Bab 10

2.7K 204 4
                                    

    Bel masuk berbunyi nyaring di telinga Lira, memecah keriuhan pagi di ruang kelas yang mulai dipenuhi murid-murid yang bergegas duduk di tempat masing-masing.

    Lira menghela napas panjang, melirik ke bangku kosong di sebelahnya, begitu pula dengan bangku Raka. Mereka berangkat bersama, tapi mereka berdua masih belum datang. Hingga, Lira mendengar gosip heboh ketika di jam istirahat. Ada murid yang melihat Raka dan Ruby, berlarian sambil bergandengan tangan, menaiki bus umum. Tentu saja Ruby yang dipersalahkan dalam kasus pembolosan ini.

    Saat mereka sedang duduk di kantin, Tika mengeluarkan pemikirannya.

    “Raka ganteng-ganteng salah cari teman, ih. Hari ini bolos, besok pergi ke kelab malam. Makanya kalau berteman jangan asal berteman,” ujar Tika mulai bergosip dengan liarnya, sambil makan keripik kentang. “Teman itu bisa bawa pengaruh ke kita. Kita harus selektif dalam memilih siapa yang akan kita ajak bergaul,” imbuhnya kemudian sekaligus memberikan saran dalam pertemanan.

    Bella memilih diam, sibuk mengamati jerawat di dagu melalui cermin lipat. Bella tidak terlalu suka berdebat dengan teman-temannya, begitu juga dengan Lira yang lebih memilih untuk menyimak obrolan teman-temannya.

    Vera yang duduk di sebelah Lira, tidak terlalu suka dengan gaya bicara Tika yang cenderung menghakimi. “Pengaruhmu ke kita apa?” Tanyanya dengan nada tajam.

    “Kalian berada di lingkungan yang berpendidikan, punya attitude dan status yang baik,” seloroh Tika.

    “Yang berpendidikan, punya attitude, dan status yang baik harusnya omongannya bisa lebih tertata,” balas Vera menyindir pada omongan Tika.

    “Vino nggak terpengaruh walau berteman sama Ruby. Nggak pernah bolos dan masih juara umum,” kata Lira dengan pemikiran apa adanya.

    Tika segera menanggapi pernyataan Lira dengan nada skeptis, “Nih, baru dua minggu sebangku sama Ruby, udah terpengaruh, kan?”

    Lira hanya menggeleng pelan, merasa bahwa Tika terlalu cepat mengambil kesimpulan.

    Bella yang diam-diam mengamati perdebatan teman-temannya, ia lebih memilih untuk fokus pada jerawat di dagunya dan memasang plester jerawat berbentuk bintang untuk menutupinya.

    “Mungkin ada alasan mereka bolos,” kata Lira, mencoba untuk berpikiran positif.

    “Nggak ada alasan, Li.” Tika kukuh dengan deduksinya. “Bolos ya, tetap bolos. Mereka pasti mau bersenang-senang.” Suaranya terdengar tegas, tidak ada ruang untuk diskusi.

    Bella yang sedari tadi hanya diam menyimak mulai jengah, telapak tangannya menggebrak meja dan melemparkan komentarnya. “Setop! Ngapain sih ngurusin orang lain? Biarin aja. Itu urusan mereka, bukan kita. Lagian nggak akan merubah apa-apa.”

    Vera mengangguk pelan, sedikit sependapat dengan Bella.

    Tika balas melemparkan komentar tajam ke Bella. “Selain Ditya Pradika, kamu nggak peduli sama sekitarmu.”

    “Tentu aja. Kalau obrolan kalian ada hubungannya sama Kak Ditya, baru aku peduli dan ikut campur,” sahut Bella, tersenyum cuek.

    Lira melirik ke Bella dan melihat wajah Bella yang tersenyum tipis menanggapi omongan Tika. Urusan bisa runyam jika suatu hari nanti Bella tahu bahwa Ditya adalah kakaknya Raka. Dan, kehidupan Raka tentunya akan runyam mendapatkan rongrongan dari Bella.

Tetaplah di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang