Pertama

8.4K 430 18
                                    

Gadis itu mengusap bulir keringat di wajah dan lehernya. Terik matahari memang tidak bersahabat siang ini. Ditambah lagi, berdiri di pinggir jalan raya seperti ini bukanlah hal yang biasa dilakukannya, membuatnya semakin tidak bisa berhenti menggerutu.

"Coba tadi pakai mobil Ayah aja pasti nggak bakal keringetan gini."

You are my everything...

Byeolcheoreom ssodajineun unmyeonge....

Aca merogoh ponselnya di dalam tas dan langsung menempelkannya di telinga begitu nama abang kesayangannya terpampang di layar.

"Hallo—"

"Di mana lo, Ca?"

Gadis itu refleks menjauhkan ponsel dari telinganya ketika mendengar suara di seberang sana begitu kencang.

Dengan memutar kedua bola matanya, Aca kembali menempelkan ponselnya di telinga.

"Kenapa teriak-teriak sih, Bang? Belum budek kali."

"Lo di mana? Ayah nyuruh gue jemput lo sekarang. Kenapa nggak bawa mobil sendiri sih? Abang ada meeting nih sebentar lagi."

"Abang ngigau ya? Mana bisa Adek bawa mobil sendiri. Ya udah, Adek bisa naik bus kok."

"Oh bagus naik bus aja. Abang sibuk."

Tut... Tut... Tut...

"Ih, nyolot banget deh Abang! Liat aja nanti kalau Bunda tahu dia nggak mau jemput adeknya," gerutu Aca sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Aca pun memutuskan untuk duduk di halte bus terdekat. Beberapa menit berlalu, tapi gadis itu masih enggan pulang ke rumah. Sudah berkali-kali bus berhenti menawari tumpangan, tapi Aca tetap bergeming sambil sesekali menyanyikan lagu Korea kesukaannya.

Tin! Tin!

Sebuah mobil avanza hitam berhenti di depan Aca. Perlahan, kacanya terbuka dan menampilkan gadis cantik berkulit cokelat dengan senyum lebar di bibirnya.

"Woy! Daripada mengkhayal terus di situ, mending ikut gue," teriak gadis itu dari dalam mobilnya.

"Yona!!!" Tanpa berpikir panjang, Aca segera masuk ke dalam mobil. Yona adalah teman Aca sejak SMP, tapi mereka baru dekat di tahun terakhir SMA.

"Bang Ethan bilang, lo lagi cari kerja?" tanya Yona setelah Aca memasang sabuk pengaman.

"Iya, gue lagi nyari kerja. Kenapa? Lo mau kasih kerjaan ke gue?"

"Ada nih. Ngepel kandang kucing belakang rumah gue," canda Yona.

"Gila lo! Ogah gue." Aca bergidik ngeri. "Eh, lo ketemu Abang gue di mana? Pasti stalking Abang gue lagi kan? Ngaku lo!"

Refleks, Yona memukul paha Aca pelan dan berkata, "Enak aja lo! Emang segitu nggak lakunya gue sampe ngebuntutin om-om gitu?"

"Gila, berani-beraninya ngatain Abang gue om-om. Gue sumpahin lo cinta mati sama dia nanti."

Yona mengibaskan tangan, tanda tidak ingin menganggap serius omongan Aca. "Oh iya, tadi gue ketemu Ardi di kampus." Sedetik kemudian, Yona langsung menutup mulutnya, menyadari kesalahan ucapannya barusan. Perlahan, ia melirik sahabatnya.

"Ardi...."

Aca mengembuskan napas berat saat menyebut nama itu. Nama yang sudah dua tahun ini hampir ia lupakan. Melafalkan nama itu rasanya seperti membuka kembali goresan luka yang telah lama dikubur.

Luka yang telah kering, kini kembali basah hanya dengan mengucap namanya.

***

Esperanza Dwi Hadinoto, nama lengkap gadis itu. Putri kedua dari Rudi Hadinoto, seorang kepala sekolah SMA swasta ternama di Jakarta. Jangan bayangkan ia memiliki kulit yang putih, hidung yang mancung layaknya bintang telenovela tahun 90-an. Bukan, ia bukan teman Esmeralda, Rosalinda, atau Marimar. Kulitnya kuning langsat khas Indonesia, rambutnya memang pirang, tapi itu bukan karena dicat atau keturunan bule, melainkan memang kering dan tidak terawat.

"Ya ampun, Ca! Katanya mau cari kerja, kok jam segini tidur lagi. Siapa juga yang mau terima karyawan males kayak kamu?" omel Diana saat memasuki kamar putri tersayangnya.

"Hmmm... bentar lagi, Bun. Yang penting sudah sholat Subuh tadi."

"Nggak ada bentar-bentar, bangun sekarang juga! Nih rambut cewek apa rambut jagung sih? Keramas sana!" ucap Diana gemas sambil menarik rambut Aca.

Malas mendengar omelan bundanya, Aca pun dengan terpaksa berjalan ke kamar mandi.

***

"Kok sepi, Bun? Abang sama Ayah ke mana?" tanya Aca yang baru saja duduk di kursi ruang makan. Matanya sudah memandang lapar ayam goreng dan tumis kangkung kesukaannya di meja.

"Jam sembilan gini kok nanya mereka, ya udah pergi kerja semualah. Emang kamu aja yang paling males, sudah mau Zuhur baru bangun, gimana mau dapet jodoh kalau gitu caranya?" omel Diana sambil mencuci piring, sementara Aca pura-pura menutup telinganya.

"Bu, tadi ada telepon dari Mas Ethan. Katanya, suruh Non Aca ambil map merah di meja kamarnya, terus diantar ke kantor Mas Ethan sekarang juga," kata Mbok Inah pembantu rumah Aca.

"Iya, Mbok, sebentar lagi. Sarapan dulu saya." Aca menghela napas berat lalu menyendokkan nasi ke mulutnya.

***

Aca memasuki sebuah gedung tinggi tempat abangnya bekerja. Dengan mengenakan kemeja polos putih dan celana jeans navy, ia menghampiri meja resepsionis di lantai dasar.

"Permisi, Mbak, ruangan Pak Ethan di mana ya?" tanya Aca pada resepsionis yang ber-makeup tebal.

"Oh, sudah janji sebelumnya? Soalnya, Pak Ethan sedang rapat."

"Dia yang nyuruh saya ke sini antar berkas yang ketinggalan."

"Maaf, Mbak. Tapi, kalau belum membuat janji, Mbak nggak bisa seenaknya bertemu beliau." Resepsionis bernama Nita itu tetap ngotot tak mengizinkan Aca bertemu Ethan, membuat Aca kembali mengembuskan napas kasar.

"Nita, dia adiknya Pak Ethan. Antar saja ke ruangannya," ucap seorang pria yang tiba-tiba berdiri di samping Aca.

"Ardi...." Suara Aca bergetar menyebut nama itu. Tatapan terkejut dan kebencian terlihat jelas di matanya. Bertemu kembali dengan pria yang telah lama ia lupakan, membuatnya hampir saja kehilangan kewarasannya.

"Oh iya, Pak. Mari, Mbak, saya antar. Maaf saya tidak tahu kalau Mbak adiknya Pak Ethan."

Tanpa menunggu lama, Aca segera mengikuti Nita ke ruangan Ethan, tanpa peduli sedikit pun pada Ardi yang terus menatapnya dari belakang.

"Abang kenapa nggak suruh sekretaris aja yang ambil dokumen sih?" omel Aca saat memasuki ruangan Ethan, tanpa menyadari bahwa bukan Ethan yang berada di ruangan itu. Seketika Aca terdiam menatap pria yang duduk di sofa sambil tersenyum dan mengerlingkan mata ke arahnya.

"Bang Dev?"


***

Publish September 2017

Repost 02/04/2018

Biarkan Berlalu (Terbit Di Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang