Sehelai

340 24 5
                                    

TIIIIIIIIIIIT.... TIIIIIT....

Bunyi tanda pintu KRL akan ditutup terdengar, sudah tidak ada lagi orang yang terlihat di sepanjang garis kuning menunggu kereta.

"TUNGGU!"

Seorang perempuan berpakaian rapi ala-ala karyawati dengan rambut ikal yang tampaknya belum disisir berlari mengejar kereta yang hampir menutup pintunya.

"Neng, kereta berikutnya aja! Bahaya!" teriak seorang petugas berkumis tebal dari jauh.

Walaupun mendengar teriakan--dan melihat kumis tebal--petugas, namun gadis berambut ikal itu tak memedulikannya. Ia malah mengangkat rok dan melebarkan langkah kaki jenjangnya kemudian melompat ke dalam kereta.

Hup! Untung badannya ramping sehingga bisa menembus celah kecil pintu yang tersisa tadi.

Laura tersenyum bangga atas kemampuannya yang meningkat dari hari ke hari dalam mengejar kereta. Dari yang masih pemula, selalu tersikut sampai biru-biru badannya, tergeser terus oleh penumpang lain hingga ia sesak napas, sampai ia sekarang sudah bisa ikut menyikut orang dan bertahan di posisi awal walau terus didesak. Sungguh kemajuan yang berfaedah!

Hari ini hari Sabtu, jadi tak banyak orang sehingga ia bisa menerobos seperti tadi. Ya, hari Sabtu dan masih harus kerja, demi puing-puing berlian.

Laura celingukan mencari tempat duduk yang kosong. Memang sih tempat duduk di gerbong ini rata-rata kosong. Tapi karena kosong inilah yang kadang menimbulkan jarak awkward seperti yang tengah terjadi di depan mata Laura.

Jadi, deret tempat duduk di depannya saat ini hanya ada 4 orang dengan jarak antar orang yang hampir sama. Laura jadi bingung mau duduk di antara orang yang mana. Ketika ada enci-enci memakai lipstik merah menyala yang tampak sibuk dengan handphone duduk di ujung, Laura mendapat sinyal aman untuk duduk di sana, namun di sebelahnya duduk laki-laki sekitar umur 20 tahun dengan celana jeans robek dan tampak mengantuk. Dari tempat Laura berdiri, ia bisa mencium kalau laki-laki itu belum mandi pagi ini.

"Nggak, nggak di sana," kata Laura dalam hati.

Lalu ia menengok sebelahnya lagi, ada anak sekolah berkerudung wajahnya manis, Laura tahu anak itu sedang asik mendengarkan lagu dengan earphone di balik kerudungnya. Laura sudah ingin duduk di sebelah anak sekolah itu namun ketika ia melangkah, ia melihat pria yang duduk di ujung deret tempat duduk, wajahnya menyeramkan! Dengan kemeja bersih berwarna biru dipadu celana bahan hitam dengan potongan basic dan sepatu mengilap bersol seperti mulut buaya, pria itu melihat Laura berjalan ke arahnya, matanya langsung berbinar mesum!

Tak mau mengambil resiko, entah dia mesum atau memang dasar cetakan mukanya saja yang mesum dari lahir, Laura menyilangkan kaki tak jadi duduk dan berjalan mencari tempat duduk di gerbong lain.

Adios!

Laura harus cepat duduk dan membetulkan rambutnya, ia tahu rambutnya ini sudah seperti rambut singa. Sudah tiga gerbong dilewatinya, akhirnya di gerbong ke empat ada sederet tempat duduk yang kosong. Ia pun langsung mengistirahatkan pantatnya yang montok di sana. Ia duduk di dekat pintu keluar agar tak perlu susah payah kalau penumpang semakin penuh di stasiun-stasiun berikutnya.

Gerbong ini sangat sepi, hanya ada dirinya dan satu pria di ujung sebelah sana. Biasanya Laura malu kalau harus touch up di tempat umum. Tapi berhubung ini sepi, tancap saja, lah. Lalu Laura mengeluarkan cermin segede gaban dari tasnya, dan mengeluarkan sisir yang menyerupai garpu tala. Sisir ini adalah senjata andalan untuk rambut ikalnya.

"Gara-gara kesiangan, jadi nggak sempet nyatok deh," gerutunya sambil menyisir rambut. Catokan adalah senjata andalan setelah sisir garpu punyanya. Laura ini seorang gadis yang hidupnya akan berada di kesesatan paling dalam kalau tidak punya catokan. Percaya tidak percaya, indah atau tidak harinya ditentukan dengan catokan di pagi hari.

Rambut ikal itu membandel sehingga Laura perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyisirnya ditambah rambutnya panjang. Mungkin kalau rambut Laura lurus, rambutnya bisa sepanjang pinggul tapi karena rambutnya ikal maka semakin panjang, semakin keriwel ke atas. Itu sudah jadi hukum alam rambut ikal.

"Astaga!" Tak sadar Laura seperti setengah berteriak ketika ada sejumput rambut nakal tersangkut di sisir.

Pria yang diujung sana pun menengok ke sumber suara.

Merasa ada sepasang mata mengawasinya, Laura pun tersadar. Ia membungkam mulutnya lalu cepat-cepat mengikat asal kembali rambut ikal itu dan memasukkan peralatan perang tadi. "Duh, bego banget, pake teriak," kata Laura mengutuk dirinya sendiri.

Tiba tiba pria itu berdiri, sesosok pria gagah dengan tinggi kira-kira 180cm dan rambut rapi ter-pomade ala boys jaman now. Perlahan ia melangkah ke arah Laura, semakin dekat langkahnya, semakin Laura melihat jelas wajah dengan garis tegas dan tipe Laura banget yang membuat semakin kencang degup jantung Laura.

"Mampus gue, pasti dia keganggu," kata Laura dalam hati tak berhenti mengutuk dirinya.

"Ehem!" Pria itu berdehem setelah di dekat Laura. Otomatis wajah Laura terpaling ke arahnya menatap mata tajam pria manly itu.

Mereka seolah membeku berdua, menikmati bertemunya mata.

"Rambutnya susah diatur ya, Kak?"

KEMAYU!

Suara kemayu dari pria gagah nan ganteng ini pun menyebabkan rahang Laura lemas dan ingin terjatuh ke lantai KRL. Semua ekspektasi yang sudah di awang-awang jatuh berhamburan.

"I, i, iya," kata Laura terbata-bata.

"Aku ada catokan cucok meyong, Kak." Ia mengeluarkan box bergambar catokan merk Filys. "Nih, Kak, Filys. Bukan sifilis loh ya ntar jadi penyakit. Hihihihi...."

Laura makin terbelalak mendengar lelucon old school dan ketawanya yang, aduh, entah berapa oktaf tingginya.

"Nggak, Kak, aku udah punya. Makasih ya," tolak Laura sambil nyengir masih terkaget-kaget dengan keajaiban dunia kesembilan di depannya, tapi Laura juga tak mau menyinggung perasaan si Mas, eh Mbak, eh Mas, deng! Apa Mbak, ya?

"Oh," jawabnya singkat. Mukanya berubah jutek. Kalau kalian dulu suka nonton Meteor Garden, muka juteknya si mas yang satu ini sudah menandingi muka jutek mamanya Tao Ming Tse. Gahar-gahar macan gimanaaa gitu, Cyin. Eim!

"Yaudin deh kalau nggak mau. Aku ke sana dulu. Bye Kakak rambut singa." Lambaian tangan ala manjah nan jelita pun dilemparkan. Lalu si Mas kemayu berjalan ke gerbong lain meninggalkan Laura dalam trauma.

"Sialan, gue kira bakal nemu jodoh."

Sehelai Rambut IkalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang