Part 4

670 82 65
                                    


Park Jiyeon menggelung rambutnya. Ia berhasil membuat surai panjangnya menjadi sebuah mahakarya, bergelung dengan sempurna dan tampak keemasan. Gadis itu melihat pantulan dirinya di cermin panjang di pojok kamar lotengnya. Pandangannya menyapu ke arah cermin itu. Tatanan rambutnya yang anggun dipadu dengan gaun sutra berwarna oranye muda, membuat Park Jiyeon nampak cantik jelita bak seorang putri. Ia sendiri terkesima dengan pantulan dirinya di cermin.

Namun, Jiyeon merasa masih ada yang kurang. Semua yang dikenakannya tidak menampilkan warna yang hidup. Ia butuh sesuatu yang dapat menunjang penampilannya ini. Beberapa sekon berlalu, barulah Jiyeon mendapat ilham.

Dengan hati-hati, ia membuka laci meja kayunya dan mengambil sesuatu. Benda itu berkilau dengan mencolok, menampilkan warna merah yang tegas. Jiyeon membuat batu yang tampak mahal itu menjadi sebuah kalung kemudian langsung melingkarkannya di leher jenjangnya. Selesai! Kini ia tampak lebih cantik dan hidup. Sempurna.

Jiyeon menuruni tangga dengan hati-hati. Ia tidak terbiasa mengenakan sepatu hak tinggi, sehingga kesulitan melangkah.

"Apakah yeoja selalu lama saat berdandan?" Seungho berteriak menyindir. Ia bersandar di tembok dekat tangga.

"Aku sudah selesai, Oppa," balas Jiyeon dari atas.

Mendengar jawaban itu, Seungho lantas menegakkan berdirinya dan menoleh ke arah tangga. Ia tertegun selama beberapa detik saat menatap Jiyeon yang sedang menuruni tangga. Apa benar itu adalah Park Jiyeon? Tunggu dulu, mengapa tiba-tiba Seungho merasa ratusan kupu-kupu beterbangan di perutnya? Lalu, mengapa jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya?

"Yeppeo..." gumam Seungho tanpa sadar.

"Aku sudah mendengarnya! Nah! Kau takkan bisa menariknya lagi atau mengelak!" seru Jiyeon ketika ia sudah berada di depan sang kakak.

Seungho yang tak berniat untuk bergurau tentang hal itu, hanya tersenyum. "Kau sangat cantik, Jiyeon ah."

Mendengar pengakuan itu lebih dari satu kali, justru membuat Jiyeon sangsi. "Kau tidak sedang bercanda kan, Oppa?"

Seungho terkekeh, "Penampilanmu saat ini membuatku tidak sempat bercanda."

Jiyeon meninju pelan bahu Seungho. "Ada ada saja..."

Seungho menawarkan lengan kirinya, Jiyeon langsung melingkarkan lengannya disana. Kedua berjalan beriringan ke tengah ruangan. Jiyeon bersyukur karena paman, bibi, dan Bomi sudah pergi sejak tadi sore. Jika mereka masih disini, ia yakin takkan diizinkan berangkat ke acara malam ini.

"Oppa, apa menurutmu Myungsoo akan menyukai penampilanku?" Jiyeon menanyakan pendapat Seungho sebagai seorang namja, bukan seorang kakak.

Mendengar nama pria itu disebut oleh Jiyeon, membuat Seungho menghentikan langkahnya. Ia tersenyum simpul, "Namja mana yang tidak akan suka jika yeoja-nya berpenampilan seperti ini, eoh?"

"Benarkah? Kau mengatakan dengan jujur, kan?" Jiyeon masih saja ragu.

"Nde, Park Jiyeon. Kau cantik. Harus berapa kali aku mengatakannya?" Seungho mencubit kedua pipi tirus sang adik.

"Oppa! Aku sudah pakai blush on!" protes Jiyeon sambil memasang ekspresi cemberut.

"Ah itu! Sekarang kau juga sudah bisa berdandan, eoh? Akhirnya... adikku menjadi seorang yeoja..."

"Ya! Memangnya selama ini aku bukan yeoja? Tsk..." Jiyeon menyingkirkan kedua tangan Seungho yang masih hinggap di pipinya. "Boram dan Hyomin yang mengajariku berdandan. Mereka juga memberikan alat makeup, jika dilihat dari merk-nya, mahal sekali... Aku tidak akan sanggup membelinya. Eunjung Eommoni juga memberikanku gaun dan sepatu ini. Eotte? Apakah cocok di tubuhku?" Jiyeon membuat gerakan berputar di depan Seungho.

Red Emerald StoneWhere stories live. Discover now