“Kalo dapetin lo harus sakit-sakit dahulu. Gue siap.”
-Gilbran Allana putra.
—————————
Gilbran berjalan di koridor kelas dengan langkah gontai, ia merasa sangat lesu hari ini. Karena, banyak sekali yang membuat dirinya lemas, baik secara jasmani maupun rohani.
Pertama, tadi ia terkena hukaman Pak Adim—guru sejarah—karena tertawa terbahak-bahak saat Pak Adim sedang menjelaskan tentang sejarah Indonesia.
Gilbran memang sengaja tak mau mendengarkan Pak Adim, ia lebih memilih membicarakan hal konyol bersama teman sebangkunya, dan orang itu adalah Jordi. Gilbran merasa sudah cukup pintar mendalami pelajaran sejarah, dia juga sudah hapal apa, kapan, dan kenapanya Jepang menjajah Indonesia. Karena, memang Pak Adim selalu menjelaskan itu di setiap minggunya.
Akibat tingkat kepercayaan dirinya yang melebihi apapun, Gilbran jadi di suruh untuk membersihkan ruang guru, terutama di bagian meja Pak Adim harus bersih dan kinclong.
Lalu, apa kabar dengan Jordi? Ia tidak di hukum karena, saat Gilbran tertawa terbahak-bahak akibat leluconnya. Jordi langsung diam, dan pura-pura membaca buku membiarkan Gilbran di tatap oleh Pak Adim dengan tatapan penuh amarah.
Sungguh teman yang bersolidaritas tinggi.
Kedua, setelah selesai membersihkan ruang guru, Gilbran di panggil lagi oleh guru olahraga—Pak Linter—untuk membantunya memberskan puluhan bola voli ke ruang olahraga, cukup menguras energinya siang ini.
God! Jadi ketua OSIS en ketua kelas gaenak. Jadi di kenal banyak guru dan di suruh-suruh melulu, batin Gilbran.
Lalu ketiga, ini yang paling parah! Saat Gilbran ke kantin tadi, niatnya ia ingin mengisi perutnya yang sudah berdemo-demo, di temani oleh Setra dan Jordi. Dan .... Sekalian mau melihat Rhalika, karena di jam istirahat seperti ini Rhalika pasti rutin pergi ke kantin.
Tapi, saat Gilbran sudah sampai di etalase untuk membeli lontong sayur Mak Eka, dengan kepala matanya sendiri. Ia melihat Rhalika sedang bermesraan dengan seorang cewek! Bahkan sampai sesekali Rhalika menciumi pipi dan menyuapi cewek tersebut.
Di saat itu juga, kaki Gilbran berubah menjadi agar-agar. Kalau tidak ada Setra atau Jordi mungkin dia sudah tersungkur dan mencium lantai kantin.
Bisa-bisa gue gila kalo liat dia kaya gitu terus!
Gilbran mengusap wajahnya kasar. Lalu, berjalan ke lahan parkir dan menyumbat kupingnya menggunakan headset. Ia tak berniat untuk langsung pulang, ia ingin menenangkan pikirannya dulu.
Ia lantas berjalan ke arah taman dekat sekolah, karena di sana pasti suasananya bikin rilex.
Gilbran berjalan ke arah tempat duduk kayu yang di atapi pepohonan rindang.
"Waahh,,, enak ni anginnya sepoi-sepoi gitu. Cocok buat ngademin otak gu—"
Gedebuk!
Sebuah bola sepak yang mungkin, sedang di mainkan oleh beberapa anak-anak di sana berhasil mengenai pipi Gilbran.
Gilbran hanya bisa meringis kesakitan, mau marah? Mana bisa, di sana ada orang tuanya masing-masing. Gilbran akhirnya hanya bisa tersenyum, lalu mengambil bola yang tadi sudah menabok mukanya, sambil berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FI[B] (ON HOLD)
Teen FictionBagi Gilbran Allana Putra, mengagumi gebetannya secara diam-diam adalah kebahagiaan tersendiri. Bukan-bukan! Ini bukan kisah yang menceritakan tentang seorang pengagum rahasia. Sebenarnya perempuan yang Gilbran cintai mengenalnya dan...., selalu ter...