---tiga: bermula---

180 15 4
                                    

Sepinya malam menjadi teman untuk sekelompok orang.
Melawan dingin nya malam yang menusuk kulit. Terlihat dua orang berpakaian serba hitam tengah berbicara serius.

Penuh hati-hati dengan sekitar. Bahkan malam terasa lebih mencekam bersama kehadiran mereka.

"Kapan aku harus melakukannya?" Salah satu dari mereka memulai pembicaraan.

Ia juga menyembunyikan badan atletis nya dengan pakaian serba hitam.

"Jika memang harus segera dimulai. Lakukan. Buat ia gila bahkan sampai ua berpikir lebih baik ia mati daripada hidup" Perintah salah seorang yang lain yakin.

"Hm. Aku tau yang kau mau. Serahkan semua padaku. Kau tau benar hal ini biasa untukku. "

Senyum licik mengembang di balik masker hitam. Tanpa aba-aba kedua bayangan hitam berpisah ke jalan mereka masing-masing.

Walaupun jalan yang berbeda, namun mereka memiliki tujuan yang sama.
.
.
.
.
malam yang kelam telah berganti menjadi pagi yang cerah. Namun tak secerah seorang gadis cantik yang tengah termenung.

"Eun ji-ssi! Apa kau mendengar apa yang aku katakan?!" Suara nyaring membelah kesunyian kelas.

Gadis yang dipanggil pun tidak menghiraukan dan masih setia melamun. Sampai gadis di sampingnya menyenggolnya, baru ia tersadar.

Dan dengan cepat meminta maaf kepada guru yang mengajar. Ia benar-benar tidak konsentrasi hari ini.

"Baiklah, sebagai gantinya karena kau mengabaikan ku maka kau kuberi tugas tambahan. Datang ke kantor setelah pulang sekolah. Mengerti!?" Eun ji hanya mengangguk takut.

Ia tahu, guru yang sedang dihadapinya ini benar-benar killer. Sudah tua, kumisan lagi. Haah, benar-benar.

Dan bagaimana ia dengan santainya melamun? Ia melamunkan seseorang yang duduk di hadapanya. Ya, tak lain choi Sulli. Yang bahkan saar ini dia hanya melirik debgan malas eun ji yg baru saja mendapt hukuman.

Sebelum guru tersebut lebih mengomel, untunglah bel istirahat berbunyi. Sekali lagi Eun Ji bersyukur.

Tak berapa lama kemudian kelas menjadi ramai kembali. Dan banyak yang segera lari keluar untuk sekedar mengganjal perut.

Tak

Bunyi sesuatu dihentak kan di meja. Eun ji mendongak melihat pelakunya​. Dia menunduk kembali saat tau bahwa pelakunya adalah rivalnya. Orang yang paling ia benci, karena hanya mencari masalah dengannya. Ia malas bertengkar saat ini.

"Ya! Kenapa akhir-akhir ini kau berubah? Apa kau mulai stres? Aku rasa iya. Apa kau butuh uang ? ." Eun ji hanya menatapnya sekilas dan justru mulai menutup telinga lalu bersiap untuk tidur.

"Diamlah park Chanyeol" eun ji benar-benar malas saat ini.

Namun bukan Park Chanyeol jika ia hanya duam saja. Chanyeol punya ide karena ia terus diacuhkan.

"Aish, kurasa kau sedang malas  Hahahaha apakau sudah menyerah melawan ku? Hei. Rival mu itu Park Chanyeol, kau tidak boleh mudah menyerah. Ya aku tau aku memang pandai. Tak apa jika kau menyerah . Maka  aku akan bebas dan menang, " Eun Ji tidak menghiraukan rivalnya sama sekali.

Ia hanya mendongak melihat Chanyeol yang tertawa keras dan berputar-putar tidak jelas.

Dasar sinting - Eun ji

Melihat Eun Ji seperti itu, rivalnya tidak tinggal diam. Ia menangkup wajah Eun Ji dan menekan kedua pipinya. Bahkan hingga bibir Eun Ji mengerucut lucu.

"Ya! Kau sangat tidak seru.. apa yang harus kulakukan agar kau marah ya...." Eun ji kebingungan akan maksud rivalnya.

Chanyeol mendekat kan wajahnya pada Eun ji.

Cup

Lalu Chanyeol segera berlari keluar kelas. Eun ji masih mematung. Ia masih mencerna apa yang terjadi.

Saat tersadar baru dia langsung mencari pelakunya yang berani merebut keperawanan​ bibirnya.

Eun ji geram tidak menemukan target nya di kelas. Ia segera berlari keluar kelas menyusul target nya. Dengan kekuatan penuh, ia berlari sambil berteriak sepanjang lorong.

"Sial!! Park Chanyeol!!!!!!!!"

Yang di panggil pun hanya berlari sambil tersenyum puas.
.
.
.
.
Choi Sulli berjalan keluar sekolah bersama murid yang lain. Hoodie putih dan headset setia menemani. Ia berjalan santai sampai melihat sesuatu yang membuatnya berhenti.

Sebuah mobil sport yang biasanya tidak terparkir di depan sekolah, Sekarang terparkir manis. Yang lebih mengejutkan adalah sang pengendara. Tak lain, orang yang selama ini ia hindari.

Kim taehyung.

Kim taehyung menoleh saat seseorang melihatnya. Bukan karena terpesona akan wajah dan badan taehyung yang bak model. Namun karena orang yang ia tunggu sudah di hadapannya. Ya, dialah Choi Sulli.

Tidak lama, taehyung berjalan mendekati sulli. Ia melepas kacamata hitam nya. Kemeja nya pun ia buka sedikit sambil berjalan. Matanya masih fokus menatap sulli tajam.

"Hai, Choi Sulli.. atau kupanggil adik ku yang manis?" Taehyung menyeringai.

"Tcih" Sulli mendelik.

"Rencana apa lagi yang kau jalankan? Apa kau tidak ada puasnya? Dasar psikopat " Taehyung hanya menyeringai melihat sulli berkata seperti itu.

"Kau tau, kau adik ku yang tersayang. Sudah kukatakan untuk bersabar sedikit lagi kan... Setelah itu, semua akan menjadi milik kita. Hm?" Sulli mendongak.

"Apa maksudmu? Haruskah aku percaya? HAH!" Karena teriakan sulli, seketika perhatian mengarah pada dirinya. Sulli tidak peduli.

Taehyung pun menarik tangan sulli untuk masuk ke dalam mobilnya.

Sulli di dudukan dengan terpaksa. Sulli hanya menurut dan terdiam. Sampai taehyung menjalankan mobilnya​ dan berhenti di sebuah rumah. Ya, tidak lain adalah rumah keluarga mereka dahulu.

"kau ingat rumah ini? Aku tidak menyangka kau masih mengenangnya oppa"

Taehyung menoleh menatap sayang sosok sulli. Ia meraih bahunya. Menatap nya intensif. Menelisuk ke dalam mata sulli yang kosong.

"Dengar, kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan setelah kau menyelesaikan semua ini. Aku akan membuat mu bahagia di sisi ku. Dan kamu tidak akan menyesal menyerahkan segalanya untuk ku. Sekarang kamu harus membantu ku. Ne, kita lakukan ini bersama. "

"Oppa..." Sulli menangis dalam dada taehyung setelah taehyung memeluknya. Ia benar-benar merasa aman sekarang.

Sulli menjauh kan wajahnya. Menangkup wajah taehyung. Memandang ketulusan di matanya.

Perlahan wajah mereka nendekat. Menautkan kedua bibir yang basah. Menyalurkan kerinduan yang selama ini dipendam.

Jari yang saling menggenggam dan seakan saling melindungi. Di dalam mobil, Sulli semakin terhimpit ke pintu karena taehyung yang semakin maju.

Mobil yang semula dingin menjadi panas. Terbakar rindunya sentuhan yang selama ini hilang. Hanya kedua tangan yang berbicara dengan sentuhan.

Melepas ciuman, Taehyung terengah-engah bersama Sulli. Ia tersenyum. Membalas kembali pagutan Sulli yang terhenti.

Semua terjadi begitu cepat. Melakukan apapun yang belum sempat mereka salurkan selama ini. Semua tidak ada yang tanpa alasan.

Orang yang paling kau percayai bukanlah orang yang akan menolong mu pertama kali. Kadang ia yang akan tersenyum pertama kali saat melihatmu jatuh.
.
.
.
.
.

Between your destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang