2. The Game

22 5 2
                                    

"Lets the game begin!" teriak kakak kelas yang diketahui namanya Diani.

Pertama kakak kelas menunjuk dari barisan laki-laki, hal yang menguntungkan karena cukup jauh dari bangku Aurel. Setidaknya Aurel bisa menghafal beberapa nama. Dan semoga sistemnya tidak random.

"Jadi ini sistem nya random ya, jadi yang kakak tunjuk dia harus menyebutkan nama teman yang berbeda gender. Nah yang namanya udah disebut temannya boleh tunjuk teman yang lain. Rules nya gak boleh nyebutin nama teman yang udah disebut dan boleh hanya menyebutkan nama panggilan. Paham?"  Robin menjelaskan. Sial, ternyata sistemnya random.

"Paham" jawab siswa X ipa 5 serempak. Aurel meneguk salivanya dengan susah payah. Para kakak kelas itu mulai meneliti para siswa. Memilih yang tidak memperhatikan apa yang sudah mereka jelaskan. Pilihan kakak kelas pun jatuh pada cowok yang tidur menggunakan hoodie hitam di belakang.

"Kamu yang tidur pake hoodie hitam, sebutkan nama cewek yang kakak tunjuk!" Robin menunjuk Firyal. Membuat cowok itu sedikit linglung. Aurel masih sibuk dengan pikirannya, ia sangat acuh pada sekitar.

"Dia namanya siapa ya? Duh gue lupa, kak namanya Fina bukan?" cowok itu melantur, membuat seisi kelas tertawa nyaring kecuali Aurel yang masih sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Salah, namanya Firyal bukan Mia. Sebagai hukuman kamu harus keluar kelas sekarang sambil jewer telinga dan kaki sebelah diangkat" cowok itu mengangguk lalu melangkah keluar kelas sambil menguap. Permainan dilanjutkan.

"Kak, nunjuknya boleh ke cewek lagi gak?" tanya Firyal pada Robin dan dibalas anggukan.

"Boleh kok" Firyal berterima kasih dan tersenyum misterius. Firyal menunjuk Aurel dan membuatnya tersentak kaget. Aurel menyumpahi Firyal dalam hati.

"Aurel, sebutin nama cowok pojok yang pake kacamata!" tatapan Firyal seolah mencemooh membuat Aurel sangat ingin mencolok kedua mata Firyal dengan jarinya sekarang juga. 'mampus gue' Aurel meringis.

"Na-namanya Ga-galih bukan sih?" ketiga kakak kelas menggeleng kompak.

"Suka banget ganti nama orang, namanya Richard bukan Galih. Korban film banget sih lo!" Diani nyolot membuat Aurel geram dan ingin menjambak rambut warna-warni kakak kelas itu. Emang nya rambut itu buku gambar, pake diwarnai segala.

"Kalem dong kak, gak usah marah-marah oke. Kalau marah-marah nanti make up nya luntur. Kalo luntur nanti kakak malu. ya kan?" Aurel bertanya dalam hati, 'emang kalo marah-marah make up bisa luntur ya? Ya udah lah, terlanjur juga'. Aurel sengaja memancing emosi  Diani dengan seringai nya, baru ia akan keluar kelas.

Namun sebelum menginjakkan kaki di luar kelas rambut bawah Aurel ditarik oleh  Diani cukup keras. Membuat keheningan melanda kelas, dan Aurel yakin seratus persen bahwa ia tengah menjadi tontonan gratis bagi temannya. Nice.

"Mau kemana lo? Setelah ngatain gue lo mau kabur? Berani banget lo! Lo gak tau siapa gue?" Aurel berbalik lalu melepaskan tangan Diani dari rambutnya. Lalu Aurel mencekal tangan kak Diani dengan keras. Membuat Diani terpekik.

"Saya tidak mengatai kakak ya, kakak saja yang merasa. Saya hanya berkata sesuai fakta. Saya gak tau siapa kakak, dan itu tidak penting bagi saya. Satu hal lagi, jangan mentang-mentang kakak kelas jadi kakak bisa seenaknya pegang rambut saya. Maaf ya rambut saya ini masih original tidak seperti kakak yang rambutnya bagaikan buku gambar anak TK" kebiasaan Aurel mulai muncul. Jika sudah sangat marah maka bahasa bakunya akan keluar. Pandangan keduanya bertemu.

Saat Diani ingin melepaskan cekalan tangannya terasa sangat sulit karena Aurel anak bela diri. Belum lagi ia keburu lemas melihat tatapan tajam Aurel yang menyeramkan.

Love, Hate, and You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang