"Perhatian perhatian! Para penumpang pesawat udara Korean Air dengan nomor penerbangan NCT 127 tujuan Seoul, Incheon International Airport dipersilakan naik ke pesawat udara melalui pintu nomor 3"
Ini saatnya!
Aku pulang, Haechanie!
***
Seorang lelaki berusia awal dua puluhan, berambut pirang sedikit berantakan dan berkulit sangat pucat memasuki burung besi itu dengan perasaan was was. Tangannya tak berhenti memainkan boarding pass yang terlihat agak kusut. Berulang kali dia membaca kata demi kata di kertas itu. Berharap dengan begitu, ia bisa mengurangi waktu 12 jam 48 menit yang harus ditempuhnya demi bisa bertemu kembali dengan si pemilik hatinya.
Lelaki itu, Mark Lee namanya, hanya tersenyum singkat pada pramugari yang dengan ramah menyapanya ketika ia memasuki pesawat. Barang bawaannya yang tidak terlalu banyak itu ia letakkan di kabin di atas kursinya. Sendiri, ia tak perlu dibantu oleh pramugari berparas cantik itu -meski sang pramugari terlihat sangat ingin membantunya- karena memang ia tak membawa banyak barang. Hanya sebuah ransel hitam dan satu koper kecil yang tidak terlalu penuh.
"Permisi pak..."
Sambil sedikit membungkuk hormat, ia melewati pria paruh baya berpenampilan sangat necis yang hanya memberinya anggukan singkat tanpa senyum. Tanpa banyak peduli pada balasan kurang menyenangkan itu, Mark langsung saja duduk di kursinya. Kursi nomor 03A persis di samping jendela, seat kesukaannya.
Mark itu paling suka duduk di samping jendela. Ia senang memperhatikan detik-detik ketika pesawat melaju sangat kencang di atas tanah sampai akhirnya melayang di atas udara. Ia juga senang melihat bagaimana gedung bandara yang begitu besar itu perlahan-lahan mengecil. Lampu-lampu rumah dan mobil di jalan raya hanya terlihat seperti titik-titik bintang yang bertaburan di atas tanah.
Ya walaupun kesenangannya itu hanya bertahan selama beberapa menit yang singkat.
"The plane will take off, shortly"
Pilot yang mengenalkan dirinya sebagai Kapten Song Han Gyeom memberi pengumuman singkat kalau pesawat akan lepas landas sebentar lagi. Mendengar itu, Mark segera memusatkan perhatiannya pada suasana di luar jendela. Sebentar lagi, saat-saat yang dinantikannya akan segera tiba.
Setelah petugas lapangan bandara perlahan-lahan menjauhi pesawat, garbarata ditarik dan pintu pesawat ditutup. Burung besi raksasa itu perlahan-lahan mulai bergerak.
Awalnya hanya pelan, sang pilot mengemudikan pesawat itu seperti mainan mobil-mobilan yang melaju dengan santai menuju track balap. Setelah memposisikan diri di landasan, kapal udara itu bergerak sangat cepat melintasi panjang landasan sampai akhirnya roda depan pesawat itu tak lagi berpijak di atas tanah.
Mark memperhatikan dengan seksama detik-detik saat si burung besi melayang meliuk-liuk di atas Toronto Pearson International Airport. Deretan rumah-rumah berubah semakin kecil ketika si pesawat terbang semakin tinggi di atas tanah. Lampu-lampu jalanan berkelip-kelip di bawah sana. Sang pilot Song Han Gyeom dengan lihai memposisikan pesawatnya ke arah Seoul, membelah gelap angkasa di atas bumi Kanada yang perlahan-lahan menjauh.
Lampu penunjuk tanda sabuk pengaman sudah dimatikan. Mark melepas pandangannya dari jendela saat seorang pramugari cantik menawarinya bantuan untuk ia bisa menyamankan diri di dalam pesawat, yang ia tolak dengan halus. Mark memilih menyetel sendiri kursi kelas bisnisnya supaya lebih nyaman ia tempati. Setelah menggelar selimut dan memposisikan diri dengan nyaman, Mark kembali melihat keluar jendela. Hanya gelap langit malam dan kenangan masa lalunya yang menemani perjalanan panjangnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Baby Lion and Pudu | Markhyuck
FanfictionKumpulan cerita receh, klise dan fluffy tentang Mark Baby Lion dan Pudu Haechanie [One Shot] Markhyuck GS