Bab 5

43 8 3
                                    

"Kamu perhatian juga, ya.
Aku mau jatuh cinta sama kamu, ah!"

-------------

Ara memerhatikan setiap inchi penampilannya di depan kaca yang tingginya melebihi tinggi badan Ara.

Ara tersenyum manis sambil berkata, "Gue cantik juga ya,"

"Pake bedak dulu ah, biar makin cantik." entah ada angin dari mana Ara tiba-tiba berkata seperti itu. Tangan kanannya dengan gerakan refleks mengambil satu kotak berukuran lumayan besar dari lemarinya. Kotak itu adalah wadah make up dari tantenya yang kebetulan merupakan seorang dokter kecantikan. Selama ini, Ara tak pernah menyentuh kotak make up tersebut, karena Ara bukan tipikal cewek yang doyan dandan. Tapi sekarang, Ara bakal mengubah prinsip 'Malas dandannya' itu menjadi prinsip 'Rajin tancap make up. Everywhere, everytime, dan di every-every yang lainnya'.

Alasannya super duper simpel. Genta Afanji William. Lagi-lagi cowok itu membuat Ara tak berdaya. Ara tak menepis bila Genta memang cowok yang ganteng. Wajahnya yang proporsional ditambah dengan senyumnya yang manis, membuat aura tampan Genta Afanji William makin keluar.

Setelah kejadian kemarin, Ara telah menyimpulkan kalau Genta merupakan laki-laki yang baik dan perhatian, pendapat negatif Ara tentang Genta seketika sirna saat Genta memberi perhatian manis pada Ara.

Ara mengacak-acak kotak make up nya, mencari compact powder dan brush dari tumpukkan make up lainnya.

***

"Tumben bibir lo merah gitu." Danda mengernyitkan dahinya. "Lo pake liptint ya?"

Ara menggeleng kuat. "Enggak."

"Sok tau lo!" lanjut Ara.

"Lo gak bisa bohong dari gue. Karena apa, karena gue udah ngerti make up dari SMP. Gue bisa tau make up apa aja yang orang-orang pake walaupun gue gak liat dia dandan."

Ara menghela nafas ringan. Ia nyerah kalau harus debat tentang make up sama si Danda, Queen of Make Up. Pasti ujung-ujungnya, Ara kalah!

"Iya, iya."

Sepersekian detik kemudian, Danda dan Cika tertawa bersamaan. "Kesambet apaan lo?" tanya Cika sebelum cewek itu meneguk air mineral-nya.

Ara duduk di kursi-nya. Danda, teman sebangkunya memutar tubuhnya menjadi menghadap Ara. "Lo lagi suka sama cowok ya?" pertanyaan dari Danda mampu membuat Ara terbatuk-batuk tanpa alasan yang jelas.

Cika naik ke atas meja Ara dan Danda. "Nape lo?" tanyanya dengan dahi sudah mengerut.

"Ah? Enggak,"

"Nih minum." Cika menyodorkan air mineral-nya pada Ara. Ara menggeleng. "Gue beli aja. Sekalian balikin ini," Ara mengeluarkan kantong kresek dari dalam tas-nya.

"Apaan tuh?" tanya Danda penasaran. "Tanya aja sama mbah dukun!" Ara kemudian berdiri dari duduknya. Ia lalu pergi keluar kelas, meninggalkan Danda dan Cika yang masih bengong di tempatnya.

'Agak gak jelas, ya, Ara!' Ternyata, pikiran Danda dan Cika sama!

***

Ara celingak-celinguk di depan kelas 12 MIPA 5. Mencari seseorang dengan senyuman manis yang wajahnya masih terus berputar-putar dalam benak Ara.

Tapi sayangnya, Ara tak kunjung menemukan laki-laki itu!

Ara sebenarnya kesal. 'Kasih, enggak, kasih, enggak,' ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Tapi Ara terus mengikuti kata hatinya. Berada di sini, terus celingak-celinguk kayak orang mau maling, ngeliat ada Genta atau enggak, kalau ada permisi masuk, kalau gak ada... ya, pokoknya Genta harus ada. Ara nggak mau tau! Dia harus liat cowok itu hari ini! Mau Genta pasang tampang marah, jutek, cool, Ara tetep mau ngeliat Genta.

"Lagi cari siapa?" suara bariton dari arah belakang membuat Ara tersentak kaget. Ara memutar tubuhnya ke arah belakang.

Ada laki-laki dengan wajah tampan sedang mengerutkan keningnya dengan mata masih terus memperhatikan Ara.

'Kayak pernah liat ni cewek. Dimana ya?'

"Anu kak,"

"Anu? Disini gak ada yang namanya Anu."

"Bukan itu, Kak. Anu... maksudnya Kak Genta."

"Genta?" Ara mengangguk. "Oh iya, gua baru inget. Lo cewek yang pernah Genta ceritain."

Kali ini, Ara yang dibuat bingung. "Ceritain? Emang Kak Genta nyeritain apa tentang saya, Kak?" tanya Ara. Cowok itu menggeleng. "Udah, lupain aja. Lo ada apa nyari Genta? Dia gak masuk."

"Hah? Gak masuk?"

"Katanya sih demam." cowok itu memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. "Lo mau ngasih itu ke Genta?" tebak cowok itu setelah matanya menangkap sebuah kantong kresek yang sedang dibawa Ara.

Ara dengan cepat menyembunyikan kantong kresek itu ke belakang tubuhnya. "Ah, bukan, Kak." Ara menggeleng.

"Makasih, Kak. Saya mau balik ke kelas dulu."

"Sekali lagi, terimakasih, Kak."

***

"Loh, temen kamu udah pulang?" Erika langsung melempari Genta— anaknya yang sedang tiduran di atas sofa—dengan sebuah pertanyaan, saat dirinya masuk ke dalam rumahnya, dan mendapati gadis yang dua puluh menit yang lalu datang, sudah tak ada.

"Udah pulang, Ma."

"Dari tadi?"

"Barusan."

"Oh,"

Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. "Ah, itu paket tas Mama pasti," Erika dengan segera berlari ke arah pintu, membuka pintu, dan terkejut.

"Assalamualaikum, Tante,"

"Waalaikumsalam."

"Kak Genta-nya ada?"

"Siapa ya?"

Erika mengangguk pelan. "Genta, ada temennya, nih. Kamu jangan tiduran aja, sini bangun!"

"Siapa sih, Ma?"

"Ara."

Seketika, mata Genta terbelalak saking kagetnya mendengar nama 'Ara'. Ia kemudian duduk dari posisi tidurnya. Menatap ke arah pintu utama rumahnya. Dan tersenyum saat melihat ada Ara di depan rumahnya.

"Masuk, sini," suruh Erika seraya tersenyum ke arah Ara.

Ara membalas senyuman Erika. "Ah, iya Tante."







































Sampai ketemu hari Rabu!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FEELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang