14 Desember
Tak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Tiba-tiba saja aku sudah akan masuk ke sekolah menengah atas di kota Gwangju ini. Padahal rasanya baru saja kemarin aku diadopsi oleh keluarga Bomi. Walaupun ternyata mereka menyesal telah mengadopsiku... Ah tak usah dipikirkan. Sekarang pintu menuju masa depanku sudah terbuka dan aku akan memasukinya ke dunia yang baru.
"Park Jiyeon, bangun!" teriakan sang ibu tiri sukses membuatnya langsung melompat dari kasur. Yoo Mi Sun membuka pintu pintu kamar Jiyeon dengan kasar. "Ini hari pertamamu bersekolah disini! Kita baru pindah, jangan buat keluarga ini malu dengan keterlambatanmu! Arasseo?!"
"Nde, Ahjumma" Jiyeon mengangguk. Meski berstatus sebagai ibu tiri, Mi Sun tidak membiarkan Jiyeon untuk memanggilnya dengan sebutan 'ibu'. Ia menatap anak tirinya dengan sebal, kemudian melengos pergi, tak ingin berlama-lama berada di dekat Jiyeon.
Jam menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Kelas pertamanya akan dimulai tepat jam delapan. Ia tak ingin terlambat, karenanya setelah mengenakan jeans biru gelap dan menutup kaos putih polosnya dengan cardigan kuning, ia langsung menyambar tas selempangnya, sebelum turun ke lantai bawah untuk sarapan.
Dengan tergesa gadis itu melahap roti lapis buatan Mi Sun. Bomi, adik tirinya memandangi Jiyeon dengan sinis. "Bisa tidak kau makan dengan sopan?" tanya Bomi dengan nada mengejek. Sama seperti ibunya, Bomi juga sangat membenci Jiyeon. Sebenarnya ia sangat iri terhadap kecatikan Jiyeon. Hidung mancung, rambutnya yang panjang bergelombang alami, kulit putih yang mulus, dan mata coklatnya, serta tubuh ramping dengan tinggi rata-rata. Sangat berbanding terbalik dengan Bomi yang berat badannya sekitar 90 kg dan berambut keriting yang berantakan.
"Maaf Bomi, aku hanya... sedang terburu-buru. Hari ini aku masuk pukul delapan" jawab Jiyeon seraya mengubah apa yang baru saja dikritik adik tirinya.
"Ah ya, Jiyeon, kami tidak bisa mengantar ke sekolah barumu kali ini," Yoo Jong Do angkat bicara. Benar-benar pemberitahuan yang sangat terlambat. "Aku akan memberikan denah, kau cari sendiri lokasinya."
"Ta... tapi kata paman jarak dari rumah ke sekolah jauh. Kukira salah satu dari kalian bersedia mengantarku?" ujar Jiyeon dengan kecewa.
"Maaf Jiyeon, tapi kami semua sangat sibuk," jawab Jongdo tak peduli.
"Kau ini! Masih untung orang tuaku mau menghamburkan uang mereka untuk membayar sekolahmu! Dasar tak tahu diri!" bentak Bomi puas.
Jiyeon menunduk. "Baiklah, aku akan berangkat sendiri," ia segera menyudahi sarapannya, lalu bangkit dari kursi.
"Tunggu!" teriak Yoo Seungho, kakak kandung Bomi yang baru saja menuruni tangga. "Aku bisa mengantarnya. Kuliahku baru dimulai besok siang," sambungnya lagi.
"Tidak bisa! Kau sudah berjanji mengantarku dan adikmu ke salon pagi ini!" seru Mi Sun.
"Aku bisa pulang dengan cepat. Aku janji," kata Seungho.
"Yoo Seungho! Turuti ibumu. Kau lebih mementingkan anak pungut itu daripada ibu kandungmu sendiri?!" bentak ayahnya dengan penekanan di kata kandung.
"Tidak masalah. Aku bisa naik sepeda" tanpa berkata apapun lagi, Jiyeon berlari menuju garasi tempat sepeda bobroknya diletakkan. Saat ia sudah siap akan mengayuh sepedanya, sebuah tangan menahannya.
"Jiyeon ah, maaf aku tidak bisa mengantarmu."
"Gwenchana, Seungho oppa" jawab Jiyeon dengan senyuman.
YOU ARE READING
Red Emerald Stone
Fanfiction[Book 1 of Vampire Series] Pernah menonton Twilight, film yang menceritakan tentang kisah cinta antara seorang gadis manusia biasa dengan seorang vampir tampan? Bagaimana jadinya apabila Park Jiyeon menjalin hubungan spesial dengan Kim Myungsoo tan...