5. Tertabrak

274 16 5
                                    

Manusia itu kodratnya menerima tapi kalau kita meminta, apakah itu salah?
Tidak! Karena meminta bukan berarti kita mengemis, bukan?

(Unknow)

Pukul 18.00 tepat Rain pulang dari Cafe tempat kerja paruh waktunya, Rain berjalan menyisiri jalanan kecil menuju gang rumahnya, peluh sudah membasahi seragam sekolah Rain, Rain memang memakai seragam sekolah kembali setelah usai kerja karena seragam kerja biasanya Rain cuci dan jemur di Cafe tersebut.

"Assalamualaikum ... " Ucap Rain sambil menutup pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam .. Ibu didapur Rain" Teriak Ibu Galih-Ibu Rain- didapur "Kamu mandi dulu baru makan, ibu sudah siapkan Sayur Sop kesukaanmu."

"Iya bu, Rain mau kasih makan Cherry dulu," Ucap Rain lalu melangkah kebelakang halaman rumahnya disana terdapat kolam kecil buatan yang berisi air keruh, padahal Rain setiap pagi selalu membersihkannya.

Ibu Galih yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala, Beliau sudah paham akan sifat anak semata wayangnya tersebut.

Setelah memberi makan Cherry, Rain menuju dapur untuk menemui Ibunya. Rain menatap punggung Ibunya dengan mata berkaca-kaca Rain melangkah mendekat lalu setelah tepat dibelakang Ibunya Rain memeluk punggung Ibunya menumpahkan rasa yang selama ini Rain pikul, Ibu Galih yang kaget mendapat pelukan tiba-tiba langsung menghentikan aktivitas membuat kue nya.

Ibu Galih mengelus tangan Rain yang melingkar diperutnya. "Rain cape ya?"

Rain menggeleng.

"Terus Rain kenapa?" Tanya Ibu Galih, Selama 16 tahun Ibu Galih tinggal dengan Rain, beliau jarang mendengarkan anaknya itu cerita tentang sesuatu namun jika anaknya merasa tidak kuat menahan sesuatu maka seperti yang saat ini Rain lakukan.

"Ibu... Maafin Rain ya," Lirih Rain sambil menahan tangis.

Ibu Galih membalikan tubuhnya melepas tangan Rain dari perutnya, membingkai wajah Rain. "Rain ngga pernah salah buat Ibu."

Air mata yang sedari tadi menumpuk akhirnya jatuh juga, Rain menunduk, menangis tidak mampu menatap mata Ibunya.

"Ibu harus kerja keras kaya gini.." Rain sesegukan "hanya buat penuhin kebutuhan Rain,"

Ibu Galih menghapus air mata dipipi Rain, senyum membingkai wajah cantik wanita 32 tahun tersebut. "Rain... Dengerin Ibu," Ibu Galih menaikan dagu Rain agar menatapnya "Sudah menjadi kewajiban Ibu bukan untuk penuhin kebutuhanmu. Kamu itu anak Ibu, Justru seharusnya Ibu yang minta maaf karena Ibu tidak bisa buat Rain seperti anak-anak seumuran Rain, yang pada umur segini masih asik main sama teman-temannya tapi Rain diumur segini sudah kerja, pulang malem. Ibu minta maaf ya nak."

Rain langsung memeluk Ibunya, Rain berterimakasih pada Tuhan karena sudah menghadirkan wanita yang dipelukannya ini sebagai Ibunya.

Rain merogo saku seragamnya, mengambil amplop berwana coklat lalu menyelipkannya pada tangan Ibunya.

"Rain mohon.... Ibu jangan nolak terus ya" Pinta Rain.

"Tidak Rain.. " Ibu Galih menggengamkan kembali amplop tersebut ketangan Rain. "Ini... Hasil kerja keras kamu nak. Ibu ngga punya hak, kamu pakai ini buat beli sepatu kamu saja ya? Lihat.. Sepatu kamu sudah jebol kan?"

Rain menggeleng. "Rain punya tabungan kok bu buat beli sepatunya, lagiankan sepatu yang ini masih bisa Rain sol, besok Rain kepasar buat ketukang sol," Rain membuka telapak tangan Ibunya meletakan amplop tadi ditangan Ibunya "Jadi, Ibu terima ini ya?"

Ibu Galih mengangguk lalu menatap anaknya dengan Haru bercampur bangga. "Kamj mandi terus makan ya.."

Rain mengangguk memampilkan senyum yang mais "Siap Laksanakan!" Ucap Rain sambil memberi hormat pada Ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang