Bab 2

98 32 15
                                    

"Pertemuan awal kita yang buruk,
ternyata bukanlah sebuah keburukan seperti
yang kukira. Ada yang lebih buruk dari
yang paling buruk dari itu, yaitu
perpisahan antara aku, kamu,
dan cinta yang terlanjur ku rasa."


--------------

"Ta, eta awewe nu kamari nyah?" Fauzan menyenggol lengan kanan Genta. Memberi isyarat pada laki-laki itu kalau ada sesuatu yang harus dilihatnya. "Cewek yang ketemu gue kemaren banyak." jawab Genta tanpa berhenti fokus dari ponsel pintarnya. Genta emang gak terlalu banyak tingkah. Dia biasanya emang cuma duduk-duduk doang sambil mainin ponselnya kalau emang lagi jam-jam istirahat gini.

"Gaya amat lu." sambar Tian, cowok dengan kaca mata yang membuat aura kegantengannya makin memancar.

"Nu nabrak maneh, Ta." lanjut Fauzan.

"Nabrak?" Genta berpikir sejenak. Mencoba mengingat-ingat kejadian kemarin. Cewek, kemarin, nabrak. Seketika, ia menyadari bahwa, "Cewek yang kemaren bikin kunci motor gue masuk got." itu yang sedang Fauzan bicarakan.

"Ih maneh teh lemot pisan." kata Fauzan setelah ia menyeruput es kopi yang baru saja ia beli.

"Ish. Mana-mana?" Genta menaruh ponsel miliknya ke atas meja. Setelahnya, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang kantin yang benar-benar sedang padat ini.

"Eta, nu diuk di pojok." jawab Fauzan seraya menunjuk seorang perempuan dengan rambut hitam lebat yang ia kuncir kuda. Membuat aura tomboynya makin kental.

"Oh, itu cewek yang bikin lo ngamuk di grup semalem?" tanya Alfian memastikan. Abisnya, semalaman Genta ngamuk soal kuncinya yang jatuh ke dalam got gara-gara seorang cewek. Bikin ponsel Alfian bergetar tak karuan karena notifikasi grup chat. Padahal, cuma Genta sendiri. Alhasil, Alfian harus matiin mobile data-nya dan imbasnya, ia gak bisa chat-an dulu sama pacarnya, dan tiga selingkuhannya.

"Iya."

"Notif jebol semalem." sambar Tian.

"Gara-gara HP gua bunyi terus, gua jadi dimarahin Abi. Elo si, Ta." ucap Ali seraya menunjuk Genta. Ali adalah manusia paling alim diantara Genta, Tian, Fauzan, dan Alfian. Maklum, anaknya ustadz. Suara Ali kalau lagi ngaji, Subhanallah bagusnya, lagi adzan juga gak kalah bagus. Pokoknya the best lah kalo soal agama. Ali juga terkenal kalem dan gak banyak tingkah. Selama ini, Ali dikenal sebagai laki-laki yang belum pernah pacaran. Gimana mau pacaran, deket banget sama cewek aja jarang. Ya, cuma sekadar temen ajalah. Lagian Ali juga agak cuek kalo sama cewek. Katanya, belum ada yang 'srek' sama hatinya dia.

"Maaf atuh." Genta memasang tampang melasnya. Abisnya dari tadi pagi, ia dipojokkan sama temen-temennya gara-gara semalem ngamuk di grup chat.

"Oh ya, gua punya ide bagus buat bales dendam ke tu cewek." ujar Genta. Semua teman-temannya menatapnya.

"Gak usah pake bales dendam segala, lah. Gak boleh, Ta. Udah sabar aja, doain aja biar dia gak ngelakuin kesalahan yang sama ke orang lain." secepat kilat, Ali menyambar. Kalo soal balas dendam atau apapun yang berbau 'kejahatan', Ali gak tinggal diam.

"Tuh, dengerin calon ustadz ngomong." timpal Alfian. "Kalian semua gak tau betapa malunya gue kemarin ambil kunci."

"Nyaho aing."

FEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang