4. lemah?

89 12 0
                                    

Mungin gue terlalu tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Bahkan gue baru menyadari bahwa lo itu rapuh. Lo cewe baik Nya, bahkan lo bisa mencintai orang hanya dalam hitungan jam? Apa mungkin dulu sebelum semuanya terlambat lo juga sayang gue hanya dalam itungan jam? Apa gue bisa dapat kesempatan kedua? -Revan

Tertawaku hanyalah alibi untuk menutupi semua kesedihan dan luka yang aku miliki. -Fanya

•••

"Iya kenapa?" Ujar Fanya penasaran.

"Gue besok boleh jemput lo? Biar berangkat bareng?," ujar Arkan dalam satu tarikan nafas.

"Eh,"

Arkan tersenyum kicut. "Gaboleh juga nggak apa-apa ko lagian iseng doang,"

"Bukan gitu maksudnya,"

Arkan menaikan satu alisnya. "Terus?"

Fanya menggaruk kepalanya binggung. "Emm .. iya nggak apa-apa lo besok boleh jemput gue kalau emang engga ngerepotin lo,"

Arkan tersenyum. "Yaudah besok gue jemput jam tujuh ya."

"Iya."

Fanya turun dari dalam mobil meninggalkan Arkan.

Mobil Arkan sudah meninggalkan pekarangan rumah Fanya, namun Fanya masih setia melamun sembari tersenyum.

Fanya loncat-loncat tidak jelas masih dengan senyuman di wajahnya. "AAAAAAA GUE JATUH CINTA SAMA ARKAAAN!"

•••

Fanya diam tidak bergeming ketika ia akan membuka pintu rumahnya. Fanya mendengus sebal di dalam rumah pasti hanya ada Bi Minah dan Mang Ujang. Sepasang suami istri yang bekerja dirumahnya, Bi Minah dan Mang Ujang yang sudah dianggap kerabat oleh Fanya.

"Assalamualaikum," Fanya mengedarkan pandangan ke dalam rumah. "Home alone again."

Fanya berjalan menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Fanya membuka pintu kamarnya. "Yee kemakan omongan sendiri,"

Fanya memutar bola matanya malas. Lagi, lagi, dan lagi ia harus dihadapkan dengan Annaya si penggemar cogan alias cowo ganteng.

Fanya berjalan mendekati kasur. "Kemakan omongan apaan si Nay?"

"Kemakan omongan apaan si Nay?" Annaya menirukan ucapan Fanya. "Katanya lo gasuka tapi di embat juga, hati-hati Nya dia temennya Revan!"

"Emang kalau temen Revan kenapa?"

Annaya berjalan ke kasur yang sudah ada Fanya yang sedang duduk sambil menatap binggung dirinya. "Setidaknya lo fikir kali Nya. lo kemaren suka Revan, dan sekarang lo deket sama Arkan yang notabenya temen deketnya Revan. Ntar orang-orang pada mikir yang engga-engga tentang lo Nya."

"Emang gitu ya Nay?"

"Iyalah."

Hufftt

Fanya menghembuskan nafas kesalnya lalu ia membalik menghadap ke Annaya. "Udahla bodo amat sama omongan orang, gausah terlalu difikirin lah Nay."

"Sok baik lo tai, sekrang aja lo bilang gausah terlalu difikirin nanti pas udah kejadian lo sendiri yang labrak."

Fanya tertawa. "Hahaha, engga gue labrak juga kali Nay cuman gue kasih pencerahan kalau gasuka ngomong depan gue langsung bukan nyindir-nyindir kaga jelas."

"Tapikan sama aja omongan lo pedes bego."

Fanya menaikan satu alisnya lalu ia tertawa kembali. "Udah lah gausah difikirin mending kita tidur, lo mau nginep apa balik?"

I Mean NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang