Sudah hampir se jam, aku dan hemm ya, dia terjebak dalam situasi keheningan diantara keramaian caffe.
Aku dan dia, seolah-olah berada di dimensi lain, dimensi dimana kami sibuk memikirkan suatu hal tanpa memperdulikan keramaian caffe. Kami sama-sama terhanyut keheningan yang kami ciptakan sendiri.
"Pril,"
Aku sedikit terkejut saat dia mulai berbicara padaku bahkan menyebut namaku.
"Bagaimana kabarmu ?" Lanjutnya yang entah sejak kapan tatapannya tertuju padaku.
Pertanyaannya itu, pertanyaannya yang sangat aku hindari. Karna aku sendiri pun tidak tau bagaimana kabarku setelah dia pergi beberapa tahun lalu.
"Entahlah, mungkin baik ataupun sebaliknya." Jawabku bimbang, "lalu bagaimana kabarmu ?"
"Sama sepertimu." Jawabnya. Dapat ku lihat kedua sudut bibirnya melengkung membuahkan senyuman yang dulu sangat aku sukai darinya, sebelum akhirnya ia pergi.
"Ck ! Dasar ikut-ikutan !"decakku membuang muka untuk menghindari senyumannya itu kearah jendela luar caffe yang menyuguhkan pemandangan jalan raya yang mulai padat dengan kendaraan yang terus merayap.
"Hahahaha ... tidak ada larangan untuk menyamain jawaban seseorang kan ?" Godanya.
Ah, ternyata dia masih sama seperti 2 tahun yang lalu. Penggoda !
"Terserah."
" Hei Prilly, apa kamu masih marah terhadapku ?" Tanyanya kembali.
Sudah tau masih nanya !
"Pril ? Benar kamu masih marah karna aku pergi tanpa mengatakan apapun ?"
Itu kamu tau.
"Hei Prilly jawab pertanyaanku." Gertaknya dengan gerakan cepat meraih tangan kiriku yang berada diatas meja.
"Untuk apa aku jawab jika kamu tau benar apa jawabannya ?" Tanyaku balik. "Sudahlah, aku tidak marah padamu toh nyatanya mau kamu pergi kemana pun aku tidak ada hak untuk menahanmu." Lanjutku perlahan memundurkan tanganku dari genggamannya.
"Yang aku herankan hanya satu hal, kenapa kamu harus kembali ?"
Tidak adil rasanya dia harus kembali saat aku benar-benar ingin melupakannya. Seolah aku dipermainkan oleh waktu dan juga perasaanku sendiri.
"Itu karna ..." dia sedikit memberi jeda sebelum akhirnya ia menghela napas dan melanjutkan perkataannya. "Aku minta maaf. Sungguh aku minta maaf telah pergi tanpa mengatakan apapun padamu sebelumnya. Kamu memiliki hak untuk marah dan benci kepadaku akan hal itu, tapi aku juga punya hak untuk mendapatkan maaf darimu, Prilly."
"Jelaskan padaku, kenapa aku harus memaafkan Pria sepertimu ? Pria yang dengan mudahnya masuk tanpa permisi di dalam kehidupanku lalu keluar tanpa pamit dari kehidupanku begitu saja ?" Tantangku membalikkan pertanyaan.
Perasaan marah dan kesal padanya kini mencuat ke permukaan sekian lama aku pendam di dasar hati. Persetan dengan keramain caffe.
Dapat ku lihat, dia terdiam setelah mendengarnya. Entah apa yang ia pikirkan.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik ...
"Sudahlah aku harus pulang. Lupakan saja pertanyaanku it-"
"Aku mencintaimu." Potongnya cepat, sekian lama terdiam akhirnya ia mengucapkan kalimat yang berhasil membuatku terkesiap. Bahkan bukan hanya aku saja, tapi beberapa pengunjung caffe yang duduk berdekatan dengan kami pun ikut terkesiap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pendek Alpril
Short StoryCerita pendek tentang Aliando dan Prilly. Selamat membaca !