Bab 2

10K 516 0
                                    

    Ruby telah mengalami banyak bahaya dalam hidupnya. Namun, bahaya kali ini benar-benar sangat bahaya. Dan, ia harus menangani situasi ini semulus mungkin tanpa meninggalkan cela.

    Pikirannya kosong, tidak ada ide yang muncul. Hingga ia mencium aroma kue dari dapur.

    Aroma harum kue yang dipanggang membuat Ruby tersadar. Ia memiliki ide brilian. Ruby memutuskan untuk membuat kue sebagai tanda persahabatan.

    Gegas Ruby menuruni anak tangga menuju ke dapur. Setiba di dapur, ia melihat ibu sedang sibuk membersihkan meja granit yang sebelumnya berantakan dengan peralatan dan bahan-bahan kue. Ruby dengan cepat bergabung dengan ibunya di samping meja.

    “Ibu bikin brownies?” tanya Ruby sambil menatap ibunya dengan rasa tak sabar, sambil meletakkan kedua telapak tangannya di meja.

    “Iya, Nak. Ibu bikin brownies cokelat dan keju. Kamu mau?” jawab Ibu, tersenyum.

    Ruby mengangguk cepat. “Mau, Bu! Hm, boleh satu buat temanku?”

    “Teman? Siapa temanmu?” Ibu bertanya, wajahnya nampak senang.

    Ruby menjelaskan singkat. “Teman baru aku, dia pindahan dari Jepang dan dia tinggal di seberang rumah kita. Tetangga baru. Jadi, aku ingin memberinya brownies sebagai tanda persahabatan.”

    Ibu Nike pun merespon dengan senang hati. “Ajak main ke sini. Ibu juga mau kenalan.”

    Ruby menggelengkan kepala. Ia rasa memperkenalkan teman baru ini bukan wacana yang bagus.  “Nanti ya, Bu. Kapan-kapan.”

    Ibu mengangguk paham sambil melanjutkan membersihkan meja.

    Ketika brownies matang, Ruby dengan hati-hati memotong brownies menjadi potongan kecil dan menata di atas piring cantik.

    *

    Ruby melangkah keluar dari rumahnya, membawa dengan hati-hati piring berisi brownies cokelat yang masih hangat. Kini ia sudah menapak di depan pagar rumah Raka. Berharap bahwa gestur kecil ini dapat membuka jalan untuk menciptakan kedamaian di antara mereka, para penghuni di Komplek Puspa Indah Blok Lima.

    Ruby menekan bel rumah dengan gugup.

    Raka, pemilik rumah membukakan pintu lalu menghampiri Ruby yang berdiri di luar pagar.

    “Hai.” Ruby mengangkat sebelah tangan, tersenyum ramah saat Raka membuka pagar untuknya. “Ini ada brownies cokelat. Baru saja matang dari oven,” kata Ruby sambil menyerahkan piring brownies ke Raka.

    Raka menerima brownies tersebut dengan senyum ramah. “Terima kasih.”

    “Ibuku yang membuatnya sendiri. Dari bahan-bahan terbaik dan berkualitas. Kalau brownies ini sesuai dengan seleramu, silakan mampir ke toko brownies kami. Grand opening-nya hari Minggu ini,” tambah Ruby sambil mempromosikan toko brownies milik ibunya.

    Raka mengernyitkan keningnya. “Ini buat promosi terselubung, ya?”

    Ruby terkekeh kecil. “Nggaak! Maksudku...” Ruby terdiam sejenak, kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Ruby memandang Raka dengan tatapan memohon. “Boleh aku minta sesuatu?”

    “Kalau permintaanmu nggak terlalu sulit dan aku bisa, tentu aku akan bantu.”

    Ruby menggigit bibirnya ragu, dengan hati-hati mengutarakan permintaannya. “Bisa nggak kamu pura-pura nggak tahu—kalau aku tinggal di rumah itu? Dan siapa pun yang kamu lihat di sana, pura-pura saja nggak tahu,” pintanya memohon, sangat.

Tetaplah di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang