Part 3

886 101 51
                                    

"Terima kasih untuk malam ini, Myungsoo," ucap Jiyeon dengan nada tersipu yang kentara.

"Katakan terima kasih untuk malam ini, Myungsoo oppa," sahut Myungsoo yang tengah menyetir mobil mengantar sang kekasih kembali ke rumahnya.

"Mwo? Shireo!" Jiyeon mengerucutkan bibirnya.

"Aku kan sudah jadi namjachingu-mu. Biasanya para yeojachingu memanggil pacarnya dengan tambahan oppa, bukan? Ck, kau ini tidak bisa jadi manis sedikit saja," ujar Myungsoo pura-pura menggerutu.

"Biarkan saja," cibir Jiyeon. "Lagipula, Oppa hanya diperuntukkan namja tampan."

Myungsoo langsung menoleh kaget pada Jiyeon, "Apa aku kurang tampan bagimu?" Gadis di sampingnya itu adalah perempuan pertama yang tidak mengakui ketampanannya.

Jiyeon mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak bilang begitu. Kau sendiri yang mengatakannya," kemudian ia menjulurkan lidahnya pada Myungsoo.

"Aish, dasar..." tangan kanannya berpindah dari stir mobil ke puncak kepala Jiyeon dan mengacak-acak rambut gadis itu.

"Ya! Kim Myungsoo!" seru Jiyeon pura-pura marah namun juga tertawa.

"Selain itu, oppa juga merupakan panggilan dari perempuan yang lebih muda kepada laki-laki yang lebih tua darinya. Aku kan dua tahun lebih tua darimu," kata Myungsoo tetap ingin memaksa Jiyeon memanggilnya dengan tambahan oppa.

"Aku akan memanggilmu oppa jika kau adalah kakakku. Kau mau hanya menjadi kakak untukku?" balas Jiyeon.

Tentu saja Myungsoo tak ingin hubungan mereka terjebak pada kakak-adik zone.

"Lagipula, Hyomin dan Boram bahkan tidak memanggilmu dengan embel-embel oppa."

"Geuge..." Myungsoo tak bisa melanjutkan kata-katanya dengan kejujuran. Meski saat ini Myungsoo berumur 2 tahun di atas Hyomin. Pada kenyataannya Hyomin lebih tua sekitar dua abad darinya. Justru tidak sopan jika ia mengharuskan Hyomin memanggilnya dengan tambahan oppa. Sementara Boram, adik bungsunya itu setuju memanggilnya oppa, jika dan hanya jika di depan publik. Meskipun pada prakteknya, Boram lebih sering memanggil namanya tanpa embel-embel oppa.

"Aku hanya lupa sesekali. Lagipula tidak seharusnya aku memanggilmu oppa. Enak saja! Jangan sok muda. Ingat, kau lebih tua 3 abad dariku!" begitulah pembelaan diri Boram ketika Myungsoo menegurnya karena tidak memanggilnya oppa.

"Ah... sudahlah. Aku menyerah! Lupakan saja soal oppa-oppa itu," seru Myungsoo sebelum kembali fokus menatap jalanan kosong di depannya.

Sementara itu, Jiyeon terkikik geli melihat respon sang kekasih.

Empat puluh lima menit kemudian, barulah mereka sampai di depan rumah kediaman keluarga Yoo.

"Gomawo, Myungsoo oppa."

Ucapan Jiyeon itu berhasil membuat Myungsoo menoleh ke arahnya, tidak percaya dengan pendengaran hebat vampirnya. "Katakan sekali lagi."

"Maaf, tidak ada siaran ulang," kata Jiyeon sebelum ia mendaratkan kecupan kecil di pipi sang kekasih.

Myungsoo terpaku dengan kecupan singkat dadakan itu. Jika saja Myungsoo masih seorang manusia, wajahnya pasti sudah panas saat ini. Ketika Jiyeon hendak membuka pintu mobil, tangan kirinya refleks menahan gerak gadis itu.

"Wae... waeyo?" Jiyeon menoleh kembali dengan ragu.

Tanpa aba-aba, Myungsoo memajukan tubuhnya dan menyambar bibir Jiyeon. Tangan kanannya berpindah untuk menahan tengkuk Jiyeon saat ia memperdalam ciumannya.

Red Emerald StoneWhere stories live. Discover now