Beera,
Keramaian atmosfer lingkungan sekolah menengah pertama semakin membumbung tinggi di jam istirahat. Namun di sudut tertentu duduk gadis yang termenung menatap sekitarnya dengan bingung. Tak seorang pun yang dapat ia ajak bicara karena ia sendiri tak berani menyapa.
Ialah aku, yang duduk termenung menatap sudut demi sudut kelas dengan tatapan bingung mau melakukan apa. Satu- dua anak hanya menanyakan apakah tugasku sudah selesai, empat- lima anak hanya menatap ku jengah.
Aku mengeluarkan headset dan memasangkannya ke telinga. Ku nikmati alunan musik Alonenya Alan Walker dan ku telungkupkan wajahku.
I' m not alone...
I' m not alone...
I' m not alone...Alunan musik terhenti.malas ku paksakan diri mendongak. Seorang anak laki- laki menatap ku. Dia mencabut headsetku dan mengambil ponselku. Otakku bekerja mengingat- ingat siapa dia, Ohh penghuni kursi bagian paling belakang, ternyata.
" Balikin!" Pinta ku.
" Ada guru," dia melenggang pergi membawa ponselku.
Ck
Guru telah menempatkan diri. Aku benar- benar kesal, baru kali ini ada yang sempat- sempatnya mengusik ketenanganku. Aku harus merelakan ponselku sampai jam pelajaran usai. Karena meminta nya sekarang berarti menampakkan diri sebagai pelanggar aturan sekolah.
" Ryu, kamu mau kemana?" Suara Pak Guru menggelegar
" Ke sini, pak"
Bruuk
Aku menoleh, anak laki- laki tadi telah meletakkan tasnya di kursi kosong sebelah ku. Tanpa peduli dia langsung duduk. Tak pelak ini lebih menjengkelkan. Aku berusaha mengabaikan nya.
Pelajaran usai. Aku sibuk membereskan buku- buku dan alat tulis. Setelah selesai, si biang ricuh telah pergi. Terus ponselku?
Gerimis mengguyur kota kami
Aku mendekati halaman. Sejenak semua penat hilang tergantikan senyum yang terkembang. Ku tatap lekat- lekat tetesan air yang tertangkap sudut pandangku. Ingin ku hampiri mereka, lalu ku ajak menar...
" Ra, kamu tadi nyariin Yu kan, dia di lapangan basket."
" Eh... Makasih."
Ingatanku kembali. Sejenak hujanlah yang mudah membuat ku melupakan segalanya. Cinta mudah mengalihkan semua perhatian kita pada suatu hal. Karena ku cinta hujan.
Aku berlari menuju lapangan basket. Disana, siapa tadi namanya? Aku berfikir keras,
" Yuuu!!!..."
Semua orang menoleh, ada sekitar sepuluh orang di sana, semuanya anak basket. Aku menepuk dahi astaga. Bodo amat yang terpenting ponsel, terus pulang. Aku mendekati gerombolan orang yang tak henti- hentinya menatapku heran.
" kak, Ryu-nya ada?" Tanya ku
Salah seorang dari mereka menunjuk sudut lapangan. Di sana berdiri Ryu yang menatap ku dengan wajah menyebalkannya lalu pura- pura tak tahu. Dia melongos dan memainkan bola basketnya.
" Makasih, Kak," dengan terpaksa aku menghampiri biang kedok itu.
Rambutku sedikit basah oleh gerimis. Perasaan ini menyenangkan. Tetesan hujan kerap hadir ketika aku terguncang banyak masalah. Amarahku sedikit mereda.
" Ponselku," pintaku.
" Mana ku bawa," belanya.
" Aku mau pulang," aku mengulurkan salah satu tangan meminta.
" Tunggu sampai selesai," dia menyerahkan bola ke tanganku dan mengambil bola lain.
" Gak ada waktu, Yu. Cepetan."
" Main dulu apa salahnya?"
Amarahku di ujung ubun- ubun. Aku mendribel bola mendekat ke ring dan melakukan under ring. Masuk? Padahal kalo penilaian nol. Ryu hanya tersenyum, dia melempar bola dari posisi three points, dan masuk (biasanya).
" Hp-mu di laci."
Aku langsung balik kanan tanpa menoleh menuju kelas, segera berkemas, dan melihat layar ponsel, ada pesan
FROM: TEMAN
Kalo butuh temen tuh bilang...
Hari ini memang berbeda. Ada orang yang membuat ku sadar bahwa hidup itu berusaha mencari teman bukan dicari sebagai teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN
Teen FictionHujan. Semuanya tentang hujan. Yang tak pernah takut jatuh dan tak pernah menyalahkan takdir. Dan kisah sesosok gadis penyuka hujan ada dibaliknya.