon.

Kepalanya terantuk kursi tadi.

"Sudah berapa kali kubilang jangan tidur dalam keadaan telanjang dada begitu! Kau ini tuli atau apa, huh?!" balas Jihoon tak kalah sengit.

Namun dengan suara mendesis nyaris berbisik. Takut kalau teriak bakal didengar oleh seseorang dan dianggap aneh lagi.

Kemudian melemparkan sebuah kimono mandi warna putih ke wajah pemuda berambut kelam yang masih meringkuk di bawah sana. "Aku saja sampai bosan memperingatkanmu, Hoshi-ya."

Pemuda yang dipanggil Hoshi mencebik. Mengambil kimono mandi yang dilemparkan barusan lantas memakainya secara asal hingga bagian dadanya yang seputih pualam itu masih terpampang jelas.

"Kenapa?" tanya Hoshi, ketus, masih tak terima. "Aku lihat semalam kau kedinginan, jadi aku ingin menghangatkanmu. Lagipula hal itu sudah sering kita lakuka sewaktu masih kecil. Dulu kau bahkan melakukan hal yang sama. Membuka bajumu jika aku kedinginan."

Jihoon memutar bola matanya. Sebal sekaligus malu sendiri saat menyadari dirinya tak sengaja memperhatikan bagian dada Hoshi yang terekspos. "Itu dulu. Sekarang sudah tidak bisa begitu!" tandas Jihoon cepat. Secepat matanya dialihkan pada tempat tidur yang berantakan.

Kemudian tangan-tangan mungilnya bergerak merapikan tempat tidur.

"Apa kau mulai membenciku?" tanya Hoshi dengan suara rendah disertai tatapan yang dibuat sendu, membuat siapa saja bakal takluk dan bersimpati.

Bukan. Bukan benci. Hoshi saja yang tidak tahu kalau dulu dan sekarang itu sudah sangat berbeda.

Iya, tujuh tahun lalu mereka hanya bocah berusia sepuluh tahun. Masih wajar dan biasa saja jika keduanya tidur berpelukan tanpa sehelai benang menutupi bagian atas tubuh.

Saling berbagi kehangatan. Itu istilah yang dibuat Hoshi.

Namun, kalau sekarang, sudah jauh berbeda. Mereka sudah tujuhbelas tahun. Sudah remaja. Bukan anak-anak lagi. Ada banyak sekali hal yang berubah. Termasuk perasaan.

Tidur berpelukan tanpa busana itu sudah tidak bisa sembarang dilakukan. Kecuali ada ikatan khusus.

Yeah, sepertinya hanya Hoshi saja yang tidak tahu kalau dalam dada Jihoon bergemuruh seperti genderang perang kalau mereka berpelukan begitu.

The Doll's MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang