4. Pulang Bareng. Mau?

18 7 4
                                    

Aku masih di sini. Bersama jutaan rasa, angan untuk bersamamu dan fantasi memilikimu. - Alyandra.

🌸The Swear🌸

"Gak harus narik-narik tangan gue juga kali," sindir Alya pada Ardit yang sejak dari keluar kelas tidak melepaskan genggamannya pada tangan Alya.

"Lo kan lelet. Makanya gue tarik biar cepet."

Alya membenarkan ucapan Ardit dalam hati. Tidak membalas ataupun membantah. Ia memang lelet, kadang-kadang.

"Mau makan apa?" mata Ardit mengitari setiap sudut kantin, mencari tempat duduk yang kosong sambil menunggu Alya menjawab.

"Gak usah deh. Gue tadi udah sarapan di bus. Lo belum sarapan?"

Ardit menoleh pada Alya, "Belum, gue nungguin lo datang dulu tadi."

"Oh," Alya mengangguk. Padahal sebenarnya ia kurang mengerti dari jawaban Ardit tadi, tapi ya sudahlah ia enggan untuk menanyakannya.

"Emang ini dosennya beneran gak bakal masuk?"

"Enggak."

"Kata siapa? Dih, sok tahu banget lo."

"Gue kan ketua kelas, dosennya udah konfirmasi ke gue, dia mau menghadiri seminar."

Alya hanya menatap Ardit dengan tampang bingung, membuat Ardit menjitak gemas kepala Alya, "lo ternyata bisa bodoh juga ya?"

"Sakit tahu!" Alya mengelus-elus kepalanya yang sebenarnya tidak sakit-sakit amat.

"Dit, di situ ada kursi kosong. Gue ke sana duluan aja deh," tangan Alya yang bebas dari genggaman Ardit, menunjuk ke arah kursi kosong di dekat taman yang letaknya di samping kantin.

"Nanti aja, temenin gue pesen makan dulu," Ardit menarik paksa Alya menuju konter makanan.

"Nanti keburu ditempatin orang," protes Alya.

Namun perkataan Alya tidak diindahkan oleh Ardit, ia tetap menarik Alya sampai selesai memesan makanan. Dengan bodoh, Alya menurutinya saja meski mulutnya berusaha untuk menolak. Ardit terkadang memang menyebalkan, tetapi Alya malah merasa nyaman dengan sikap itu.

"Ke meja yang di sebelah sana ya pak?" ucap Ardit seraya mengarahkan Pak Diman pada meja kosong yang tadi ditunjuk oleh Alya.

"Kok lo tadi pesenin gue minum?" tanya Alya ketika mereka sudah duduk di kursi yang kosong.

"Ya, emang lo ke sini cuma mau ngeliatin gue makan doang, gitu? Gue gak tanggung jawab ya kalo nanti lo kepincut sama pesona gue pas lagi makan," ucap Ardit congkak seraya menyisiri rambutnya ke belakang menggunakan jari tangan. Sementara alisnya dimiringkan sebelah. Tiga perempuan di belakang Alya sampai memekik melihat tingkah Ardit barusan.

Alya memasang ekspresi ingin muntah, "iya, terserah lo."

Alya membelalak saat Ardit yang secara tiba-tiba mendekatkan wajahnya dengan wajah Alya, menghapus sekian senti jarak dan berbisik.

"Iya gue tau kalo gue itu gante—aww," Ardit meringis memegangi kepala, sehabis terkena toyoran dari seseorang di belakangnya.

"Sumpah ya lo. Datang-datang langsung mukul kepala orang aja," oceh Ardit.

"Jangan salahin gue. Gue sih cuma melerai sesuatu hal yang gak seharusnya terjadi di tempat umum aja ya. Just it! Siapa tahu lo mau mesum," jawab Sisi sangat santai, serasa tidak pernah membuat dosa semenjak lahir dari rahim Ibu.

"Ngaco. Orang gue cuma mau bisikin Alya doang. Otak lo nya aja tuh yang mesti digeserin," balas Ardit tidak terima.

"Damn you!" Sisi sudah mengambil aba-aba untuk menoyor kepala Ardit lagi, namun dengan sigap Ardit mencegahnya.

"Apa lo?" tantang Ardit.

Sisi segera menepis tangan Ardit dan menyumpah serapah sahabatnya itu. Sisi beringsut duduk di depan Alya dan Ardit. Alya memutar bola matanya—jengah melihat tingkah kedua sahabatnya yang hampir tiap hari selalu berdebat.

Alya mengambil minuman pesanan Ardit yang baru diantarkan oleh pak Diman ke meja dan meneguknya kasar. Alya mendesah, "bisa gak sih sehari gak berantem, gitu?"

Ardit mendengus kesal, sementara Sisi mendelik saat melihat di meja hanya ada satu piring berisi nasi goreng dan dua minuman.

"Gue gak dipesenin makan atau minum gitu Al?"

Alya mengangkat bahu, "gue aja dipesenin sama ini orang," jawabnya seraya menunjuk Ardit dengan gerakan bola mata, sedang anteng makan di sampingnya.

Sisi yang mendengar jawaban Alya, langsung menoleh pada Ardit yang ada di hadapannya dengan tatapan sinis.

"PAK DIMAN! NASI GORENG SPESIAL SATU!" pekik Sisi.

Alya menghela napas namun terkekah setelahnya. Kekehannya tiba-tiba terhenti saat merasakan getaran di saku kemejanya.

[Alfin Tri A : Sumpah nyebelin banget lo kak]

[Alyandra Dwi Atmaja : Apa sih?]

[Alfin Tri A : Lo udah durhaka sama adik yang ketampanannya segaris sama Zayn Malik]

[Alyandra Dwi Atmaja : Durhaka apaan?]

[Alfin Tri A : Pura-pura meneketehe lagi lo! Bukannya bangunin gue pas pagi]

[Alfin Tri A : Ini juga gara-gara lo ngajakin gue pulang malem-malem]

[Alyandra Dwi Atmaja: lo kan emang ditugasin sama Mama buat nemenin gue kalo kerja malem. Jadi jangan salahin gue apapun yang terjadi ya]

Belum sampai balasan pesan masuk, Alya mengernyit karena menyadari sekarang masih jam pelajaran pertama di sekolah Alfin.

[Alyandra Dwi Atmaja : Eh, kok lo chat gue di jam segini? Lo bolos ya?]

[Alfin Tri A : Bolos ke Hongkong kali gue. Gue lagi dihukum karena kesiangan]

[Alfin Tri A : Gara-gara lo kak]

[Alfin Tri A : Dan gue pura-pura mau ke toilet. Masa orang ganteng disuruh mungutin sampah]

[Alfin Tri A : Haha]

[Alyandra Dwi Atmaja : Mampus pake z]

[Alyandra Dwi Atmaja : Calon ketos penuh pencitraan!]

[Alfin Tri A : Bomat]

Alya tertawa kecil sambari menggelengkan kepalanya setelah memutuskan kolom percakapan itu. Ia memalingkan pandangan dan mendapati Ardit yang tengah menatapnya tepat di kedua manik matanya sambil tersenyum jahil padanya. Alya bisa melihat jelas bola mata hitam kecoklatan milik laki-laki tersebut yang terkena semburat sinar matahari dari celah pepohonan di taman. Lantas Alya menatapnya congkak dengan isyarat "apa lo?"–berusaha menepis perasaan aneh yang tiba-tiba muncul hingga membuatnya kesusahan meneguk salivanya sendiri.

"Gue lagi kepikiran sesuatu," Ardit berdeham pelan, "lo nanti pulang bareng gue. Mau?"

Alya diam sebentar seperti meminta waktu untuk berpikir. Untuk pertama kalinya, Ardit mengajaknya pulang bareng. Memang bukan sesuatu yang salah, tapi rasanya tidak nyaman jika Ardit harus tahu secepat ini tentang apa yang akan dilakukan Alya sepulang dari kuliah.

Alya menghela napas pelan sebelum mengangguk. Membiarkan hidupnya lebih terbuka pada orang-orang yang masih terbilang baru seperti Ardit.

-----------------------------------------------------------

Bersambung..

Voment-nya jangan lupa kalau suka ceritanya.

Tertanda,
Sabtu, 9 September 2017

The SwearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang