"PR kamu udah dikerjain?" Ryu mengacak-acak tasnya, "Kamu tau buku fisika ku kemana?" Kini dia mengacak-acak rambutnya frustasi.
Beera mengedikkan bahunya, "Aku baru dapet tiga soal. Salah siapa ambil jadwal mepet pagi, bukumu jadi ngga jelas di mana kann"
"Kamu bisa mati di tangan Bu Krisna" Beera menarik tangannya horizontal di atas leher dan menjulurkan lidahnya.
Teman- teman yang lainnya hanya cekikikan mengetahui kemalangan Ryu.
"Selamat pagi, anak- anak"
"Selamat pagi, Buu" Kor siswa sekelas mengembangkan senyum Bu Krisna "Pagi ini kita kedatangan murid baru, Silahkan masuk Raini."
"Perkenalkan diri kamu!" Lanjut Bu Krisna.
"Nama ku Raini Swastika, dari SMA 1 Pekanbaru, pindah ke sini ikut papa pindah tugas ...bla...bla...bal""Yu, kamu harus berterima kasih sama Raini, berkat dia Bu Krisna lupa kamu ngga dapat hukuman"
"Buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya..." Ryu menutup telinganya dan menggoyangkan badannya ke kanan-kiri seolah-olah sedang asik sendiri. "Bukannya itu keputusan Bu Krisna sendiri ngga ngecek kelengkapan siswa" Ryu tertawa senang mendukung pemikiran skeptisnya.
"Nanti sepulang sekolah ada waktu ngga, Beer?"
"Kenapa? Ngga biasanya kamu nanya dulu kalo mau ajak jalan" Beera justru curiga tapi juga senang
"Ck ck ck tanya diomong, ngga tanya diomong" Ryu geleng- geleng kepala tak tahu jalan pikir Beera
"Biasanya kamu yang diem-diem ngikutin kayak penguntit ngga tau malu" Beera mengolok-olok Ryu.
Ryu menatap Beera sangsi, "Bukannya kamu cewek yang super kuper dan ngga pede waktu dulu" Ryu menahan tawanya seperti cengiran mendiskriminasi SARA yang mukanya tak berdosa, "Ngga punya temen, ngga bisa diajak ngobrol baik-baik, jawab segala pertanyaan hanya dengan anggukan, man killer, ngga ngliat lawan bicaranya, hmmm.... what more?" Ryu mengetuk meja dengan jarinya, berfikir.
Kuping Beera memerah,
Brukkk
"Adudu... Ohh ya, sangarnya belum ilang" Ryu meringis dan mengelus- elus ujung kepalanya, tas anak sma ngga main-main beratnya.
Beera masih melotot mengamati Ryu di depannya, dia menghela napas. Beera tak memungkiri bahwa kehidupannya telah berubah 360 derajad setelah mengenal Ryu. Kehidupan yang awalnya terasa sepi dan hambar kini telah ramai dan berasa, Beera tersenyum, "Thanks, Yu"
"Makhluk macam apa yang sebelumnya eksplosif sekarang senyum-senyum sendiri sambil bilang makasih" Ryu bergidik kemudian tersenyum. "Nanti kita pergi ke lapangan basket"
"Yahhh... kirain mau kemana, awalnya aja yang keliatan ngasih harapan, ujungnya PHP" Beera menelungkupkan tangannya menutupi wajah. Sejak dulu Beera belum bisa mengontrol bola basket, sedangkan Ryu adalah ahlinya memasukkan bola ke ring. Beera dua tahun ini hanya melihat kelincahan Ryu memainkan bola dan itu sangat membosankan. Menunggu adalah hal yang membosankan.
"Mestinya cewek yang aku ajak bakalan histeris, tau yang ngajak cowok cakep adiknya Zein Malik gini" Ryu memandang Beera dengan muka ponggahnya.
Beera menatap Ryu datar, "Kayaknya kamu perlu ngaca, Yu dan jangan samain aku sama fangirlsmu yang gila." Beera menata poninya yang berantakan, "Cakepan Zein Maliknya juga kalii."
Raini mendengarkan dengan seksama. Selama ini dia merasa bahwa dirinya seringkali menjadi tokoh figuran maupun tokoh pembantu dalam ceritanya sendiri. Raini kali ini lo harus menang.Theeet Theeeet
"Bel apaan itu? Kok dengernya ilfeel ya, kayak ngga punya dana buat beli bel yang lebih bagus" Suara riuh rendah komentar itu menyadarkan yang lainnya bahwa waktu pulang telah tiba.
"Yang penting waktunya pulang" Ryu tersenyum menoleh ke Beera, "Gassss, Bee! Kita jalan"
Beera masih memasukkan bukunya ke tas,
"Raini, kamu sore ini ada acara ngga maksudnya ada waktu ngga? Itung-itung pdkt sama temen baru yuk nonton basket bareng" Beera menatap partner mejanya yang sibuk memasukkan buku.
"What the..., Bee!??" Ryu melongo tak percaya
"Sebenernya sih papa ngajak keliling kota sore ini, tapi kayaknya bakalan seru kalo punya temen dulu. Jalan-jalannya bisa dipending" Raini tersenyum
"Tuhh kan, Yu akhirnya aku dapet temen nungguin kamu he he he" Bee tertawa licik.
Yu membuang muka.
"Sheeett, kamu kan tau aku ngga bisa semudah itu dideketin orang baru" Yu berbisik di telinga Bee
"Ehemm, dideketin? Harap sadar ya mas cowok cakep di dunia ini banyak" Bee mencangklongkan tasnya yang gede. "Lagian kamu ngga ngrasain rasanya nunggu orang yang kesurupan cinta mati sama basket" Bee memutar bola matanya.
"Maaf ya, Rain kamu jadi terbengkalai. Cowok ini memang rada- rada" Bee terkekeh saat sudut matanya melihat Yu cemberut.
"Ohh, aku baru nyadar nama kamu Raini asalnya pasti dari kata hujan dalam bahasa Inggris, btw aku seneng sama hujan lohh mungkin kita bisa sahabatan karena kita cocok" Bee merangkul Rain
"Kata papa, aku lahir pas hujan mulai turun jadi beliau mikir aku direstui kelahirannya sama alam" Bee dan Rain tertawa, "Mungkin sahabatan ide bagus."
"Ya, kita bisa jadi sahabat" ulangnya kemudian.
Beera, Raini dan Ryu melangkah perlahan diselingi dengan tawa dan semilir angin yang menggerakkan daun. Suara gesekan daun yang menjadi soundtrack perjalanan mereka menambah rasa keindahan."Rain, jangan sakit hati ya kalo berhadapan sama cunguk satu ini. Biasanya dia underestimate, sok paling keren, paling pinter, sok paling alim, sok paling jago dan ujungnya sok paling-palingan (sok tau)" Bee terkekeh
"Ujung ujungnya kamu yang merendahkan diri loh, Bee" Rain menimpali
"Lohh kok? Kamu jadi belain Yu" Bee menatap kecewa
"Makanya. Kalo kamu merendahkan orang lain sama aja merendahkan diri" Yu balik menyerang, mati rasa kamu Bee, he he he.
"Aku netral. Aku bukan komunis maupun liberal. Aku gerakan non-blok" Rain menunjukkan tangannya tanda peace.
Bee dan Yu hanya bengong. Yu mengeluarkan bola basket dari tasnya. "Saatnya mainn!"
"Bee, katanya main basket kok ngga ada yang lain?" Tanya Rain
"Memang main, tuh Ryu mainnya sendiri" Bee terkekeh
"Ooh kirain main tanding" Rain yerlihat kecewa
"Maaf ya, Rain. Kamu bisa main basket ngga? Mungkin kita bisa main bareng aja" Bee menarik tangan Rain menuju lapangan
"Ngga begitu ahli sih"
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN
Teen FictionHujan. Semuanya tentang hujan. Yang tak pernah takut jatuh dan tak pernah menyalahkan takdir. Dan kisah sesosok gadis penyuka hujan ada dibaliknya.