Chapter 9

152 9 0
                                    

"HAAAA CHUUUUU"

Gara-gara Adhitama yang gila itu aku jatuh sakit pagi ini. Setelah adegan  diri ku yang kecebur ke dalam kolam renang, keluarga Adhitama meminta maaf atas kelakuan anaknya kepada keluargaku dan langsung pulang setelah itu. Well masih dengan gelak tawanya yang sumpah bikin aku kesel. Coba aja kalian bayangkan, mana ada cowok normal kayak gitu. Aku rasa dia itu benar-benar pelarian dari rumah sakit jiwa dan dijadikan anak angkat oleh keluarga Syahputra.

"HAAAAA CHUUUUU!"

"Kamu benar nggak apa-apa kak? Mau Papa panggil dokternya kemari?"

Aku sedang terbaring lemas di atas kasur sejak tadi pagi. Kepalaku rasa berat, badan ku serasa panas,hidung ku pilek dan hingus yang sudah bergalon-galon dibuang.

"Nggak ah Pa. Papa kan tau kalau aku nggak suka ketemu dokter."

Iya, aku paling anti sama orang yang disebut dokter. Bisa dikatakan aku trauma dengan mereka soalnya dulu aku pernah dirawat di rumah sakit waktu umurku 14 tahun kerana tulang tangan kananku retak kitaka aku jatuh dari basikal. Dan sewaktu pembedahan aku terbangun separuh jalan dan melihat sendiri apa yang dokter itu sedang lakukan ke tangan ku. Ngeri sih ngeliatnya. Aku langsung pingsan kembili waktu tu. Dari situ aku emang nggak suka dibawa ke rumah sakit ataupun klinik kalau lagi sakit. Biar pun jika dokter itu harus ke rumah dan memeriksa ku aku tetap nggak mau. Aku lebih suka ke apotek aja beli obat. Untungnya Papa punya kenalan seorang dokter yang bisa membantu.

Aku mendengar Papa menghela nafas. Papa masih setia duduk di pinggir kasurku dan mengelus kepalaku.

"Yaudah. Papa akan nyuruh bunda buat siapin obat dan buburnya."

Aku hanya mengangguk lemah dan menutup mataku. Sungguh aku benci sakit. Keliatan banget aku lemah diwaktu seperti ini.

Setelah tadi dikompres oleh bik Iti dan disuapin makan sama obat, aku langsung tidur. Naufal nggak dibenarkan untuk masuk ke kamar ku soalnya ibu tiriku takut Naufal akan jatuh sakit juga. Aku bangun dan duduk bersandar di atas kasur ku. Pusing di kepala ku udah kurang sedikit tapi aku tetap merasa lemah. Aku menoleh kearah pintu kamarku ketika aku mendengar ada yang membukanya. Rupanya Bik Iti. Di tangan bik Iti ada sejambak bunga mawar pink.

"Neng udah bangun? Gimana? Udah mendingan sakitnya?" Tanya Bik Iti sambil berjalan kearahku.

"Iya bik. Masih lagi lemas juga ni. Itu bunga cantik banget bibik dapat dari mana? Pasti dikasih satpam sebelah ya?" Aku menggoda bik Iti yang wajahnya udah merona. Aku tau bik Iti dan Pak Asep, satpam tetangga sebelah, lagi keasmaran. Hanya aku sama Naufal aja yang tau tentang ini karna pernah mergokin mereka lagi berkencan di taman dulu. Dari situ aku dan Naufal sering menggoda Bik Iti di rumah. 

"Aduh neng, kalau Pak Asep nggak akan ngasih biginian. Paling-paling cuma bunga kertas yang diambil ditepi jalan itu." Muka Bik Iti benar-benar lucu. Aku hanya terkekeh mendengar jawapannya.

"Hehehe. Terus bunganya buat siapa tu?"

Bik Iti menyerahkan bunga itu kearah ku.

"Iyalah buat neng Aurel. Buat siapa lagi di kamar ini."

Aku sempat kaget dengkan apa yang dikatakan Bik Iti. Setelah menyerahkan bunga itu, Bik Iti segera pamit keluar. Aku masih bengong memegang dan menatap bunga ini.

Bunga? Buat aku?

Aku melihat ada kartu kecil yang diselipkan antara bunga mawar itu. Aku mengambil dan membuka kartu itu.

To: Aurel yang cantik dan judes

Maafkan aku.

Sungguh aku nggak bermaksud sampai buat kamu sakit begini.

Cepat sembuh ya cewek cantik yang judes.

A.E.S

A.E.S? 

Tunggu! Satu-satu nya manusia yang bikin aku kayak gini dan manggil aku cantik judes itu cuma satu saja. Si Adhitama yang gila nyebelin itu. Aku mencampak kartu dan bunga itu ke lantai. Enak aja dia minta maaf kayak gitu. Udah bikin aku sakit gini masa minta maafnya pakai bunga aja. Bukan berarti aku mengharapkan lebih ya darinya. Tapi kalian bayangkan aja apa setimpal dengan apa yang aku alami sekarang? Aku harus balas perbuatan dia. Sekali-kali nggak papa kan? Pasti Tuhan mengerti kok.  Aku langsung mendapat ide. Aku mengambil ponsel ku dan mengirimkan pesan buat Bik Iti supaya masuk ke kamar ku. Iyalah nggak mungkin kan aku menjerit. Udah sakit kayak gini mana punya energi itu. Setelah mengirim kan pesan aku menatap ke depan dengan senyum miringku.

Tunggu saja pembalasanku Adhitama.    

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Halo guys. Maaf ya update nya lama. Soalnya aku save cerita ini di laptop tempat kerja ku dan lupa mau save di thumbdrive. Heheh. Maaf juga kalau chapter ini pendek soalnya lagi nggak punya ide waktu itu.  Aku akan coba ya untuk update sesering mungkin setelah ini. Mungkin 1 atau 2 chapter sehari. Aku usahin ya? Makasih atas votenya juga. Aku menghargai setiap pembaca yang mau singgah dan baca cerita ku ini. Thanks ya guys.

-NSBMS <3

Izinkan Aku MencintaimuWhere stories live. Discover now