Tok. Tok. Tok. Terdengar suara pada pintu. Afra mengintip dari balik tirai untuk melihat ke depan pintu. Sosok Tantri yang gempal sudah langsung dikenali Afra, maka Afra membukakan pintu.
Kali terakhir mereka bertemu adalah saat menghadiri kajian islami oleh Ustadz Bukhari, 3 bulan lalu. Tantri tidak bisa datang dalam pernikahan Afra karena jadwal pekerjaannya yang lembur hingga larut malam.
"Hei, Tantri!!" Afra menyambutnya bagai seorang narapidana yang diberi kesempatan melihat dunia di luar sel penjara.
"Afra... Aku rindu padamu," Tantri membalas.
"Terima kasih kamu sudah datang, Tantri, hampir saja aku merasa jenuh sendirian. Ayo, silakan masuk!" Afra sembari berdekapan dengan Tantri, lalu mengisyaratkan Tantri untuk berada di dalam rumah.
Ekspresi wajah Tantri berubah terkejut, saat melihat lemari susun yang terdapat sekitar 5 lembar foto terbingkai di atasnya.Pasangan yang sudah halal seharusnya bisa menunjukkan keromantisan mereka melalui aksi pasca ijab kabul. Tetapi, berbeda pada Afra dengan Gibran yang malah terlihat kaku dan bahkan Afra seperti menjaga jarak, walau senyuman tetap nampak pada wajah mereka.
"Itu Gibran yang paling pendiam di kelasmu, kan?" Akhirnya Tantri dapat mengenali sosok lelaki dalam foto.
"Iya, dia yang selalu sibuk bermain dengan rumus-rumus Matematika." Afra menambahkan.
Maklum, Afra belum sempat berbagi cerita tentang calon suaminya waktu itu kepada Tantri. Yang ada dalam pikiran Afra waktu itu hanyalah urusan pernikahan.
"Masya Allah... Padahal, dulu kamu benci dengan lelaki-lelaki yang terlalu serius!"
"Aku pun nggak pernah menyangka, kalau Gibran berniat melamarku dan ternyata ayahku merestui kami. He is full of surprises!" Afra kemudian beranjak untuk mengambilkan minuman.
"Oh ya, aku mau menepati janji. Ini aku bawakan beberapa brosur dari berbagai universitas yang mungkin menarik untukmu melanjutkan pendidikan. Walau sudah menikah, bukan berarti kamu hanya berurusan dengan keperluan rumah tangga." Tantri lalu mengeluarkan lembaran dari dalam tasnya.
"Aku nggak yakin, bisa lanjut ke tingkat Magister, Tan." Afra menanggapi lirih.
"Kenapa? Gibran melarangmu?"
"Bukan itu. Waktu Gibran melamarku, dia ingin istrinya menjadi ibu rumah tangga yang bisa menjalani kewajibannya terhadap suami dan anak-anak. Aku sudah merelakan impianku demi keluargaku."
"Kalau begitu, kamu simpan saja brosur-brosur ini. Kita nggak pernah tahu; kapan impian kita bisa terwujud. Tapi, Allah selalu menyimpan impian kita dan tinggal Allah menentukan mana yang terbaik untuk kita. Sebagai sahabat, aku hanya ingin mendukungmu." Tantri mengenggam tangan kedua tangan Afra.
Pada saat bersamaan, terdengar suara dari arah pintu yang terbuka; seseorang datang. "Assalamu'alaikum..."
Sejenak Afra merasa heran dengan suara yang dikenalinya itu."Wa'alaikumssalam," Afra hendak bangkit, namun sosok Gibran tiba di hadapannya.
"Eh, kamu sudah pulang... Ini yang namanya Tantri, dulu satu sekolah dengan kita tapi berbeda kelas." Afra segera menyambut sembari mencium tangan kanan Gibran. Gibran hanya tersenyum kepada Tantri, begitu pun Tantri.
Gibran kemudian mengalihkan pandangan kepada Afra. "Aku diizinkan pulang lebih awal. Aku masuk ke kamar dulu, Sayang."
"Ya." Afra menanggapi, walau sebenarnya sikap Gibran itu membuatnya saling bertukar pandang dengan Tantri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerber - Merindu Purnama [Completed - TELAH TERBIT]
RomanceCerita tentang kisah cinta antara Gibran dan Afra. Rumah tangga Gibran dan Afra tidak berjalan mulus semudah dibayangkan. Gibran harus menghadapi sikap Afra yang menyebalkan. Apalagi Afra diketahui mengalami keguguran pada kehamilan pertama. Sampai...