Jeno menggosok tangannya yang hampir beku. Suhu udara mencapai sembilan derajat celcius di musim gugur tapi Jeno masih tetap ingin makan mie gandum pedas di restoran kesukaannya.Saat Jeno keluar dari area apartementnya ia melihat sosok Renjun sedang berbicara sendiri di taman dekat apartement miliknya.
Sedang apa Renjun malam-malam seperti ini, berbicara sendirian yang bahkan Jeno tak dapat menemukan lawan bicara Renjun.
"Renjun!!" Panggil Jeno.
Bahu Renjun terlihat menegang. Ia terlihat panik dan buru-buru menoleh dengan senyum terpaksa. Wajahnya memerah efek dingin dan ketampanan Jeno tentu saja.
"Oh! Hai! Jeno."
"Sedang apa kau disini?" Tanya Jeno.
"Aku baru saja pulang dari perpustakaan kota dan singgah disini. Istirahat." Jawab Renjun.
"Kau sendiri?"
Jeno menggaruk tengkuknya, "Aku tinggal di apartement sekitar sini. Aku keluar ingin mencari makanan."
Renjun mengangguk, ia segera membereskan barang-barangnya dan berdiri. Masih malu dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Mamanya benar-benar menyukai Jeno. Bahkan mamanya sudah menanyakan kapan tanggal pernikahan mereka. Duh!
"Ngomong-ngomong.. Kau tadi bicara dengan siapa?"
"A-ah itu.. Itu.. Aku.." Renjun bingung harus menjawab apa. Pikirannya kosong, ia menyesal menanggapi jiwa gentayangan tadi.
"Sedang menelpon ya?"
Renjun segera mengangguk canggung. "Hahaha.. Iya.."
Jeno tersenyum manis. "Mau ikut aku makan mie gandum pedas? Aku traktir!"
Renjun terlihat menimbang, jujur saja ia lapar dan mie gandum pedas gratis terdengar begitu menggiurkan. Apalagi makan malam dengan pemuda setampan Jeno. Lebih dari menggiurkan.
"Baiklah."
Jeno tersenyum lega, senang karena Renjun tidak menolak ajakan nya. Kapan lagi ia membawa teman makan yang membuat jantungnya berdetak maraton.
Mereka berjalan beriringan menuju restoran mie kesukaan Jeno. Walau tanpa tangan yang bertautan orang-orang mungkin tetap akan berfikir mereka adalah pasangan kekasih, tubuh keduanya menempel dekat berusaha menghalau dingin.
"Jeno."
"Ya?" Jeno merespon dengan alis terangkat naik.
"Apa kau sudah memiliki kekasih?" Tanya Renjun hati-hati. Wajahnya memerah hingga telinga. Apa dia terlalu agresif?
Jeno menghentikan langkahnya dan menatap Renjun.
"Kalau aku bilang tidak, apa kau mau jadi kekasih ku?"Wajah Renjun benar-benar merah tak terselamatkan dari godaan Jeno. Jeno terkekeh dan menggenggam tangan Renjun.
"Jalani saja.. Aku juga ingin memiliki mu. Seperti kata-kata mu saat aku menolong mu dari preman."
Genggaman Renjun mengerat pada tangan Jeno. "Jadi kau mendengarnya?"
"Tentu.. Aku tidak tahu kenapa hari itu punggung ku sedikit berat tapi setelah kau mengklaim aku milik mu, punggung ku kembali ringan. Hati ku juga.. Ringan sekali hingga terbang ke awan." Tutur Jeno ekspresif.
Renjun menunduk, ia ingat ia mengusir jiwa penuh dendam yang menggelayuti punggung Jeno.
"Jeno.. Sebenarnya aku..""Ya? Sebenarnya kau?"
"Memiliki sixth senses dan alasan punggung mu berat adalah adanya hantu di punggung mu." Renjun mencicit pelan.
"Aaa hantu dan.. Sixth.. Apa??!! Jadi kau bisa melihat hantu??!!" Jeno memekik kaget dengan suara beratnya.
Renjun beringsut menjauh dari Jeno, takut. Biasanya orang-orang akan menjauhinya karena menganggapnya aneh ataupun takut. Apa Jeno akan melakukan hal sama?
"Astaga!! Kalau begitu kita harus segera pergi dari sini.. Kata orang-orang di taman ini banyak hantunya.. Ayo!! Sebelum kau ketakutan melihat mereka!!" Jeno menarik Renjun untuk berlari.
Mereka berlari bersama, Renjun tertawa melihat Jeno yang membawanya lari. Renjun tidak menyangka reaksi Jeno di luar dugaannya. Pemuda tampan itu benar-benar berbeda. Dia menerima Renjun apa adanya.
"Jeno.."
"Ya!!"
"Aku ingin lebih mengenal mu!!" Renjun berteriak dengan lantang. Setelahnya ia tertawa.
Jeno ikut tertawa, masih dengan tangan bertaut dan lari malam.
"Kalau begitu ayo saling mengenal lebih jauh!!""Jeno!!" Renjun memanggil Jeno lagi.
"Ya??!"
"Aku sangat lapar!!" Renjun menjerit ceria.
Jeno tertawa dan ikut berteriak. "Aku juga sangat lapar!!"
Mereka terus tertawa, menyadari betapa konyolnya mereka. Tapi tidak ada satupun yang ingin menghentikan tawa bahagia itu. Karena dua hati itu menghangat bersamaan.
Jeno mengeratkan genggamannya dan wajah tampannya berseri. Ia bahagia. Tidak peduli akan ada banyak hantu yang akan menggelayuti punggungnya karena dekat dengan Renjun adalah kebahagiaan Jeno saat ini.
"Jeno terima kasih."
Jeno hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Renjun. Ia mengeratkan genggaman tangannya dan memasukan tautan tangan mereka kedalam saku mantelnya.
"Renjun bagaimana jika kita kencan besok?"
Walau Jeno sangat romantis tapi dia tetaplah Jeno si agresif. Mungkin butuh 10 lembar kertas HVS A4 untuk membuat daftar nama mantan kekasih Jeno semasa SHS dan Universitas.
Mungkin juga Renjun adalah dermaga terakhir di pelayaran kapal cinta milik Jeno.
Mungkin.
To Be Continue
Hai!!
Saya up lagi chapter tiga..
Tugas saya sedikit lenggang jadi bisa up sesuai jadwal..Ada yang menunggu?
Bagaimana feel nya?Semoga betah sama story ini ya..
Thanks for reading.
Jangan lupa vote & comment..Bye bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogy Of Life - Story 3 - Blink Of An Eye (NoRen)
FanficSemua dapat berubah secepat kedipan mata. Seperti cinta yang keindahannya akan memberi luka. Lee Jeno x Huang Renjun.