VIII - End of Story

733 21 5
                                    

“Its not your fault, mom. Tapi, izinkan aku kembali untuk waktu 7 hari saja. Aku mohon. Aku ingin mengucapkan selamat tinggal. Aku ingin…..meninggalkan kenang-kenangan untuk……Greyson.” Aku tetap membujuk mom.
“Oke. Mom akan memberikanmu waktu 3 hari.” Kata mom dengan tegas setelah lama dia berfikir.
“Thanks, mom.”

***
Quote: "Until this moment, I never understood how hard it was to lose something you never had."

***
Quote: "And oftentimes excusing of a fault doth make the fault the worse by the excuse". - William Shakespeare

Greyson POV

Sungguh menyenangkan menghabiskan waktu luang yang sempat ku curi setelah showcase kemarin bersama Cary. She is really my dreamer. Aku merangkulnya erat-erat malam ini. Entah kenapa aku ingin terus menerus memeluknya.
Sudah dua jam dia diam saja dirangkulanku. Apa dia tidur? Aku mengeceknya. Betapa cantiknya wajah putih pucat dengan rambut wavy cokelat tergerai menutupi kuping, mata, hidung, dan bibirnya. Aku rapikan rambutnya yang panjang tergerai ke belakang kuping. Aku mengangkat wajahnya ke rangkulanku yang tepat untuk disandari. Lalu wajahku kupalingkan ke tv yang menyala. Aku melihat telapak tanganku yang tergeletak di sofa. Betapa terkejutnya aku melihat tanganku bersimbah darah.
Aku mencari tau dari mana darah ini berasal. Sewaktu aku melihat wajah Cary yang pucat, ternyata hidungnya lah yang berdarah. Dia pucat sekali. Aku panik. Aku coba menepuk-nepukan tanganku dengan lembut ke pipinya yang pucat.
“Cary? Cary? Bangun, Carys!!” dia tetap diam tak bergerak. Apa dia pingsan? Aku cepat-cepat menggotongnya ke kamarnya yang ditunjuk kakaknya tadi. Kuletakkan badan Cary pelan-pelan. Lalu kepalanya kuletakkan perlahan di atas bantal merah jambu.
“Ada apa?!!” Tanya Chris, kakaknya Cary, dengan tergesa-gesa memasuki kamar.
“I don’t know! Tiba-tiba saja hidungnya berdarah dan dia tak sadarkan diri.” Jelasku.
“Oh, no! Its happening!” kata Chris dengan suara pelan hampir tak terdengar. Dia seperti tidak ingin aku mendengar atau mengetahui apa yang dia maksud.
“What? What do you mean?” paksaku.
“Nothing! You must go! Now!” aku kaget mendengar ucapannya. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi dengan Cary? Kenapa Chris sampai menyuruhku pulang?
“NO!” kataku tegas. Aku tidak mungkin ninggalin Cary begitu aja.
“Ada apa ini?” kata ayah Cary tiba-tiba dari belakangku melerai.
“Cary tak sadarkan diri.” Kata Chris.
“No way!” kata ayah Cary yang langsung berjalan kea rah Cary dan terkulai lemas di samping Cary.
“Its happening, dad.” Kata Chris lagi mencoba menenangkan uncle Theo. Aku benar-benar tidak mengerti dengan maksud mereka. Cary mungkin hanya pingsan, kenapa mereka sampai seperti kehilangan Cary untuk selama-lamanya.
“No no no! Please be alive again, Cary!!” kata ayahnya mengelus-elus rambut Cary.
“What’s wrong with you, guys? Cary tidak meninggal! Dia hanya pingsan dan tak sadarkan diri!!” kataku meluapkan amarah.
“You should go back to home.” Kata uncle Theo tiba-tiba.
“No, I don’t wanna leave her. I’m stay!”
“No, you can’t. Because….” Tiba-tiba Chris memberitahu ayahnya kalau Cary masih hidup. Cary baru saja menggerakkan tangannya.
“Akhirnya..Ok, kamu boleh tinggal. Tapi besok pagi-pagi sekali kamu harus pulang!” Kata uncle Theo lagi dengan bijaksana.
Aku mengiyakan persyaratan itu. Aku tidak perduli. Yang penting aku bisa menemani Cary lagi malam ini. Aku memegang tangan Cary erat-erat dan menempelkannya di pipiku. Begitu lembutnya, sampai aku tertidur pulas.
“Greyson? Greyson?” Suara tak asing ini membangunkanku. Aku melihat Cary disampingku sudah terbangun.
“Cary?” tanyaku masih tak percaya.
“What are you doing? Kamu harus pulang sekarang. Kamu harus kembali ke kegiatanmu lagi. Kamu harus melupakan semua yang kita alami.” Kata-kata Cary yang tiba-tiba benar-benar mengagetkanku. Aku tak percaya dia bicara seperti itu. Aku tak percaya aku terbangun dan mendengar perkataannya itu.
“Why?” tanyaku penasaran. Menahan sedih yang melanda.
“Because I don’t wanna you’ll be here anymore. And I wanna you to go. NOW!” entah apa yang merasukinya. Aku benar-benar tidak mengerti. Aku harus mengalah. Aku akan kembali lagi kesini. Aku pasti akan kembali lagi kesini.
“Ok. I’m sorry if I did something wrong to you. Good bye. And take care with yourself.” Kataku sambil mencium keningnya. Aku akan merindukan saat-saat bersamanya. Aku berjalan keluar kamar, lalu aku berhenti di depan kamarnya. Enggan untuk meninggalkannya.
“Thanks for everything, Carys.” Kataku dengan penuh ketulusan. Dia hanya diam di kasurnya. Dengan mata berlinang. Mungkin dia terpaksa melakukan ini. Lalu aku pulang ke hotel tempatku menginap. Aku menjalankan kegiatanku seperti biasa lagi sekarang. Aku akan menggelar showcase lagi, akan meet and greet lagi dengan para fansku. Dan bertemu dengan banyak paparazzi.


**


Sudah dua hari aku tak bertemu dengan Cary. Hari ini ulang tahunku. Aku meminta waktu ke manajerku agar selama seminggu kedepan aku tidak ada jadwal manggung. Aku ingin menghabiskan waktu semingguku ini dengan Cary. Aku akan mengajaknya ke Oklahoma. Aku ingin dia bertemu dengan Mom and Dad. Aku ingin dia bertemu dengan Tanner and Alexa. Aku ingin dia bertemu dengan Macy, Oreo, White, and Smokey. Aku ingin dia bertemu dengan Cody, Justin, Alli, Ariana, Kendall, dan Kylie. Aku ingin memperkenalkannya sebagai pacarku.
Aku langsung ke rumahnya. Kali ini aku mengajak Alexa dan Tanner. Mereka sangat ingin menjadi pertama yang tau kalau aku ingin punya pacar. Saat aku sampai di depan rumah Cary, kupastikan benarkah ini rumahnya? Tapi kenapa penuh dengan orang-orang berpakaian hitam?
Siapa yang meninggal? Apa uncle Theo? Tidak. Dia ada di depan pintu masuk. Seperti menunggu seseorang. Chris? Tidak. Dia ada sedang duduk menangis di kursi batu di pinggir pekarangannya.
Lalu siapa yang mereka tangisi? Cary? No way! Cary engga mungkin meninggal!
"Ini rumahnya? Greyson? Kenapa penuh dengan orang-orang begini? Siapa yang meninggal?" Kata Tanner dan Alexa bergantian bertanya. Aku sama sekali tidak menggubris mereka. Perhatianku sepenuhnya teralihkan oleh pemandangan ini.
Secepat mungkin aku mencari tau semuanya. Aku keluar dari mobil, berlari masuk ke rumahnya. Aku yang bertemu uncle Theo didepan pintu rumahnya, hanya ada reaksi terkejut satu sama lain. Dia tidak berbicara padaku. Dia menahan kesedihan yang sangat dalam. Oh no, jangan sampai firasatku benar.
Sudah dua malam aku bermimpi Cary pergi jauh entah kemana. Tapi dia bahagia di tempat itu. Apa inikah maksud mimpi aku? Kenapa "dreams always do come true"? Kenapa mimpi itu harus jadi kenyataan? Kenapa harus seperti ini caranya?
Uncle Theo tidak melarangku sama sekali untuk masuk dan memastikan semuanya. Akhirnya aku masuk ke rumah Cary. Aku lihat peti di ujung ruangan, dipenuhi dengan rangkaian bunga duka cita. Aku berjalan pelan, memaksakan kakiku yang mulai lemas.
Cary....
Terbujur kaku di peti..
Tak dapat mengucapkan kata-kata...
Tak dapat menggerakan anggota tubuhnya...
Kenapa harus sekarang?
Kenapa harus hari ini?
Kenapa Cary engga kasih kesempatan ke aku buat jadiin dia pacar aku?
Kenapa saat dia memperkenalkan aku ke keluarganya, dia membuat senyum?
Kenapa saat aku memperkenalkannya ke keluargaku, dia tidak membuat senyum?
Kenapa saat-saat aku bersamanya hanya sebentar?
Kenapa aku baru bertemu dengannya waktu dekat ini?
Kenapa tidak bertahun-tahun yang lalu?
Kenapa dia ninggalin aku dengan begini caranya?
Kenapa dia engga biarin aku menemani saat-saat terakhirnya?
Kenapa aku harus tau semua ini dengan kayak gini?
Kenapa Cary biarin ini semua terjadi ke aku?
Kenapa Cary engga jawab sepatah kata pun?
Apa aku boleh mengulang waktu?
Apa aku boleh memutar waktu?
Apa aku bisa mengulang lagi saat-saat bersamanya?
Kenapa aku engga bisa dapet kesempatan kedua?

**

Tubuhku benar-benar mati rasa dihadapan tubuh Cary yang hanya diam di peti, tidak menggubrisku sama sekali. Tidak ikut meneteskan air mata sama sekali. Tidak mengusapkan air mata yang jatuh ke pipiku.
Kenapa dia engga bergerak sama sekali? Setidaknya jemarinya aja!
Air mataku menetes jatuh ke wajah pucat tak bernyawa Cary. Aku mengusapnya dengan lembut dan perlahan. Dengan penuh rasa sayang, dengan penuh kerinduan, dengan penuh kesedihan.
Kenapa dia engga melakukan hal yang sama kaya aku?
Hanya sekali ini saja....

**

"Greyson, sebelum Cary meninggal, dia menitipkan ini ke aku. Dan, dia minta untuk memberikannya ke kamu saat kamu datang lagi." Kata Chris sambil memberikanku kotak hitam-putih.
"Apa ini?"
"Entahlah. Dia tidak ingin siapapun melihatnya. Hanya kamu yang boleh melihatnya. Itulah amanahnya."
"Ok." Kataku singkat langsung mengambilnya.
Aku belum membukanya sampai aku akan sampai dirumah nanti. Aku akhirnya on the way ke rumah.
"So, siapa yang tadi meninggal, Greyson?" Kata Alexa ditengah jalan saat pulang.
"Cary.." Kataku merenung diam di kursi belakang, menatap ke luar jendela.
"Oh, I'm sorry.." Kata Alexa dan Tanner terkejut mendengarnya.
"Yeah." Suasana di mobil langsung hening.
"Kalian tahu? Kalian pasti tidak tahu. Tapi aku harap kalian tau. Seberapa cantiknya Cary.. Seberapa pintarnya dia mengubah suasana menjadi riang... Seberapa indahnya mata gelapnya saat nangis, saat tertawa, saat marah, bahkan saat berlinang... Seberapa hebatnya dia bisa membuat cowo yang susah move on selama 2 tahun ini, langsung jatuh cinta sama dia dalam waktu sehari.. Seberapa cerdiknya dia menjaili aku... Seberapa tangguhnya perasaan dia... Dan seberapa lembutnya dia..." Kataku tiba-tiba saat sampai di LA. Berbicara sendiri. Tanpa arah topik. Tanpa ada yang menggubris. Seperti orang mati.
Musik...Lagu...Hanya itu yang akan aku lakukan. Membuat lagu untuk Cary. Membiarkannya mendengar lagu itu dari dunia sana. Mengabadikannya dalam ingatan dan pikiran semua orang yang mendengarnya. Mungkin dia bisa mendengarnya dari sana. Mungkin dia juga bisa mengabadikan lagu ini. Mungkin.....

**

Seminggu sudah setelah kepergian Cary. Seminggu sudah aku lewatkan waktu tidak dengannya. Seminggu sudah kutulis lagu ini. Seminggu sudah kupersembahkan lagu ini untuknya.
"Tanner?"
"Ya? Ada apa, Grey?"
"Antarkan aku ke pemakamannya Cary?" pintaku.
"Oke, memangnya mau ngapain?"
"Ada sesuatu yang harus aku berikan seharusnya sebelum dia pergi.." Kataku tak menggubrisnya langsung saat dia ingin bicara. Aku langsung berjalan memasuki mobil. Seharusnya ini yang kupersembahkan ke dia saat dia masih hidup. Saat aku meninggalkannya sendirian di kamar itu.
"Tanner? Do you bring your guitar and my little keyboard?" Tanyaku dengan wajah muram.
"Ya. Why?"
"I want you to bring it on when we arrive."
"Ya, sure." Jawabnya singkat sekali. Mungkin dia heran kenapa aku sampai seperti ini. Dia tidak tau bagaimana besarnya kehilangan Cary. Apalagi dengan cara perpisahan yang tak wajar.
Mobil sudah Tanner parkir di tempat parkir. Ternyata sudah sampai..kerumah baru Cary. Aku menurunkan little keyboardku dari bagasi mobil. Tanner membawa gitarnya.
"Tanner? Tolong mainkan kunci-kunci ini." Kataku memberikan secarik kertas sambil duduk di tempat duduk yang disediakan di samping kuburan Cary.
"Kalau ingin komen tentang lagu ini, nanti saja saat pulang." Kataku dengan sedikit ketus. Aku tidak ingin lagu yang kupersembahkan untuk Cary di ganggu oleh siapapun termasuk kakakku sendiri. Dia pasti akan banyak bertanya nanti.

Dreams Always Do Come True (A Greyson Chance Love Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang