Chapter 11

173 8 0
                                    


"Fuuuhhh! Selesai juga akhirnya."

Aku merenggangkan otot-otot tubuhku. Setelah berkutik berjam-jam di depan laptop, akhirnya aku selesai juga sama kerjaan ku. Hari ini adalah hari yang pertama aku kembali bekerja di kantor setelah cuti 1 minggu. Dan sudah pastinya kerjaan ku banyak banget. Aku belum keluar dari ruanganku sejak masuk tadi pagi. Bahkan makan siang saja aku pesan online. Sekarang sudah jam 5 sore dan sebentar lagi pasti Papa ajakin pulang. Aku mengemas meja kerja ku biar terlihat rapi.

Tok Tok Tok

"Masuk." Aku masih sibuk sama laptop ku saat pintu terbuka dan terdengar langkah kaki berjalan mendekat kearahku.

"Anak Papa sibuk banget ya hari ini."

Aku mengalihkan pandangkan ku dari laptop ke Papa. Aku hanya tersenyum tipis.

"Biasa Pa. Cuti 1 minggu gini kerja udah menumpuk. Coba kalau kakak cutinya 1 bulan. Nggak kebayang lagi seberapa banyak laporan yang harus dikerjakan."

Papa hanya terkekah dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kakak seperti nggak biasa saja. Oh iya, kakak nggak ada acarakan selepas ini? Temanin papa ke rumah sakit yuk. Papa mau jenguk anak teman papa. Kemarin dia kemalangan."

"Hmmm... Ok. Kakak temanin. Tapi nanti kita makan di resto Jepang ya?" Aku suka benar sama makanan Jepang. Tapi Papa, dia emang nggak suka makanan yang kayak gitu. Dia itu lebih suka nasi sama masakan Indonesia atau Melayu.

"Iya iya. Buat anak Papa apa sih enggak. Ayo kita berangkat sekarang aja."

Jam kantor disini itu dari jam 9 pagi hingga 6 sore. Tapi disebabkan Papa CEOnya di sini, jam pulang kantor aku sama dia bisa saja jadi lebih siang atau kadang2 sampai larut malam.

Aku mencapai tas kerja ku dan mengikut Papa keluar dari ruangan.

============================================================

Jakarta nggak akan sah kalau nggak ada macetnya. Walaupu aku udah menetap di sini selama 5 tahun, aku masih belum terbiasa sama macetnya.

"Kapan ya Jakarta itu nggak macet?" Aku menutup pintu penumpang dengan mengomel. Papa hanya ketawa mendengar omelan ku itu. Udah kebal dia.

"Kayak nggak biasa aja. Udah, nggak udah ngomel-ngomel mulu. Cepat tuanya kak."

Aku hanya mendengus mendengar ucapan Papa. Aku merapi kan pakaian ku saat memasuki pintu rumah sakit. Kerana kemacetan Jakarta, aku sempat tertidur di dalam mobil. Jadi kalian bisa bayangkan bagaiman bentuk rupa ku sekarang.

"Pa, siapa si anak teman Papa? Kakak kenal nggak?"

Kami baru saja keluar dari lif dan aku hanya mengikut kemana saja Papa berjalan.

"Kamu kenal kok. Naaah ini kamarnya."

Aku melihat kamar VIP tersebut. Aku masih berfikir keras tentang siapa anak teman Papa itu. Sampai aku nggak nyadar Papa udah masuk duluan ke kamar VIP itu dan tinggal aku di luar. Aku dengan cepat memasuki kamar tersebut.

"Papa kenapa nggak ajak kakak masuk." Aku melotot kaget kearah sosk manusia yang sedang terbaring di atas Kasur rumah sakit itu. Kepalanya diperben, tangan kirinya diinfus dan kakinya juga diperben.

"Hai Aurel."

Aku hanya terpaku saja di tempat ku.

Apa dia jadi begini kerana aku?

"Aurel. Hei!" Papa menyadarkan aku dari pikiran ku.

"Kok melamun? Aurel masih ingatkan sama Adhitama? Yang waktu itu ke rumah?"

Aku hanya menggangguk dan tersenyum tipis.

Pastilah aku ingat sama cowok gila nyebelin ini.

"Makasih Om, Aurel udah mau jenguk saya." Ucapnya sambil tersenyum manis kearah aku dan Papa.

"Nggak usah sungkan gitu. Oh ya, Ayah kamu mana? Om pikir dia lagi di sini."

"Ayah ada dikantin bawa. Kalau om mau saya telepon dia kemari."

"Eh nggak usah. Biar Om saja ke bawah. Aurel, kamu temanin nak Adhit ya di sini bentar. Ayah kebawah dulu."

Aku memandang Papa dengan wajah "Please jangan tinggalin Aurel di sini Pa." Tapi Papa tetap aja ninggalin aku di kamar ini bersama dengan cowok gila ini.

"Kamu mau berdiri saja? Nggak capek berdiri di situ dengan heels 5 inci kamu itu?"

Aku hanya melirik kearah dia sekila dan berjalan mendekat kearah kursi yang terletak disebelah kasurnya.

"What happened to you?"

Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut ku. Aku memandang Adhitama yang sempat terkekah lagu menatap kearah tangan dia yang diinfus.

"Well, kemarin waktu aku dalam perjalanan ketemu klien, tiba-tiba perut ku mules. Aku nggak bisa konsentrasi waktu nyetir karna dipikiran aku itu aku harus cari toilet. Dan tau-taunya aku ditabrak sama truk dari arah kanan. Aku bernasib baik bisa bernafas lagi. Cuma kepala ku dan kaki doang yang cedera. Tapi kata dokter, perut ku mules bukan kerana salah makan. Tapi kerana aku mengkomsumsi obat laksatif."

Mampus lo Rel

Aku menelan ludah mendengar kalimat terakhir nya. Tiba-tiba dia memandang aku dengan senyuman miring nya.

"Aku nggak usah tebak siapa pelaku nya. Well, aku anggap kita seri. Aku udah bikin kamu kecebur ke dalam kolam renang dan kamu udah bikin aku terbaring di sini."

Aku mengambil nafas dalam.

"Eummm.. Adhit, aku nggak bermaksud ma-"

"Udah nggak apa-apa. Kita udah seri kok. Dan aku terima permintaan maaf kamu cantik." Adhit mengedipkan matanya sambil terkekeh.

Tetap aja menyebelkan

"Sejak bila aku meminta maaf? Tuan Adhitama yang gila dan nyebelin, aku nggak akan pernah minta maaf atas apa yang terjadi pada kamu. Mungkin bukan untuk perutmu itu, tapi kamu kecelakaan itu bukan masalah ku langsung."

Tanpa menunggu jawapan apa-apa dari dia aku terus bangun dan melangkah kan kaki ku keluar dari kamar itu. Lebih lama aku disitu, lebih menyakitkan hati.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Hi Hi. Aku kembali dengan chapter seterusnya. Sepertinya rancangan Aurel meleset jauh ya? Kapan agaknya Aurel sama Adhitama bisa akur? Jawapannya, kalian tunggu aja. heheh. Maaf ya kalau ada typo atau perkataan yang kurang sesuai. Jangan lupa vote dan comment nya (kalau kalian sudi. Aku nggak maksa kok. Heheh.) 

-NSBMS <3

Izinkan Aku MencintaimuWhere stories live. Discover now