Chapter Three

94 13 0
                                    

Tririririiiiiririing~

"Eung~"

Jam beker biru itu masih setia berbunyi tepat berada di nakas pemiliknya. Si pemilik yang entah merasa malas atau apa, memilih mengabaikan suaranya dan melanjutkan petualangannya di alam mimpi.

Namun tidak sampai satu menit bunyi beker itu tidak terdengar lagi. Si pemilik yang merasa penasaran karena ia bahkan tidak mematikannya, memilih bangun dan mengecek siapa yang mematikannya.

'Ah, itu adiknya' batin si pemilik. Tanpa merespon apa-apa si pemilik itu kembali menelungkupkan kepalanya di atas bantal.

Si 'adik' yang berkacak pinggang di samping ranjang kakaknya menghela nafas kasar.

"Dengar, wahai Kim Mingyu. Aku tidak peduli kau mau dengar perkataanku atau tidak. Tapi hari ini kau ada kelas pagi. Cepat berangkat atau kau kena masalah. Aku berangkat bersama Sejeong hari ini. Kau tidak perlu mengantarku. Sarapan sudah ada di bawah kau hanya tinggal memakannya. Aku pergi, dah~"

Setelah penjelasan panjang lebar itu, Kim Minseo, adik sang pemilik jam beker biru yang tidak lain adalah Kim Mingyu, bergegas pergi dari kamar kakaknya. Ia jengah melihat kakaknya yang sangat pemalas.

Sebenarnya tidak pemalas, hanya saja semenjak kejadian dua hari lalu Kim Mingyu jadi malas bergerak. Dan Minseo hafal betul tabiat kakaknya.

Jika Mingyu mengalami masalah atau putus cinta, ia akan menjadi seorang yang pemalas. Bahkan lebih malas dari seekor kukang.

Maka dari itu, Minseo lebih memilih pergi ke sekolah tanpa kakaknya daripada melihat kakaknya bermalas-malasan sepanjang perjalanan. Dan itu akan membuat Minseo naik darah.

Seperti saat ini, Mingyu masih setia bertahan di kasurnya. Ia mendengar apa yang dikatakan Minseo padanya, bahkan dengan sangat jelas dan detail ia mengingatnya. Hanya saja, ia tidak peduli.

Ia tidak peduli ada kelas atau tidak, kelas pagi atau siang, ia tidak peduli. Bahkan rasanya untuk pergi ke kampus saja ia enggan.

Dalam hatinya, 'untuk apa kembali ke kampus kalau sudah tidak ada motivasi untuk belajar'. Yang dimaksud motivasi itu adalah Tzuyu, tentu saja. Tzuyu pindah rumah dan universitas mengikuti calon suaminya. Dan Mingyu juga tidak mau peduli soal apapun lagi tentang gadis bernama Tzuyu itu.

Ia muak. Lelah. Dan malas. Maka ia memilih untuk membolos kelas saja hari ini.

Namun semua itu rusak. Ketika Seungcheol tanpa permisi dan seenaknya masuk berteriak-teriak seperti orang gila. Maksudnya baik. Seungcheol hanya ingin Mingyu bangun dan berangkat kuliah. Itu saja.

Dan semua kegaduhan yang dibuat oleh Seungcheol membuat Mingyu menyerah. Mingyu tahu bahwa Seungcheol tidak akan berhenti jika ia tidak bangun. Maka Mingyu memilih untuk pergi ke kamar mandi dan bersiap.

Ketika sudah selesai semuanya, Mingyu dan Seungcheol turun dari kamar.

"Kau tidak sarapan?" tanya Seungcheol ketika Mingyu melewati dapur yang penuh dengan makanan.

Mingyu hanya menggeleng dan melanjutkan langkahnya.

"Tapi kasihan, kan. Minseo sudah membuatkannya untukmu" ujar Seungcheol lagi sembari menilik meja makan. "Wah, daebak. Semua makanan ini terlihat enak. Makanlah, Kim Mingyu" ujar Seungcheol lagi.

Mingyu menggeleng, "Aku bisa sarapan di kantin nanti. Lagipula, makanan itu bisa dibuat untuk lauk makan malam". Mingyu melangkah ke depan pintu. "Ayo berangkat" ujarnya pada Seungcheol yang masih memakai sepatu.

"Terserah apa katamu, lah"

ʕ•ﻌ•ʔ

Mingyu menghabiskan sarapannya dengan cepat di kantin. Ada Seungcheol dan Soonyoung yang menemaninya. Mingyu tidak ingin segera beranjak dari situ dan memilih membuka handphonenya. Tidak berbuat apa-apa, hanya menscroll timeline instagram miliknya.

HappierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang