Albara Lezro Kharam

394 31 13
                                    

But I set fire to the rain
Watched it pour as I touched your face
Well it burn while I cried

🎵Set Fire To The Rain - Adele

💧💧💧

Bara itu Panas, tak mau tersentuh, sulit digapai, bukan, bukan sulit tapi tidak mau digapai dan BERBAHAYA.

Bara panas dan Bara benci hujan. Karena Bara takut tetesan itu meleburkan panasnya. Panas yang berbahaya hanya akan lebur karena hujan.

Tosca itu harusnya menenangkan, nyaman dan teduh tapi nyatanya Tosca itu MEMBUNUH.

💧💧💧

Bara sang Tosca itu berjalan dengan langka pasti menapakan kakinya dilantai kramik persegi setelah memarkirkan Sihijau, motornya. Tosca itu menatap lurus koridor yang sepi dengan muka beku dan rambut acaknya.

Bangsat.

Bara berdiri di depan pintu kelas yang terbuka, menatap tajam pria berseragam yang tengah berdiri membelakangi whiteboard dengan mulut yang tengah menyampaikan sedikit Ilmu yang sengaja diselingi cletukan garing yang menurutnya lucu, Cih.

"Jadi anak-anak, Newton itu yang takut sama ayat kursi" Ujar pria berseragam-Pak Doni- seraya menatap 28 spesies langka yang sering disebut 'Murid'.

Sementara yang ditatap hanya memamerkan muka datar.

"Hahaha"

Serentak. Seluruh mata mengarahkan tatapannya kearah pojok kelas yang dihuni seorang remaja laki-laki yang sedang bersantai dengan kedua kaki sengaja disilahkan guna menopang hp ditangannya.

Merasa tidak ada interaksi, Bagas-laki pojok- mendongakkan kepalanya kedepan.

Mampus.

"Eh-" Bagas menegakkan tubuhnya dengan tangan kanan yang berusaha mendorong hpnya agar masuk kekantong celana belakangnya.

Prang

Benda pipih itu terbelah menjadi 3 bagian, menyisahkan cengohan dan tatapan kesedihan dari sang pemilik.

"Sedang apa kamu Bagas?"

Pak Doni itu lucu tapi Mengerikan. Cukup buat muridnya menunduk jika Dia marah.

"Anu... Eh it-"

Krek

Denyitan meja itu seakan Bidadari penyelamat bagi Bagas.

Tatapan Pak Doni bertemu dengan Tosca tajam itu. Merinding, Bara? Bukan, bukan Bara tapi Pak Doni, iya Guru garing itu.

"Newtonnya dateng" Gumam atau bisikan? Entahlah yang jelas itu hanya bisa didengar Pak Doni sendiri.

Seakan tak terjadi apapun, Bara hanya melengos dan mendudukan pantatnya kebangku sebelah Bagas, Tosca itu melirik sekilas teman sebangkunya yang menggumamkan kesedihan seraya memunguti 3 bagian yang berserakan dilantai, Hp Bagas.

"Albara.." Tegas Pak Doni.

Merasa terpanggil Bara mendongakkan kepalanya menatap sekilas Pak Doni. Merasa terabaikan Pak Doni segera mendekati meja pojok yang sekarang menjadi pusat perhatian kelasnya.

Setelah tepat berdiri didepan Bara, Pak Doni menghela nafas, Dia harus bersikap selembut mungkin pada Bara. Karena Pak Doni memegang prinsip 'Api jangan dibalas dengan Api' lagi pula Dia yakin kalau Bara tidak akan berani main tangan pada Guru, termasuk Dirinya. Walaupun Dia takut setenga mati.

"Kamu telat lagi?" Tanya Pak Doni lembut.

He'em.

"Kenapa telat?" Masih lembut.

"Telat"

Murid Setan.

"Iya Bapak tau, maksud Bapak kenapa bisa telat?" Terdengar nada kesal, Sedikit.

"Kepagian"

"Kalo kepagian kenapa bisa telat?" Terdengarlah nada Kesal sempurna.

"Begini Pak, Maksud Bara itu kalau Dia bangung sekitar jam 5 sampai jam 12 itu termasuk pagi, jadi Bara benar Pak Dia itu Kepagian, Benerkan Bar?" Jelas Bagas, memberi pembelaan terhadap 'Bidadari Penelamatnya' .

"Hmm" Gumam Bara.

"BARA!!"

Deg

"Sekarang kamu keluar minta surat Izin ke guru piket hari ini, Kalau sudah kamu bisa lanjut mengikuti pelajaran Saya" Ucap Pak Doni Tegas namun tersirat kemarahan dikalimatnya.

Bara diam dan acuh seakan Dia tak mendengar perintah Pak Doni tadi. Bagas yang melihat itu hanya meringis pilu, Bagas tak berani pada Bara.

Bagas melirik Pak Doni, grek Bagas tegang. Dengan berani dan tak lupa baca Bimillah 10 kali Bagas menyenggol lengan Bara. Merasa direspon dengan lirikan oleh Bara, Bagas segera berbisik pada Bara.

"Bar kayaknya lu mending keluar deh liat noh mukanya Pak Doni, kayak malekat yang lagi gebukin dikuburan kalo lu ngga bisa jawab" Bisik Bagas.

"BARA!! SAYA BILANG KELUAR!!!" Bentak Pak Doni dengan muka merah.

Panas. Bara Panas, Bara tidak suka diatur seperti itu.

BRAK.

Bara berdiri, tangannya mengepal seakan menandakan bahwa percikan api itu mulai menampakkan wujudnya.

Seakan atmosfer sedang dilanda kosongnya pasokan oksigen, seluruh penghuni kelas menahan nafas seperti menandakan ini akhir dari semuanya, Ini yang mereka hindari. Murka Bara.

"Yuhuuuu, Sepadaaaaa"

Nyes. Ini memang akhir, akhirnya ada setetes air yang tidak sengaja menetes kepusat percikan itu sebelum api itu meraung-raung, ini memang bukan akhir dari mereka tapi ini awal dari Tetes air itu.

Awal yang Bara anggap NERAKA.

〰〰〰

Maaf dan mohon koreksi atas banyaknya typo yang aku ciptakan.

SalamLove...

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang