Suara sirine polisi memenuhi tempat itu. Para penjahat segera dibawa ke kantor polisi setelah ditemukan terikat pada sebuah tiang.
"Dimana Cross?" bentak kepala polisi. Penjahat-penjahat itu diam tak berkutip. Ditanyanya sekali lagi, kali ini ditarik kerah bajunya, "Dimana Cross X?"
Orang itu ketakutan. "Saya tidak tahu. Tadi dia pergi ke Selatan, sudah itu saja. Maafkan saya maafkan saya," ucap pria itu gemetar.
Kepala polisi melepaskannya, kemudian memerintahkan anak buahnya pergi ke Selatan.
"Awas kau, Cross. Kupastikan kau masuk penjara!"
Beberapa jam sebelum kejadian itu...
Beberapa pria dengan setelan hitam berkumpul di suatu tempat rahasia. Mereka mengitari sebuah meja yang bertumpuk koper dan tas hitam.
Boss mereka, Hasim, membuka salah satu tas itu dan berkata, "Saudara-saudara, malam ini kita kaya!"
Ucapannya diikuti dengan sorakan dan suara tutup bir yang baru saja dibuka. Tawa menyelimuti ruangan itu. Koper dan tas dibuka, uang dihamburkan. Ini merupakan kemenangan bagi mereka. Atau setidaknya mereka pikir begitu.
"Maaf menggangu pesta kalian. Tapi pesta baru saja dipindah... ke penjara," ucap sosok yang muncul tiba-tiba.
"Wah wah... Sebuah kejutan. Siapa lagi kalau bukan Cross X," balas Hasim.
"Simpan keterkejutanmu, Hasim. Akan kupastikan kau dan anak buahmu ditangkap," tanggap Cross.
"Banyak omong kau, Cross!" Hasim mengisyaratkan anak buahnya untuk menyerang.
Tanpa senjata apapun, Cross menerjang mereka. Satu per satu bawahan Hasim dikalahkannya. Saat melihat situasi yang merugikan, Hasim mundur dan kabur.
Tak menyadari kepergian Hasim, Cross meringkus dan mengikat mereka pada sebuah tiang. Ia lalu menelepon polisi menggunakan salah satu hp mereka. Disaat itu ia menyadari Hasim sudah hilang.
"Kalian diam di sini. Jangan pergi sampai polisi datang," ucap Cross sebelum ia pergi mencari Hasim.
"Hasim... Hasim... Hasim, lari kemana kamu!" Cross berteriak. Lalu ia berhenti dan memutuskan untuk kembali ke rumahnya. "Sudahlah lupakan saja. Kutangkap dia lain kali."
Sesampainya di depan rumah, Cross memanjat pohon di sebelah rumahnya menuju jendela kamar. Ia kemudian melepaskan topeng dan mengganti bajunya. Tanpa disengaja, kakinya terbelit selimut dan jatuh.
"Guntur!! Guntur!! Ada ribut apa itu, Nak?" tanya Bu Halimah menghampiri kamar putranya.
"Bukan apa-apa, Bu. Jatuh tadi dari tidur," balasnya melihat ibunya di ambang pintu.
"Haduh, Tur. Kamu itu ada-ada saja."
"Maaf, Bu."
"Sudah sana tidur, sudah lewat tengah malam. Besok kamu masih sekolah, kan?"
"Iya, Bu. Malam," ucapnya sebelum menyelimuti dirinya.
Bu Halimah mematikan lampu dan menutup pintu kamar. Malam pun berlalu.
Keesokkan harinya, Guntur mengayuh sepeda menuju sekolahnya. Bel berbunyi tepat saat ia memasuki gerbang sekolah. Buru-buru ia menggembok sepedanya di tempat parkir sepeda dan segera berlari menuju kelasnya.
Beruntung belum ada guru di kelas sehingga ia segera duduk di tempat duduknya.
"Beruntung kamu, Gun, Pak Joko belum datang. Kalau terlambat bisa-bisa kamu sudah dijemur di tiang bendera," ucap Azka, sahabat yang duduk semeja dengannya.
YOU ARE READING
X for Justice
ActionDimana ada terang disitu ada gelap. Kalau ada kebenaran maka kebohongan muncul. Saat penjahat berkeliaran, pahlawan tak jauh di dekatnya. Guntur hanyalah seorang pemuda biasa sebelum ia bertemu dengan bos mafia. Sekarang ia dihadapkan dengan dua ke...