"Terkadang yang kau cintai
bukanlah yang terbaik.
Begitu juga sebaliknya, belum
tentu juga yang kau benci bukan
yang terburuk. Hanya saja kau
tak melihatnya, jauh lebih dalam lagi."--------------
"Masih lama, Bang?"
"Masih, Neng."
'Aduh gimana, dong? Mau ujan lagi. Mana hp gue mati. Kenapa sih hari ini gue sial banget, Ya Allah?'
Ara kemudian duduk di kursi panjang yang telah disediakan pihak bengkel untuk pelanggannya seraya menunggu. Ara menghela nafas panjang. Kepalanya benar-benar berat, seperti habis ditimpuk sama batu yang beratnya berkilo-kilo. Ia stres, stres banget sama hidupnya hari ini. Ya... karena satu, Genta Afanji William. Cowok itu benar-benar bikin Ara stres sepanjang sore. Gimana enggak, habis dihukum, Ara disuruh inilah itulah, macem-macem udah kayak budaknya Genta. Mana waktu lagi latihan dimarahin terus lagi, padahal Ara ngerasa, dia gak ngelakuin kesalahan apa-apa. Dan setelah kejadian ini... Ara makin percaya kalau Genta itu bukan manusia.
Ara berjengit kaget waktu ada kilat yang dilanjutkan dengan suara petir yang menggelegar di cakrawala. Hatinya semakin dag-dig-dug-der waktu tahu kalau sekarang, jam sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh tujuh menit, sore. Langit sudah benar-benar gelap.
Ara menunduk lemas. Ia memejamkan matanya. Menenangkan pikirannya yang benar-benar sedang kacau.
"Bang, pompa. Depan belakang, ya?" suara yang terdengar setelah suara mesin motor yang berhenti tepat di depannya terdengar tak asing.
"Oh, iya."
Ara mengangkat kepalanya, ia hanya penasaran dengan siapa pemilik suara tersebut. Ara terlonjak kaget saat melihat ada Genta di hadapannya. Begitu juga dengan Genta, ia kaget betul saat Ara dengan tiba-tiba dan cepat mengangkat kepalanya. Genta dengan cepat menoleh ke arah lain.
Genta berjalan mendekati motornya yang sedang dipompa. "Udah, Bang?"
"Udah nih."
"Ini, Bang uangnya, makasih ya." kata Genta seraya memberikan uangnya kepada Bang Ade.
Genta memakai helm-nya dan dengan cepat ia naik ke atas motornya. Tak lama kemudian, suara mesin motor Genta mulai terdengar.
Di sisi lain, Ara terus memperhatikan jalanan yang mulai ramai dengan kendaraan, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Genta. Genta menoleh ke arah belakang, "Ara!" teriak Genta setelah ia menaikkan ke atas kaca helm yang dipakainya.
'Ah! Semoga ngajakin bareng, Ya Allah!' Ara kemudian menoleh ke arah Genta. "Ada apa, Kak?"
"Yang sabar, keliatannya masih lama, tuh," ujar Genta dengan senyum kemenangan. Gimana enggak, dia bener-bener puas banget liat Ara menderita kayak gini.
Ara mendengus sebal. 'Sumpah tu manusia nyebelin banget sih!'
'Sabar Ara, sabar,'
"Kak, gue boleh numpang gak? Sebentar kok, sampe Gang Manggis, bentar aja,"
"Enggak." jawab Genta dengan singkat, padat, dan jelas. Kemudian, Genta melesat pergi tanpa mempedulikan Ara yang sebenarnya, butuh tebengan.
'Issshhhh, nyebelin banget sih! Heran gue kenapa si Danda sama Cika bisa tergila-gila banget sih sama kulkas berjalan itu? Nyebelin dan dingin banget kayak gitu lagi. Apa coba sisi baiknya si Kak Genta nyebelin itu. Ih, pokoknya sebel. Beteee!'
Ara mendengus sebal. Tak lama kemudian, suara motor seperti suara motor Genta terdengar kembali. Ara menoleh ke sumber suara. Kini Genta berada di sampingnya, masih duduk di atas motor ninjanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL
Teen Fiction[UPDATE SETIAP RABU DAN MINGGU] ••••••••••••••••••••• Genta, si ketua basket, bertekad untuk balas dendam pada Ara, juniornya. Pasalnya, Ara sudah menabrak dirinya dan membuat kunci motornya jatuh ke dalam selokan. Ara ternyata memiliki pemikiran ya...