Selective memory adalah kecenderungan untuk mengingat hal-hal yang ingin diingat dan melupakan yang lain.
.
.
.
Haechan bersungut-sungut saat keluar dari ruangan sang atasan. Mulut kecilnya tak henti mengkomat-kamitkan sesuatu yang terlihat seperti sumpah serapah yang ditujukan untuk si "bos". Tangan mungilnya mengepal, kaki jenjang berbalut pantofel hitamnya menyentak-nyentak di lantai berkarpet tebal yang terbentang di sepanjang koridor lantai 12 itu.
Johnny, sekretaris si "bos" yang berbadan tinggi besar itu nampak kesulitan menahan gelak tawanya. Andai saja ia tidak takut kehilangan pekerjaan, ia pasti sudah tertawa lepas menikmati tingkah imut cenderung kekanakan oleh teman sesama pegawainya itu.
"Kena marah lagi?" tanyanya berbasa-basi.
Dia memberikan senyum penuh simpati pada Haechan. Hampir tiap hari Johnny melihat anak itu bolak-balik ke ruangan bos mereka. Dan di hampir setiap kesempatan itu, Haechan pasti keluar dengan wajah murung atau malah kesal, seperti yang sekarang ia tunjukkan.
"Begitulah. Si "bos" besar yang terhormat itu banyak sekali maunya." jawab Haechan sambil mendelik-delikkan matanya ke arah ruangan besar CEO perusahaan itu. Kemudian dengan sedikit merendahkan suaranya, ia menambahkan "sikapnya yang perfeksionis dan tidak mau mengalah itu pasti yang membuatnya masih jomblo sampai sekarang, hihihi..."
Mereka berdua terkikik perlahan, bagi mereka tentu menyenangkan sekali bisa berbisik mengata-ngatai si penguasa tertinggi perusahaan tersebut. Apalagi jika topiknya sudah menyangkut pasangan sang bos yang tak kasat mata itu. Ya itung-itung sebagai sedikit pembalasan dendam setelah merelakan diri "dimaki-maki" oleh orang itu bukan? Saking asiknya kedua orang itu cekikikan bersama, sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau si bahan gosipan sudah tak lagi berada di dalam bilik kedap suara itu.
Haechan yang senang dengan respon yang didapatnya, kembali ingin melontarkan kalimat lain. Dia menyimpan banyak kata-kata 'sindiran' untuk sang bos sebenarnya, dan ia tak akan segan membagikannya dengan Johnny yang terlihat antusias ingin mendengarkan kelanjutan kalimatnya. Namun sebuah dehaman keras dari arah belakang membuat mulutnya yang sudah setengah terbuka seketika itu juga terkatup rapat. Mata Haechan membesar, dan dengan gerakan patah-patah ia membalikkan badannya. Leher mulus tanpa cela itu terlihat kesusahan menelan ludah. Bagaimana tidak? Kalau ia kini sedang dihadapkan dengan sang "bos" besar yang tengah berkacak pinggak di depan pintu.
"Sudah bergosipnya?"
"umm... anu bos eh sajangnim anu..." Haechan terbata-bata dalam kalimatnya. Sudut matanya melirik ke arah Johnny yang -entah sejak kapan- sedang berpura-pura sibuk mengetik sambil menatap layar monitor.
'dasar pengkhianaat!'
"Daripada menggosipkan 'bos yang perfeksionis dan jomblo ini', bukankah kau punya pekerjaan yang harus diselesaikan, Lee Haechan-ssi?" sindir si bos telak.
Lagi-lagi Haechan kesusahan menelan ludahnya. Matilah dia, pikirnya. Setelah ini pasti bosnya akan meminta pekerjaannya dikumpul hari ini jug-
"Kumpulkan rancangan produkmu hari ini! Tidak ada bantahan!"
Blam!
Si bos membanting pintu ruangannya keras, mengagetkan si pegawai yang masih mematung di tempatnya berdiri.
"Sudah, sana kerjakan sebisamu. Aku yakin bos tidak sekejam itu untuk memintamu menyelesaikan rancangan hari ini." Haechan menatap si sekretaris dengan tatapan kosongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Baby Lion and Pudu | Markhyuck
FanficKumpulan cerita receh, klise dan fluffy tentang Mark Baby Lion dan Pudu Haechanie [One Shot] Markhyuck GS