4. Lorong Kecil

173 20 10
                                    

Menyembunyikan luka menurut sebagian orang itu bodoh
Namun bagiku itu cara tercerdas.
Karena tidak semua luka itu harus diumbar, bukan?

(Unknow)

"Ini ngga nyambung!" Ujar Bagas menunjuk ponsel yang digenggamnya.

Bagas meletakan ponselnya dimeja, mengedarkan pandangannya, matanya berhenti menatap Bara yang sedang duduk dibangku meja ketiga dari depan. kelas mereka sepi, Bagas melihat jam ditangannya, pantas saja, istirahat.

Bagas bangkit berjalan menghampiri bangku tempat Bara duduk, tumben sekali jam istirahat Bara betah dikelas biasanya Bara langsung ketaman belakang perpustakaan, lebih tepatnya sarang Bara. Batin Bagas.

"Woy!!" Ucap Bagas mengagetkan sambil menepuk pelan pundak kanan Bara "Melamun aja, ketaman belakang yu?"

Bara mengangkat alisnya, bingun. Tidak biasanya Bagas begitu, biasanya juga Bagas selalu memarahi Bara jika Bara menghabiskan setiap jam istirahatnya ditaman belakang.

Ditaksir penunggu taman, mampus lu.

Kalimat itulah yang sering di Ucapkan Bagas pada Bara ketika Bara kembali saat bel masuk berbunyi.

"Ngapain?" Tanya Bara tanpa mengalihkan pandangannya dari komik yang dibacanya.

"Gue pusing mikirin cewek jadi butuh ketenangan jiwa" Jelas Bagas.

"Ke musolah" Ucap Bara.

"Hahaha..." Bagas terbahak "Nanti Pas pesantren kilat gue kesitu, ini beda bro"

Bara hanya menanggapi dengan senyum miringnya.

"Ayolah, Ck ngga asik lu"

Bara bangkit berjalan kemeja belakang.

"Beneran ngga mau kesana?" Tanya Bagas.

"Apaan sih! Cuma letakin komik doang" Bara kembali berjalan melewati Bagas.

"Udah kangen Dia sama penunggu taman"

💧

Bagas menghela nafas lelah, Bagas menatap sekali lagi seseorang yang tengah duduk bersandar -sambil membolak-balikan buku tebal yang sempat Bara ambil ketika melewati perpustakaan- pada pohon besar didepannya, Rasanya Bagas ingin sekali melempar botol air mineral yang digenggamnya pada wajah serius Bara. Pasalnya Bara hanya menanggapi curhatan Bagas dengan gumaman sering kali juga Bara tidak menggubrisnya dan jika ditanya mengenai sesuatu Bara hanya menjawab

Lu gila, butuh psikolog bukan gue.

"Sebenernya gue itu bingung" Ucap Bagas serius "Harus gimana lagi gue bisa dapet perhatian si Domani"

Bara menutup buku yang tengah dibacanya. Menatap serius Bagas yang tengah menatapnya tak kalah serius, Bara bangkit berjalan kearah Bagas.

Bagas tersenyum menatap Bara yang tengah berjalan kearahnya, Ini baru temen.

"Nitip, gue kebelet" Senyum bagas perlahan mulai luntur.

Setan.

Bagas menerima buku yang diulurkan Bara.  Bagas kira akan mendapat trik jitu dari Bara, namun lagi dan lagi Bagas lupa Jika itu Bara bukan operator yang jika ditanya saran akan cepat menjawab.

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang