Bab 3

6.3K 372 2
                                    

    Raka memungut gantungan kunci bandul boneka kelinci yang terjatuh di lorong kelas. Setengah berlari ia mengejar si pemilik gantungan kelinci itu.

    “Lira!” panggil Raka ketika melihat gadis itu mulai menjauh.

    Sepertinya Lira tidak mendengar panggilan Raka. Raka mempercepat langkahnya, menyalip di antara murid-murid. Beberapa kali ia berbenturan dengan murid lain namun dengan cepat meminta maaf dan terus mengejar Lira.

    Akhirnya, Raka berhasil mendahului Lira dan memotong jalannya. Gadis itu hampir menabraknya, namun Raka berhasil menghindar dengan gesit.

    “Sorry. Sorry,” ucap Raka cepat sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf.

    Dua mata bening milik Lira menyentak kesal sekaligus kaget.

    “Dari tadi aku memanggilmu,” kata Raka sambil mengangkat gantungan kelinci. “Kelincimu jatuh.”

    Tanpa basa-basi, Lira memeriksa tasnya dan melihat gantungan kelincinya lepas dari pengait. Tanpa berkata apa-apa, ia menyambar boneka kelinci itu dari tangan Raka.

    “Makasih,” ucap Lira singkat, terburu-buru.

    Raka ingin mengobrol lebih lanjut dengan gadis itu. Ia terpesona melihat Lira, gadis itu begitu cantik dengan rambut hitam panjang yang tergerai indah di sepanjang punggungnya. “Hanya makasih? Traktir dong,” godanya, tersenyum simpul.

    Lira nampaknya tidak tertarik. Dengan malas, ia melengos dan melangkah pergi dari hadapan Raka.

    Raka sedikit kecewa dengan sikap Lira yang langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan banyak kata. Tetapi, ia juga tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Setidaknya gantungan kelinci itu sudah kembali ke tangan pemiliknya.

    *

    Hari ini, Lira sangat kesal. Rasanya, inilah hari terburuk yang pernah ia alami. Semuanya bermula ketika nilai ulangan bahasa Indonesia yang baru saja diumumkan. Lira mendapat nilai yang lebih rendah dari Ruby. Padahal selisih nilai mereka hanya terpaut dua angka saja. DUA ANGKA! Rasa kesal itu terus menggerogoti hati Lira.

    Tentu saja, Lira telah mengerahkan segala pikirannya untuk menulis puisi yang bermakna. Namun, kali ini usahanya tidak membuahkan hasil. Dan yang lebih membuatnya kesal adalah Ruby yang menurut Lira hanya membuat puisi biasa-biasa saja, malah mendapat nilai lebih tinggi darinya.

    Lira mendesah pelan. Ia ingin hibernasi dari makhluk bernama Ruby. Kini, ia hanya ingin berada di dalam kamarnya yang nyaman, sejuk, dan tenang.

    Sebelum Lira benar-benar menikmati momen hibernasinya, tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dengan keras dan Ruby menerobos masuk dengan wajah penuh senyum lebar.

    “Lira, Lira, Liraaaa~” suara riang Ruby terdengar memenuhi kamar.

    Lira hanya bisa mengernyitkan kening, semakin kesal. Ia berusaha menahan diri agar tidak terpancing emosi.

    “Hari ini cerah banget ya, Li,” ujar Ruby dengan senyuman pongah, sambil mengamati ruangan dengan antusias. “Aku bawa kabar gembira nih. Nilai bahasaku sembilan-dua!” seru Ruby dengan bangga.

Tetaplah di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang