L.K

166 14 26
                                    


Kami bertemu dengan sebuah ketidak sengajaan biasa pada suatu halte bis. Saat itu langit mulai memerah diantara rintik sisa gerimis yang masih mampu membuatmu terserang flu ataupun sakit kepala. Namun, ia malah asik berdri di dasar anak tangga dengan kepala menengadah, membuatku menatap heran dari kerumunan calon penumpang.

Rok hitam se lutut dengan kemeja polos berwarna biru muda tampak menawan ia kenakan. Wajahnya terhiasi senyum simpul bersama keriangan tangan menengadah, menampung buliran air yang jatuh. Dengan menatapnya saja, mampu membuatku gusar lalu tertarik mendekatinya.

Aku menerobos kerumunan, perlahan namun pasti, berusaha mendekatinya dengan sesekali meminta maaf kepada beberapa orang yang merasa terganggu pergerakanku.

.....

"Punya payung, kok ga dipake?"

"Gerimisnya masih lumayan lho."

Ucapanku dari ambang pintu tak membuatnya mengalihkan pandangan, matanya masih terus mengawang menatap warna merah menjurus jingga di kejauhan.

.....

"Kalau aku pake payung, aku ga bisa lihat langitnya"

.....

Kalimat sederhana, namun membuat sesuatu terjun bebas diantara rongga dadaku, mendesir hebat membuai perasaan yang jadi tak karuan rupanya.

.....

Ya, itulah kali pertama kami bertemu, dengan tidak saling menatap.

_______________________________

16.45

Aku memaksakan kakiku untuk berayun lebih cepat, melangkah terburu menyusuri kaki lima berlubang penuh genangan air busuk. Hatiku sungguh kacau, tak yakin apakah detik berlalu begitu cepat ataukah lamban. Berulang kali aku memastikan jarum panjang arloji ku itu belum melewati angka 12.

Garis hitam dan putih satu persatu kujejaki setelah kerumunan kuda besi berhenti terpaksa dengan rentetan terompet sumbang riuh bersuara. Aku tak perduli, yang penting bagiku adalah tiba tepat waktu. Pada halte bis di seberang jalan. Berharap bisa menemui dia yang membuatku tak fokus bekerja selama beberapa hari terakhir.

....

"Aku rasa, kamu memiliki sebuah peruntungan yang ajaib."

"Terlihat dari bagaimana cara kamu menyeberang barusan, hingga dapat tempat duduk diantara tatapan penumpang wanita penuh rasa jijik ke arahmu"

"hahaha"

....

Aku terpesona melihatnya, mengagumi setiap nada yang dihasilkan pita suaranya ketika berbicara kepadaku. Tawa itu, yang ia sisipkan menjelang senyum penuh ketulusan membuat detak jantungku mengalirkan desir-desir perasaan syahdu nan membuai.

Sebuah rasa yang membuat wajahku memerah penuh peluh. Sebuah rasa yang mampu mencekat tenggorokanku hingga susah bernapas. Sebuah rasa yang mengalir dari hatiku, menyusup ke setiap sel tubuh hingga pikiranku.

Rasa itu, adalah ....

___________________________

Suasana gelap menyelimuti ruangan, aku mengamit telapak dingin tangannya yang terasa tegang. Napasnya memburu diantara beberapa kali suara teriakan. Aku sungguh menikmatinya, benar-benar menikmatinya hingga tertawa lepas.

"Kencan pertama, kenapa harus seperti ini sih?"

Matanya masih terpejam bersama suara manja ia hadirkan sebagai sikap protes.

Aku menanggapi dengan mengusap perlahan punggung telapak tangannya, berusaha menghadirkan rasa tenang dalam hatinya. Kurasa ia melihat segaris senyum di ujung bibirku, yang hadir sesaat sebelum rona merah pipinya tersibak cahaya lampu.

"Sudah selesai film nya"

"Ayo, pulang"

Ucapku menahan tawa menyadari gerakan kikuk darinya ketika menarik diri dari genggaman tanganku.

___________________________

Aku menghabiskan setiap waktu istirahat kerja dengan makan siang bersama Lara, kekasihku.

Pelayan pria di restoran sudah hapal dengan menu yang kami pesan. Steak medium rare dengan extra brokoli untukku, sementara Lara tampak teramat mendambakan segelas parfait coklat sebagai hidangan penutup setelah salad tanpa mayonaise.

Kami bukanlah pasangan sempurna, hanya saling melengkapi. Terlihat bagaimana raut wajah masam diantara tatapan penuh cemburu yang para pengunjung lemparkan padaku.

___________________________

Cuti tahunan sengaja ku ambil mendekati libur panjang akhir tahun. Menjadikan ku punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama Lara, pujaan hati ku.

Kami bertamasya menuju laut tidak biru di selatan jawa, gulungan ombak silih berganti menerpa bibir pantai yang khas dengan gumuk pasirnya. Pagi itu, dia tampak sempurna dengan baluran kain tipis berwarna hijau muda melingkari pinggul hingga lutut. Kaos putih tanpa lengan yang ia kenakan sudah basah bercampur butiran pasir, membiarkanku melihat lekuk tubuh molek dirinya dari kejauhan.

Sudah berulang kali aku menggeleng, menampik segala ajakan dari kekasih hatiku itu untuk bermain dengan ombak, karena aku sadar tak mampu berenang. Namun, ketika kau jatuh cinta, kau akan merasa mampu untuk bisa melakukan apapun. Tak butuh waktu lama bagiku berlari menyongsong ombak yang bergulung ke arahku, meraih uluran tangan Lara yang wajahnya tampak berseri-seri.

Aku sungguh-sungguh bahagia, kebahagian sekali seumur hidup dan tak akan terulang lagi. Tepuk tangan dan sorak sorai terdengar keras dari pantai yang semakin jauh, membuatku berpaling dengan tatapan penuh rasa haru.

___________________________  

Aku pernah membaca, ketika waktumu telah tiba, kau akan memiliki beberapa saat untuk mengenang segala kejadian hidupmu dalam beberapa detik yang terasa panjang. Kau mungkin akan memikirkan orang tua, anak, saudara, atau siapapun. Sama halnya dengan ku, yang tertegun hanyut dalam buai kenangan. Sebuah ingatan akan kejadian penting yang rupaya baru kusadari sebagai hal penentu hidupku.

....

Semesta, terkadang memiliki cara aneh untuk mengaduk-aduk segala perasaan dalam dirimu. Aku tak ingat kapan persisnya, hanya saja dua patah kata itu otomatis terpatri dalam benak dan sanubariku. Dua buah kata yang kubaca sepintas tercetak di atas saku depan kemeja biru muda miliknya dari dalam bis yang mulai bergerak. Meninggalkan aku dan orang-orang yang terpaksa menunggu kendaraan lain.

Dua buah kata yang ketika disatukan akan membentuk sebuah nama, nama dari seseorang yang membuat hidupku terasa amat singkat.

Lara Kadita.

___________________________

Kekasihku, aku tak menyesal jatuh cinta kepadamu.

Aku tak kecewa dengan waktu yang sekejap.

...

Karena aku paham,

...

Inilah cara agar aku bisa selalu bersamamu.

KAMISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang