Raindrops

4.3K 421 35
                                    

Haechan memiringkan kepalanya dan melongok ke luar jendela. Hujan lagi.

Haechan menyukai saat-saat tetesan air turun dari langit dan membuat suasana menjadi lebih kelabu dari biasanya. Dia menikmati hawa dingin yang dihantarkan oleh hujan itu.

Haechan memang anak yang aneh. Di saat semua orang akan mengeluh ketika rintik hujan mulai membasahi bumi, dia malah tersenyum. Senyum simpul yang akhir-akhir ini jarang ia munculkan di wajah manis itu.

Hujan.

Hanya saat hari hujanlah senyum Haechan akan kembali. Meski sesaat setelahnya, senyum itu akan diikuti oleh isak tangis.

Haechan bukanlah anak yang pemurung. Setidaknya, dulu dia bukan anak yang pemurung. Hujan yang sejak kecil dicintainya, menjadi saksi atas perubahan sifatnya itu.

Flashback

"Yaaaaa Haechaniee... Kau menambah garam di minumku yaa???" teriak Jaemin nyaring, menyedot perhatian seluruh penghuni kantin.

Tersangka yang ia teriaki sudah terlebih dahulu kabur dari tkp. Haechan, si anak iseng itu berlari sambil tertawa-tawa ke arah kelasnya. Dia tak mempedulikan tatapan aneh yang ia dapat di sepanjang koridor.

Haechan duduk terbungkuk-bungkuk di bangkunya. Perutnya sakit karena kebanyakan tertawa. Dia membayangkan ekspresi Jaemin sekarang. Muka merahnya karena marah dan menahan pedas, pasti sungguh lucu. Sayang, Haechan tidak bisa melihatnya secara langsung. Dia pasti akan kena tendangan rajawali kalau dia berada di ruang yang sama dengan Jaemin saat ini.

Ngomong-ngomong tentang ruang yang sama, Haechan sedikit melupakan fakta bahwa ia dan Jaemin sekelas. Jadi kemungkinan tendangan rajawali itu diluncurkan Jaemin masih sangat tinggi.

Haechan merasakan aura kematian mendekat ke arahnya. Dia bergidik ngeri. Dengan perlahan, dia memutar tubuhnya ke belakang, dan melihat kalau Jaemin tengah menguarkan hawa membunuhnya.

"Sialaan kau Haechanieee...!!!" teriaknya sesaat sebelum memiting kepala temannya itu.

"A-ampun Jaem... Ampuuuun" iba Haechan.

"Apa? Ampun? Gak ada ampun bagimu Chaaan!!! Rasain nih! Heeeh! Rasaiiiin!"

Jaemin malah semakin mengeratkan pitingannya di leher Haechan. Hal ini sontak membuat temannya itu tersedak. Dia memukul-mukul tangan Jaemin sambil mengiba, dia kehabisan napas.

Jaemin yang melihat temannya sesak napas segera melepaskan tangannya dari leher anak itu. Muka marahnya berganti menjadi khawatir.

"Chan chan, maafin aku..." cicitnya penuh dengan rasa bersalah. Tangannya mengelus-elus punggung Haechan yang tengah menunduk, mencoba meraup udara sebanyak-banyaknya.

"Hmmmpp..." dengus Haechan sesaat sebelum tawanya meledak.

Tersadar bahwa dia dibodohi lagi, Jaemin mendengus kesal dan menghadiahi tabokan keras di kepala temannya. Haechan mengaduh, dan segera memberikan tatapan mengibanya. Dia tau, tak ada seorang pun yang mampu menolak pesona tatapannya. Dan benar juga, raut marah Jaemin perlahan-lahan memudar.

***

"30 detik lagi"

Haechan membatin sambil menghitung mundur dari angka 30 ke 1. Di hitungan ke 14, bel pulang telah berbunyi terlebih dahulu. Dengan sigap, dia memasukkan semua buku pelajarannya ke tas.

Haechan melompat dari bangkunya sedetik setelah gurunya keluar dari pintu kelas.

"Mau kemana Chaan?" teriak Jaemin yang masih duduk di bangkunya.

Tale of Baby Lion and Pudu | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang