Semilir angin pagi membuat Aurel memeluk diri sendiri dengan erat. Hari ini adalah hari pertama OSPEK di SMA Negeri 30 Bandung. SMA yang menjadi favorit setiap tahun ini memiliki passing grade tertinggi dan biaya yang tidak sedikit. Bila tidak memiliki otak yang pintar maka 'membeli bangku' lah jawabnya. Cukup untuk perkenalan sekolah Aurel.
Aurel memasang senyum palsu saat bertemu satu-satunya teman dari SMP yang sama dengannya.
"Hai Firyal, apa kabar?" Aurel mencoba basa-basi, Firyal tersenyum sama palsunya. Aurel hanya mencemooh dalam hati.
"I'm fine, lo sendiri?" Aurel hanya menjawab seadanya. Selama perjalanan menuju lapangan Aurel dan Firyal saling diam, tak ada yang Mau membuka percakapan. Bukannya mereka tidak punya topik, tapi setelah kejadian dimasa lalu membuat Aurel 'sedikit' membenci Firyal. "Kenapa gue tiba-tiba kepikiran masa lalu? Lupain Rel lupain" batin Aurel.
Saat sampai di lapangan, kegiatan masa orientasi siswa pun dimulai. Para kakak kelas menyuruh murid untuk berjalan bebek mengelilingi lapangan, membuat semua murid baru berteriak bahwa kakak kelas itu sudah gila. Tentunya hanya dalam hati.
"Heh Sandra, jalan tuh yang cepet dong . Lelet banget sih!" kakak kelas yang tadi memerintahkan murid baru untuk berjalan bebek itu berteriak keras. Membuat Aurel dan semua siswa kelas X berhenti dan menonton kejadian langka tersebut.
"Kakak contohin dulu donk, gimana cara yang BENER!!! Baru gue lakuin!" siswi yang dipanggil kakak kelas itu menjawab, membuat semua kakak kelas tercengang. Aurel mengangkat alis sebelah, acara di depannya ini sangat tidak bermutu karena berisi kata-kata kasar. Tapi kenapa semua orang senang menontonnya. Tak lama kemudian istirahat pun tiba.
Aurel segera berlari menuju mading setelah mendengar kabar bahwa daftar kelas sudah ditempel di mading. Aurel sangat sadar bahwa ia tidak bisa melihat dari jauh karena ia berbadan kecil. Namun saat sampai di koridor dekat mading, ternyata mading sudah dikerumuni banyak siswa. Aurel menghela napas pelan.
Mau tidak mau ia harus menyelip agar bisa segera melihat namanya di mading. Namun saat ia menyelip, badan seseorang berbalik dengan cepat. Membuat Aurel tersungkur ke bawah.
"Kamu gak apa-apa?" seseorang yang menabrak Aurel itu mengulurkan tangannya untuk membantu Aurel. Namun Aurel masih sibuk mengusap bokongnya yang sakit. Orang itu ikut jongkok, membuat Aurel kaget dan kembali sadar.
"Aku tanya, kamu gak apa-apa? Kok malah bengong? Karena gue ganteng ya?" setelah mendengar ucapan 'tiang' di depannya, Aurel langsung berhenti terpesona. Aurel membatin, menyumpahi cowok didepannya yang sok kenal, sok deket, sok ganteng, dan sok segalanya. Walau emang ganteng sih. Tapi ngeselin, buat apa ganteng kalau ngeselin?
"Minggir, gue mau liat nama gue di mading. Dan inget ya tiang, badan lo itu ngehalangin pandangan gue. Minggir!" cowok yang menabrak Aurel itu terkekeh, 'gue dipanggil tiang? Serius dia manggil gue tiang? Reaksi yang aneh, menarik' batin cowok itu.
"Gue Zai, lo?" tanya cowok itu yang masih setia dengan posisi jongkok dan tangan terulur. Aurel mengangkat alis sebelah, membuat cowok itu melakukan hal serupa.
"Lo budeg ya? Gue bilang, MING-GIR!" Aurel sengaja menekan setiap katanya. Aurel segera berdiri dan menepuk roknya yang sedikit kotor. Zai hanya tertawa pelan melihat Aurel yang berjinjit demi mencari namanya di mading. Zai ikut berdiri, dan benar saja kalau Zai itu tiang bagi Aurel. Aurel hanya sebahu Zai, dan itu membuatnya terlihat pendek.
"Awas ih, lo ngehalangin tau gak? Minggir sana, gue gak ada urusan sama lo!" Aurel mendorong Zai kepinggir, walau dorongannya tak berarti.
"Ketemu! Yeay gue berhasil masuk ipa, mama pasti bangga" Aurel meloncat senang, harapannya masuk kelas ipa terkabul. Walau ia yakin 99,9 % ia akan masuk ipa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Hate, and You
Teen Fiction[Cover by: Crayel] "Cinta dan benci itu hanya terpisah garis tipis" Gadis SMA yang hanya ingin lulus dengan nilai tertinggi diusik oleh seseorang yang membuat ketenangan yang dimilikinya hilang. Selalu membuat gadis itu pun, dipenuhi masalah, dan me...